webnovel

Unfaithful From 2568 KM

Penampilan bukanlah tempat penilaian sikap seseorang, dan hati tidak bisa sepenuhnya dinilai melalui sikap. Terkadang seseorang terlihat biasa saja dalam menghadapi apa yang dia cintai, dan tidak ada yang mengetahui isi hatinya yang sebenarnya. Ibaratkan buah manggis yang nampak gelap dari cangkangnya namun begitu putih, bersih, dan lezat rasa buahnya. Dia sangat mencintaimu, hanya saja dia memiliki cara tersendiri untuk melakukannya. Lalu bagaimana jika di antaranya lupa akan janjinya untuk memeluk erat kembali jiwa yang telah jauh darinya … karena sudah terlanjur jatuh ke dalam pelukan jiwa yang lain? Entah itu teman mereka atau temannya sendiri, yang jelas dia harus benar-benar dilepaskan. Siapa mereka? Siapa yang harus melepaskan, dan siapa yang harus dilepaskan? Biarkan waktu yang mengungkapkan segalanya. “Gue selalu berusaha buat ngisi penuh botol itu. Tapi nyatanya gue gagal.” -Seseorang yang terkhianati

Indriani0903 · Others
Not enough ratings
63 Chs

UF2568KM || 13

"K-kak?"

Rein benar-benar terkejut dan tiba-tiba saja perasaannya menjadi tidak tenang. Ia khawatir jika, ia takut jika Rendi akan memarahi dirinya maupun Haris.

"Kata papih masuk!" Rein menatap Haris dan Haris pun mengangguk mengisyaratkan Rein untuk segera masuk. "Lo hati-hati pulangnya, ya."

"Iya." Rein pun segera masuk ke dalam. Setelah Rein masuk, Rendi pun mendekati Haris yang masih terdiam di sana. Rendi menepuk bahu Haris dan menatapnya serius.

"Dari awal juga gue udah ngira kalo lo berdua bukan cuma sebatas teman. Oke, gue bakal izinin lo sama adek gue. Tapi, kalo lo sampe nyakitin dia atau lo berbuat macem-macem yang berakibat fatal. Urusan lo sama gue. Sampe sini paham, Bro?"

• • •

'Drap'

'Drap'

'Drap'

Rein terlihat berjalan dengan langkah cepatnya menyusuri koridor. Tidak terlihat senyum di bibirnya melainkan amarah lah yang nampak di wajahnya saat ini. Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa Rein terlihat begitu marah padahal ia baru saja keluar dari kelas setelah bel istirahat berbunyi.

Setelah 4 jam pelajaran Rein tidak bertemu dengan Haris, gadis itu langsung mencari orang yang belum ia temui lagi selama berjam-jam lamanya itu. Rein membawa langkah kakinya menuju ke sebuah tempat yang ia curigai jika Haris sedang berada di sana saat ini.

Ya, ternyata dugaan Rein benar, Haris baru saja keluar dari ruang BK. Rein dengan segera menariknya ke taman depan karena dia ingin berbicara dengannya.

Rein menatap Haris tajam. Setelah ia mengetahui hal itu, Rein merasa sangat marah pada Haris. Belum ada pembicaraan di antara mereka, hanya ada suara hembusan napas Rein yang terdengar karena ia sedang menahan amarahnya saat ini.

"Duduk!" Haris pun langsung menurutinya, ia langsung mendudukkan bokongnya pada bangku taman.

Rein kembali membuang napasnya kasar seraya ia mengusap wajahnya lelah. Setelah itu ia kembali menatap mata Haris. "Lo berhenti kaya gitu, bisa? Orangtua lo gak mudah nyari duit buat nyekolahin lo. Tapi coba lo liat diri lo sendiri, lo sayang gak sama mereka?"

Haris masih terdiam dan dia mencerna semua apa yang dikatakan Rein. "Lo itu cowok, lo bakal punya tanggung jawab yang besar. Kalo lo sekarang gak bisa bertanggung jawab sama diri lo sendiri, gimana kedepannya? Bangsa ini nangis tau gak kalo modelan generasi mudanya kaya lo. Lo udah berapa kali discor, Ris? Lo mau kalo lo sampe dikeluarin dari sekolah ini? Lo harus sayang sama orangtua lo, mereka pasti sedih kalo tau kelakuan lo kaya gini."

Haris pasrah. Baru saja dia selesai dimarahi oleh BK dan sekarang dia harus menerima amarah dari Rein juga.

"Lo jangan suka buang-buang hak lo! Lo punya hak buat dapet ilmu di sini jangan sampe lo sia-siain! Waktu belajar ya belajar, lo jangan cabut kelas kaya gitu! Berubah dari mulai sekarang, Ris. Lo harus janji sama gue bahwa ini adalah yang terakhir kalinya lo bolos. Gue gak mau ya lo bandel kaya gini. Kalo lo masih gak berubah juga, lebih baik kita udahan aja, Ris. Keluarga gue juga pasti bakal larang kalo gue pacaran sama orang bandel kaya lo." Setelah Rein selesai mengucapkan semua yang ingin ia sampaikan, ia pun langsung pergi meninggalkan Haris di sana.

Rein pergi menuju kantin karena teman-temannya ada di sana. Rein menatap iri Jifran dan Erin yang tidak pernah bertengkar karena masalah bolos kelas. Jifran benar-benar anak yang rajin dan Rein berharap Haris juga bisa sepertinya. Meski tidak harus pintar seperti Jifran juga asal Haris tidak suka membolos maka Rein akan bangga dengan itu.

Setelah beberapa lama Haris pun ikut menyusul ke kantin dan ia duduk di samping Rein.

"Rein …." Haris menarik tangan Rein dan menggenggamnya. "Iya gue janji. Gue janji gak bakal bolos lagi, gue bakal pastiin kalo ini yang terakhir. Lo jangan marah lagi sama gue, ya? "

Rein menghela napasnya pelan dan tersenyum, ia senang Haris telah berjanji padanya. "Gue gak marah lagi, kok. Gue pegang janjinya, ya. Awas aja kalo ingkar."

Haris mengangkat tangan kanannya sebatas telinga dan dia kembali mengucapkan janjinya pada Rein.

"liat tuh! Haris aja udah janji. Kamu mau janji juga gak sama aku?" Dara menunjuk Haris dan Rein sambil menatap kedua bola mata Bastian. "Iya aku janji, Dar."

"Udah deh ya semuanya aja. Lo semua jangan sampe cabut kelas lagi. Sayang dong duit orangtua kalian yang udah rela mereka keluarin agar kalian bisa sekolah tapi kalian malah nyia-nyiain semuanya." Mereka semua mengangguk menyetujui penuturan Rein. Setelah itu suasana pun kembali membaik seperti biasanya.

• • •

Haris mengantar Rein ke perpustakaan sebelum mereka berdua pulang. Pria itu terus mengikuti ke mana Rein melangkahkan kakinya untuk mencari buku yang sedari tadi belum dia temukan.

"Di atas kali, Rein."

"Iya lo yang badannya tinggi carinya di rak atas dong! Gue kan mana mungkin bisa keliatan." Rein mendengus kesal seraya terus memperhatikan buku yang ada di rak bawah.

"Makannya jangan pendek!" Haris yang memang posisinya berada di belakang Rein, ia iseng menarik rambut gadis itu dari belakang hingga membuat gadis itu membalikan badannya dan membalas dendam dengan cara menjambak rambut Haris dengan kasar.

"A-ahk sakit, Rein!" Rein langsung melepaskan tangannya yang menjambak rambut Haris itu.

"Makanya gak usah bertingkah! Dan asal Lo tau, pendek juga gue tetep cantik, kok."

"Heem PD banget, ye," cibir Haris.

"Bukan PD! Tapi itu adalah kenyataan yang gak bisa dipungkiri lagi."

Haris tersenyum lembut dan ia menganggukkan kepala pelan. "Iya Sayang, iya."

Rein terkekeh. Tanpa diketahui oleh Rein, sebenarnya setelah ia kembali menghadap ke arah depan, Haris di belakang sana mengambil ancang-ancang ingin menjambak surai hitam milik Rein karena Haris merasa sangat gemas pada gadis itu. Tapi ia sadar, pacarnya ini sangat galak dan sensian. Jadi, daripada mereka bertengkar lagi nantinya lebih baik Haris tidak banyak bertingkah agar gadis itu tidak meledak lagi.

Haris kembali menjalankan apa yang diperintahkan oleh Rein tadi. Ya, ia disuruh untuk mencari buku tersebut di rak tas. Setelah beberapa lama mereka mencari, akhirnya Haris melihat buku yang sedang dicari Rein ada di rak atas, dengan segera dia pun langsung mengambilnya.

Rein masih berjalan di depan Haris seraya terus mencari buku yang dicarinya. Haris yang sudah menemukan buku itu hanya bisa tersenyum dan terus mengikutinya dari belakang. Rein terus saja menggumamkan pertanyaan-pertanyaan di mana buku itu diletakkan oleh petugas perpustakaan.

"Udah pulang aja yu, Rein! Kan lo bisa tanyain sama Jifran rumusnya."

"Ihh enggak mau ah gue mau belajar sendiri aja. Lagian Jifran udah kasih tau gue kok bukunya yang mana, kata dia buku itu dalamnya lengkap dan mudah dipahami." Haris menghela napasnya pasrah. Padahal banyak sekali buku kumpulan rumus fisika yang ada di sana, tapi Rein terus saja bersikeras untuk mendapatkan buku yang dimaksud Jifran.

"Udah pulang aja, yu!" Haris kembali mengucapakan ajakan itu pada Rein tapi Rein malah menggidikan bahunya tak peduli.

"Enggak mau, Haris. Maksa deh, rewel banget kek anak kecil yang dibawa ke pasar sama emaknya," cibir Rein seraya ia terus memperhatikan deretan buku-buku yang ada di sana.

"Liat sini dulu, dong!" Rein langsung membalikan tubuhnya untuk melihat Haris di belakangnya dan Haris pun memperlihatkan buku itu pada Rein.

"Ihh kok gak bilang dari tadi kalo udah nemu?" Rein mencoba mengambil buku itu dari Haris namun pria itu malah mengangkat buku itu ke atas. "Haris, siniin, dong!"

"Ada syaratnya."

"Apa?"

"Memohon, dong. Harus ada usahanya dikit." Haris menatap Rein dengan penuh tantangan.

"Ihh apasih? Enggak ah gak mau. Ayo dong siniin!" Rein sedikit melompat-lompat seperti kelinci untuk menggapai buku yang ada di tangan Haris.

"Bilang dulu kaya gini, 'Haris Sayang, aku minta bukunya dong. Kamu kan ganteng kesayangan aku', gitu." Rein langsung bergidik ngeri mendengarnya. Entah kenapa, tapi Rein merasa geli ketika baru membayangkannya saja.

"Kaya gak perlu aja gitu loh, Ris." Haris menggidikan bahunya tidak peduli. "Ya udah, bukunya gak bakal gue kasih kalo gitu."

"Haris Sayang, aku minta bukunya, dong. Kamu kan ganteng kesayangan aku." Rein berbicara seperti itu dengan nada yang ia imutkan seraya meremas lengan almameter Haris. Haris tertawa melihatnya, ia tidak pernah melihat Rein bertingkah lucu seperti itu sebelumnya. "Udah, kan? Sini kasih ke gue bukunya!"

"Ya udah nih nih! Galak banget punya cewek." Haris pun memberikan buku itu pada Rein.

"Bodo. Udah yu ah!"

"Ke mana?" Haris menahan tangan Rein yang hendak pergi itu. Rein memutar bola matanya malas dan ia kembali menatap Haris dengan tatapan serasa ingin menghujat.

"Bodoh! Tadi katanya ngajak pulang"

"Pulang ke mana? Rumah lo kan udah ada di sini." Haris sedikit menepuk-nepuk bagian dadanya seraya ia tersenyum tampan ke arah Rein.

"Ih ganteng, jadi pengen cium." Rein memekik gemas pada Haris.

"Rein? Se-seriusan lo-lo pengen ci-cium?" Tanya Haris dengan terbata-bata sedangkan Rein memberikan senyum manisnya dan ia semakin mendekat ke arah Haris.

Rein sedikit menjinjitkan kakinya dan ia meraih lembut wajah Haris dan berkata, "Enggak mau gue dicium sama lo, lo bau kambing soalnya."

Rein terkekeh dan ia kembali menjauhkan posisi mereka lalu ia berjalan lebih dulu dari Haris. "Cantik doang, ngedeketinnya cuma buat bilang gue bau kambing bukan buat nyium. Dasar cewek PHP! Rein, I love you pokoknya dan lo wajib bilang I love you too!"

"Bacot! Udah buruan, ah! Drama mulu idupnya. Heran."

• To be Continued•