webnovel

Tempat tinggal tuan putri diserang

Bertahun-tahun pun berlalu, kini Rifa-yi tumbuh menjadi remaja dan memulai latihan yang sulit dari sang kakek. Dan kini Rifa-yi duduk di bangku kayu yang di depannya ada sebuah panci besar yang berisikan air mendidih yang di bawah panci itu adalah obor api yang panas.

Kakek:"Celupkan tanganmu dengan cepat... semakin cepat tanganmu bergerak maka panasnya makin tidak terasa...".

Rifa-yi:"Kenapa harus yang seperti ini... tidak adakah latihan yang lain?".(ujarnya dengan malas)

Kakek:"Latihan ini tujuannya adalah agar kita dapat mengaplikasikan gerak refleks kita dan mengontrolnya... kamu coba dulu dengan mencelupkan ujung jarimu".

Rifa-yi yang masih penuh tanda tanya langsung mencobanya. Sedikit demi sedikit Rifa-yi mampu menahan panasnya dan mulai mencelupkan sebagian tangannya. Di sisi lain adiknya si Shou-yi juga melakukan hal yang sama.

Di malam harinya Rifa-yi kini masih berlatih. Ia berdiri dengan dua jari di kedua tangannya dengan kaki yang bersentuhan menghadap ke atas dan membuka kedua kakinya lebar-lebar.

Di pagi hari si kakek memperagakan gerak reflek dengan pukulan dan tendangan.

Kakek:"Lakukanlah pukulan dengan posisi awal meregangkan tangan agar musuh mu mengira bahwa kamu sedang tidak siap... kemudian berikan pukulan dibantu dengan bahu yang mendorong ke depan dan tangan kembali ke posisi awal dengan cepat seperti saat kamu mencelupkan tangamu ke dalam air yang mendidih".(sambil memperagakan tunju yang cepat yang bahkan sulit dilihat).

Ehm... beralih ke tempat dimana tuan putri dibesarkan ole si nelayan, ia tinggal di sebuah pulau kecil yang terdapat sebuah kota yang indah dan ramah. Di pinggir pantai tampak seorang gadis kecil yang imut dan punya pipi tembem, mengenakan kalung yang cantik, sedang duduk-duduk di atas batu di bawah pohon di pinggir pantai, ya dialah si tuan putri yang diberi nama oleh nelayan Shelia.

Nelayan:"Sheliiaaa...!!! Ayah pergi ke pasar dulu yaah...".

Sheila:"Baik Ayaahh... hati-hati dijalaan...". (sambil melambaikan tangan)

Si nelayan memberikan senyuman kemudian pergi. Si nelayan ini sebenarnya punya istri yang membantunya merawat Shelia, akan tetapi meninggal beberapa tahun lalu karena penyakit yang tidak diketahui obatnya. Lanjuut...

Si Shelia ini duduk membaca sebuah buku sambil menikmati indahnya pantai... yah karena Sheila ini sudah masuk sekolah yang sekolahnya pasti beda banget dengan sekolah kita karena dia ikut sekolah sihir, dimana setelah orang yang tamat di situ bisa bekerja di kerajaan. Dan pekerjaannya sesuai perintah Raja. Biasanya disuruh menciptakan sesuatu yang sakti misalnya, membuat pedang yang jika kita tertusuk sedikit maka hidup kita tidak akan lama lagi, dan juga biasanya penyihir disuruh meramal musim dan lain sebagainya.

Hari kini mulai petang, si tuan putri kemudian menyimpan bukunya di sampingnya dan memandangi indahnya matahari yang akan tenggelam.

Nelayan:"Sheliaaa...!!! kembali... hari sudah hampir gelaaapp...". (sahut si nelayan)

Shelia:"iya Ayaahh...".(jawab tuan putri imut)

Dimalam harinya saat sedang makan malam, tiba-tiba saja ada keributan di luar rumah.

Nelayan:"Shelia tunggu di sini sebentar, dan jangan kemana-mana!".

Sheila:"Baik Ayah".

Saat si nelayan keluar, ternyata kota tersebut diserang oleh pendatang. Semua warga panik dan berlarian bahkan ada yang berkelahi melawan musuh yang datang. Warga yang pernah sekolah sihir mengeluarkan tongkat sihir masing-masing dan menyihir musuhnya satu persatu. Perahu-perahu raksasa kemudian berdatangan mengelilingi pulau tersebut. Sang Walikota pun bertindak mengajak warganya berkumpul untuk melakukan pemanggilan hewan raksasa laut yang tinggal di bawah pulau. Si nelayan pun bergegas menggendong Shelia berlari menuju ke gerombolan orang yang akan melakukan pemanggilan. Si Shelia yang merasa takut menangis dengan suara kecil dan memeluk erat si nelayan.

Walikota:"POSISII!!!" (teriaknya)

Semua warga pun membuat lingkaran besar dimana yang paling luar di lingkaran itu adalah para penyihir menyihir musuh-musuh yang mendekat. Seorang guru penyihir kemudian naik ke atas menara dan kemudian membaca mantra diikuti oleh para warga.

Guru penyihir:"Musnahkaann..!!!". (sambil menunjuk salah satu kapal besar musuh dengan tongkat sihirnya)

Dan keluar lah tentakel tentakel raksasa dari bawah laut menyerang dan menenggelamkan kapal musuh. Melihat hal itu, musuh kemudian melancarkan serangan panah dan bom api ke kota tersebut. Bom bola api menghancurkan gedung gedung dan rumah rumah warga. Dan hujan panah kemudian mengarah ke gerombolan warga yang memanggil hewan raksasa. Para penyihir kewalahan menghadapi musuh-musuh yang berdatangan, ditambah hujan bom api, yang membuat hujan panah meluncur tanpa hambatan. Tiba-tiba saja seseorang yang memegang tameng datang melindungi si nelayan dan tuan putri. Banyak warga kota yang menginggal dan terluka parah karena hujan panah tersebut. Sang guru penyihir tak henti-hentinya menunjuk kapal kapal musuh. Hingga semua kapal musuh musnah semua dan hujan panah dan hujan bom api pun sudah berhenti.

Kota kini telah hancur, dan para warga yang tersisa manangisi nasib. Banyak mayat yang berserakan dan gedung-gedung dan rumah rumah hancur berkeping keping. Walikota yang masih bertahan kemudian keluar dari persembunyiannya dan juga menangisi apa yang terjadi. Ia kemudian melihat si nelayan dan anak angkatnya masih hidup dan kemudian menghampirinya.

Walikota:"Syukurlah kalian baik-baik saja". (memeluk si nelayan dan Sheila)

Si walikota kemudian menghampiri warga yang tersisa dan membantu orang orang yang terluka.

Beralih ke bukit Xianyang di kuil tempat Rifa-yi dan adiknya tinggal. Pagi harinya, karena sang kakek sedang keluar, Rifa-yi kini sedang bersantai halaman depan kuil duduk-duduk di atas kursi sambil memakan kue kue buatan adiknya yang tersedia di atas meja. Adiknya yang pandai memasak juga sedang mencari bahan untuk dimasak di kebun sekitar kuil. Rifa-yi yang bosan dan hanya kembali ngantuk di pagi hari kemudian tertidur pulas. Tak lama tidur Rifa-yi dikejutkan oleh teriakan adiknya.

Shou-yi:"Aaaaaa....".

Sontak Rifa-yi terkejut dan terjatuh dan langsung memasang jurus.

Rifa-yi:"Shou-yi!!!".

Shoui:"Kakaaakkk...".

Suaranya Shou-yi terdengar dari dalam kuil. Rifa-yi langsung berlari masuk.

Rifa-yi:"Shou-yi!!" (berlari masuk ke dapur)

Saat berada di dalam dapur, tampak Shou-yi sedang berdiri di atas kursi memegang sebuah kayu.

Shou-yi:"Awaass...tikuuuss....!!!(sambil menunjuk seekor tikus yang berlari ke arah Rifa-yi).

Rifa-yi hanya dengan santainya menginjak tikus itu dan mengangkatnya dengan memegang ekor tikus.

Rifa-yi:"Hehhee..."(ketawa licik)

Shou-yi:"Kaaakk... buang ih.. jijik...".

Rifa-yi:"Takut yaaa...".(mengarahkan tikus ke Shou-yi)

Shou-yi:"Aaaa... jijik iihh".

Terjadilah aksi kejar-kejaran kayak Tom and Jerry ke sekeliling kuil. Sampai datanglah si kakek yang kemudian menghentakkan tongkatnya yang membuat lantai jebol "TOONGNG..." tongkat tersebut bergetar dan suaranya menggema di seluruh kuil dan membuat si Tom and Jerry ini berhenti dan diam tak berkutip.

Kakek:"Fiuuuhhh...".(menghela nafas)

Rifa-yi melihat kakek tidak jadi marah langsung pergi membuang tikus tadi.

Kakek:"Haduuhh... Capeek...".

Melihat si kakek yang udah kewalahan, Shou-yi kemudian menghampiri kakek dan membawakan barang bawaannya masuk kedalam. Shou-yi kemudian membantu si kakek memasak masakan enak di dapur. Sampai waktu makan siang pun tiba.

Shou-yi:"Mari makaaann...!!!"(sambil menyiapkan saji)

Saat Rifa-yi melihat makanan enak di meja, iya kemudian memuji adeknya.

Rifa-yi:"Waaahhh... Adekku memang pintar... Bersyukur aku dapat adik seperti kamu".

Shou-yi:"Hehe... siapa dulu dong... Shou-yi!!". (Jawab Shou-yi) sombong amat🤣

Kakek:"Setelah makan siang kalian bersiap-siaplah kita akan melakukan perjalanan panjang".

Rifa-yi:"Kita mau kemana?"

Kakek:"Tadi aku bertemu dengan seorang pedagang yang katanya tahu keberadaan tuan putri.".

Shou-yi:"Tuan Putri?"

Rifa-yi:"Memangnya tuan putri masih hidup?"

Kakek:"Iyah, sebenarnya ayah kalian yang menyelamatkan dan membawa tuan putri pergi dari kerajaan."

Shou-yi:"Jadi ayah masih hidup?"

Kakek:"Kata pedagang, seorang nelayan menemukan tuan putri di tengah lautan di atas perahu bersama mayat seorang pria yang tertancap anak panah di dadanya... aku tidak tahu pasti apakah itu Luo-yi atau tidak."

Shou-yi:"Ayaahh..."(dengan nada yang rendah dan kecil seakan mau menangis)

Kemudian Rifa-yi memotong pembicaraan karena tidak sabar untuk pergi.

Rifa-yi:"Shou-yi makanlah cepat... kita harus menemukan tuan putri."

Setelah selesai makan mereka pun bersiap-siap dan berangkat...

Sesampainya di pinggir pantai, tidak ada seorang pun yang ada di sana. Dari jauh ada sebuah kapal besar yang sandar di sebuah dermaga.

Shou-yi:"kakek! disana ada kapal sandar"

Kakek:"Ayo! kita kesana, siapa tahu ada yang bisa mengantarkan kita ke pulau seberang."

Mereka pun nyamperin perahu itu dimana awak kapalnya sedang sibuk mengangkat barang. Sesampainya di sana mereka malah mendapatkan sambutan buruk.

Kapten kapal:"Hey kalian! kenapa kesini!? dari mana kalian?haa...!!!"

Kakek:"Maaf tuan, kami hanya cari kapal untuk ke pulau seberang".

Kapten kapal:"Yahahahaaa... mau main-main sama kita yaa..." (awak kapalnya pun berkumpul mengambil senjata)

Karena tidak terima dengan keberadaan mereka awak awak kapal pun menghampiri mereka dengan membawa golok yang sangat tajam.

Shou-yi:"Kakek..."(bersembunyi dibelakang kakek)

Kakek:"Mau apa kalian!?"

Kapten kapal pun melompat dari atas kapal dan berjalan menghampiri mereka.

Kapten kapal:"Kita semua disini adalah bajak laut... kita merampok... butuhnya harta bukan orang tua Bangka kayak kamu.. Yahahahaaa...."(sambil melangkah mendekati mereka dan mengeluarkan pedangnya)

Rifa-yi:"woww.. woww.. wooww... tahan... tahan..." (melangkah mendekati kapten kapal sambil mengangkat kedua tangannya)

Kapten kapal:"Mau apa kamu anak muda? hah!"

Saat Kapten kapal hendak mengayunkan pedangnya Rifa-yi menendang tangan si kapten dan langsung membabat lehernya hingga sang kapten kapal terpental tak sadarkan diri. Hal ini membuat para awak kapal ketakutan melihatnya.

Rifa-yi:"Aduh... kena deh... padahal aku hanya mau minta tolong diantar ke pulau seberang..."(sambil mengambil pedang kapten kapal dan menaikkan ke bahunya)

Sontak langsung salah satu awak kapal menawarkan bantuan untuk mengantar mereka. Mereka pun melanjutkan perjalanan menuju pulau seberang.