webnovel

Dibalik Kata Teman

Kata teman menjadi awal dari kisah ini, rasa nyaman hadir diantara pertemanan, seolah memberi harapan tapi sangat sukar dijangkau karna adanya batasan. Berteman dekat dengan lawan jenis tidaklah masalah, tapi perasaan kerap menjadi korban untuk tidak egois. Berusaha mengalah dengan ego sendiri agar tetap bisa selalu bersama tanpa ada penghalang. Tapi sejauh apapun kita berusaha, pasti ada kata lelah dan ingin mengungkapkan. "Lo pikir ada, laki-laki sama perempuan, murni berteman dekat tanpa ada rasa suka? ngak bakalan ada Del. Karna salah satu akan ada rasa suka, dan itu adalah Gue!" ~Alvaro Pramugraha "Bukan tak peka dan tak mengerti, hanya saja tak ingin salah dalam menafsirkan arti rasa, karna rasa yang ada dalam dirimu dan diriku adalah milik -Nya." ~Adela Magfira Rasa cinta hadir karna adanya rasa nyaman, rasa tak ingin kehilangan pun membuat diri tak ingin berjauhan. Tapi bagaimana cara mengatasi rasa cinta yang terlanjur hadir diantara pertemanan. Ingin mengungkapkan tapi tak mau ada kata penolakan. Akankah kisah pertemanan ini bisa terus berjalan jika ada salah satu pihak yang menaru hati, atau sebaliknya pertemanan ini akan berakhir karena ke egoisan hati yang tak bisa dimengerti.

Ade_Irma_Suryani_5358 · Teen
Not enough ratings
25 Chs

Perkara foto

Dalam benak Varo, ia berpikir kalau Adela akan marah dan kesel atau setidaknya tidak mau bicara dengannya, prihal tadi, sebelum masuk kesini Adela tidak suka dengannya yang mengatakan bahwa Adela adalah seorang bocah. Tapi pada faktanya entah apa yang sudah menyihir wanita itu, kemarahan yang tadinya sudah di ubun-ubun seketika luluh karena pemandangan di depannya ini.

Room baal adalah tempat yang berhasil meluluhkan nya. Istana bola ini sangatlah megah, entah berapa ribu bola berukuran mini yang melimpah ruah di buat di semua ruang, sudut atau wadah dan entah berapa ratus bola berukuran besar di buat diantara bola-bola mini yang membuat setiap anak enggan untuk meninggalkan tempat ini, jangankan anak-anak, bahkan wanita berbaju hitam polos yang tapat di hadapan Varo sepertinya enggan meninggalkan tempat ini, lihatlah mereka bahkan sudah bermain sampai satu jam, tetapi keduanya belum merasa lelah, bahkan ia juga melupakan fakta, bahwa tadi ia mempermasalahkan penampilannya yang kurang cantik menurut nya sendiri.

Sekarang Varo merasa tidak salah dengan ucapannya tadi, kalau ia akan menjaga dua bocah, ternyata memang sangat-sangat benar, lihatlah wanita dewasa di sana dia seolah masi seperti wanita kecil yang menyukai permainan-permainan anak-anak. 

"Abanggggggg," Varo melihat ke arah sumber suara, Varo menaikkan sebelah alisnya pertanda ia sedang bicara, "ada apa?"

"Sini." Nina mengipaskan tangannya. Varo datang walaupun ia tidak tau tujuannya dia di suruh mendekat.

"A-apaapaan ini, Nina, Adel berhenti."

"Hahahahaha," kedua wanita itu tertawa dengan bangga, mereka berhasil mengerjai Varo dengan melempari lelaki itu dengan bola.

"Kalian iseng bangat sih!" Varo melemparkan bola kearah kedua wanita itu.

"Siapa suruh ngelamun aja dari tadi."

"Gue ngak ngelamun," elak Varo.

"Kalau ngak ngelamun, kenapa ngak dengar dari tadi di panggilin?" tanya Adela.

"Serah gue dong, mau dengar mau ngak, kan kuping kuping gue dan mulut, mulut gue."

Bandelnya kumat lagi.

"Serah deh serah, orang keras kepala memang susah di kasih tau." Mata Varo melotot mendengar penuturan Adela, sedangkan yang dipelototin hanya nyengir kuda tanpa rasa bersalah.

"Abang minta Hp dong," Nina menadahkan tangannya pada Varo.

"Untuk apa sih Na, anak kecil belum boleh main-main Hp, ngak baik!" Varo seolah menjadi seorang kakak dewasa yang memberikan edukasi pada sang adik, yang membuat hati orang lain akan menghangat.

"Isss, bukan mau main game Abanggg." Nina akan selalu di omelin Varo kalau ketahuan main game, atau menonton you tube tanpa sepengetahuan atau dampingan orang rumah." Nina minjem  HP tuh buat foto, tuh kayak orang-orang." Nina menunjuk beberapa orang yang sedang berfoto-foto ria di sekitarnya.

Tanpa penolakan lagi Varo memberikan ponselnya pada Nina, "Nih, foto-foto yang banyak kalau bisa sampe memori abang habis juga ngak papa," canda Varo, membuat dua wanita itu tertawa menawan.

"Kalau sampai memorinya full, aku ngak yakin kalau kakak sanggup nungguin sampai berjam-jam, karna aku yakin pasti ruang penyimpanan kakak masih buaaaaaanyak banget," ujar Adela dengan kalimat lebay.

Dan tentulah Adela berkata seperti itu karna itu adalah sebuah fakta, pasalnya merek HP Varo adalah smart phone golongan atas, yang berlogokan buah apel yang di gigit apalagi tipe smart phone nya itu adalah tipe tinggi di tambah isi dari smatr phone nya hanya sedikit saja.

"Yaudah kalau lama gue tinggal aja, kan gampang."

Astaga memanglah lelaki yang satu ini  Adela mati kutu di buatnya.

"Uda dong belantemnya kapan selfinya Nih," ucap Nina.

Keduanya pun langsung memperbaiki posenya.

Satu, dua, tiga, chis satu foto berhasil di ambil.

Nina tertawa "hahahahah", kak coba tengok abang wajahnya ke potong." Adela melihat dan tentunya ikut ketawa juga, Varo yang merasa dirinya jadi bahan tawaan juga melihat foto hasil jebretan Nina, tapi dirinya juga malah ikut tertawa, tapi bukan menertawakan dirinya.

"Hahahahahahaha, tuh lihat muka lo Del, kayak anak bebek kehilangan induknya, hahahahaahahha." Dan benar sekaki pose Adela tidak kalah memperihatinkan karna pose dirinya persis kayak orang linglung. Tapi bukan memperhatikan foto dirinya tadi, dia malah sibuk memperhatikan foto Varo yang tidak kalah menyedihkan.

"Kalau gitu, yang ngambil foto ya kakak aja, Nina masi kecil jadi ngak bisa ngambil fotonya dengan maksimal." Adela menatap Nina, "Na kalau abang yang fotoin gimana." Dan tentunya Nina sangat setuju.

Varo mulai mengambil foto. Beribu bola menjadi latar belakang dari foto mereka.

"Satu, dua, chis," Varo mengambil foto dari berbagai sudut, Varo mengambil 3 foto selfi dengan pose mereka yang berbeda.

"Wah, keren, foto-fotonya cantik," ucap Nina, yang paling antusias melihat hasil jepretan Varo.

Nina berjalan ke wanita di sebelah Adela.

"Kak," panggil Nina, "tolong fotoin kami ya kak." Adela terkejut dengan tingkah Nina yang seenaknya nyuruh orang buat jadi fotografer dadakan.

Ketika wanita yang di minta Nina sudah memegang HP yg di berikan Nina Adela merasa tidak enak hati, "Ngak, usah mbak, ngak usah repot-repot."

"Ngak papa mbak, ngak usah sungkan, udah biar saya Fotoin."

Ketiganya berfoto bersama, mereka duduk lesehan, dengan Nina yang berada di pangkuan Varo dan Adela yang berada di samping kanan Varo. Persis kayak foto keluarga.

"Wah, fotonya bagus sekali mbak," ucap wanita tadi dengan senyuman yang terpatri di bibirnya, sembari memberikan smart phone itu ke tangan Nina yang paling antusias untuk melihat hasilnya. "pasti keluarga bahagia, semoga sakinah mawadah warohma ya mbak."

Adela tercengang, teryata wanita dihadapannya ini sudah salah sangka kepada mereka.

"Ehhh, bukan mbak kami cuman tem__"

"Iya mbak, terimakasih banyak ya." Adela menatap Varo yang sembarangan memotong pembicaraannya.

"Iya, Mas sama-sama, istrinya cantik, anaknya juga di jagain ya nanti banyak yang lirik," ucap wanita itu di selingi dengan kekehan.

Entah apa yang dimaksud wanita itu Adela tidak tau, siapa yang dilirik dan yang melirik, Adela tak tau, tapi ia hanya heran kenapa Varo hanya tersenyum saja tak mengklarifikasi kesalah pahaman itu.

Setelah wanita itu berlalu barulah Adela buka suara lagi. "Kok kakak ngak bilang sih sama, mbak yang tadi kita itu bukan keluarga, kita itu cuman teman, kan dia jadi salah paham!"

"Terus masalahnya apa?" tanya Varo, dengan senyuman tipis di bibirnya, jahilnya bakal kumat lagi.

"Masalahnya itu, mbak yang tadi salah paham kakkkkkkkk." Lihatlah wanita itu gregetan pada nya.

"Kalau masalahnya itu kenapa ngak lo kelarifikasih aja tadi." Astaga, gimana dirinya bisa jelasin, kalau Varo tadi motong perbincangannya. Adela hanya menatap Varo dengan kesel, buku-buku tangan yang sudah terkepal sempurna, ingin rasanya menonjok wajah menyebalkan itu sampai bonyok.

Adela menghembuskan nafas dengan kasar, "tau ahhh, bodo." Dan Adela pergi membawa Nina keluar, meninggalkan Varo yang sudah tertawa terpingkal-pingkal.

"Hey, girls wait me!" teriak Varo tak tau malu.