webnovel

Dibalik Kata Teman

Kata teman menjadi awal dari kisah ini, rasa nyaman hadir diantara pertemanan, seolah memberi harapan tapi sangat sukar dijangkau karna adanya batasan. Berteman dekat dengan lawan jenis tidaklah masalah, tapi perasaan kerap menjadi korban untuk tidak egois. Berusaha mengalah dengan ego sendiri agar tetap bisa selalu bersama tanpa ada penghalang. Tapi sejauh apapun kita berusaha, pasti ada kata lelah dan ingin mengungkapkan. "Lo pikir ada, laki-laki sama perempuan, murni berteman dekat tanpa ada rasa suka? ngak bakalan ada Del. Karna salah satu akan ada rasa suka, dan itu adalah Gue!" ~Alvaro Pramugraha "Bukan tak peka dan tak mengerti, hanya saja tak ingin salah dalam menafsirkan arti rasa, karna rasa yang ada dalam dirimu dan diriku adalah milik -Nya." ~Adela Magfira Rasa cinta hadir karna adanya rasa nyaman, rasa tak ingin kehilangan pun membuat diri tak ingin berjauhan. Tapi bagaimana cara mengatasi rasa cinta yang terlanjur hadir diantara pertemanan. Ingin mengungkapkan tapi tak mau ada kata penolakan. Akankah kisah pertemanan ini bisa terus berjalan jika ada salah satu pihak yang menaru hati, atau sebaliknya pertemanan ini akan berakhir karena ke egoisan hati yang tak bisa dimengerti.

Ade_Irma_Suryani_5358 · Teen
Not enough ratings
25 Chs

Mengejutkan

"Lepasin dia." Titah seseorang dari arah pintu.

Putra masuk, menghampiri keduanya. "Lepasin Dewi," titahnya. Alex melepaskan cengkraman nya dari Dewi.

Alex berbalik menghadap Putra. "Lo ngapain ikut-ikutan, ini urusan gue sama Dewi."

"Maaf, kalau gue ganggu, tapi lo ngak lihat apa kalau dia mau keluar dan lo nahan dia?" ucap Putra. "Ayo Wi kita keluar!" Dewi menurut. Lalu berjalan ke arah nya.

"Dewi, urusan kita belum kelar." ucap Alex pada Dewi seraya keluar dari ruangan itu mendahului Dewi. Alex menabrakkan dadanya ke dada Putra ketika berpapasan. Sontak membuat Putra sedikit mundur kebelakang karena hantaman keras yang ia buat.

"Kakak ngak papa?" tanya Dewi.

"Gue, ngak papa. Lo ngak papa juga kan?" Dewi tersenyum merasa mendapat perhatian manis dari Putra.

"Gue ngak papa kak."

"Lagian lo ngapain di sini? Kan acara seminar udah kelar? Untung tadi gue kesini jadi lo bisa bebas dari cowok tadi!" Putra memang tidak mengenal Alex, sebab Alex beda jurusan dengan mereka.

"Oh iya, itu tadi gue lagi cari kakak!"

"Gue?" Tunjuk Putra pada diri sendiri.

"Iya," Dewi merogoh slingbag cantik miliknya, kemudian mengeluarkan kotak kecil yang ada dalam tasnya. "Ini untuk kakak, isinya ngak seberapasih, tapi gue ngasihnya tulus sama kakak," ucap Dewi diiringi dengan senyuman.

Isinya memang ngak seberapa tapi harganya yang seberapa! Dewi memang anak dari golongan atas, jadi agak loyal gitu, ngak ngira-ngira banget kalau mau beli sesuatu.

"Wah, makasih ya udah buat repot. Padahal kalian datang aja ke acara seminar gue, gue udah senang."

Apa kata Putra! Repot? Dewi mah ngak bakalan repot kalau untuk Putra, yang buat Dewi repot itu kalau Putra sampe ngak terima hadiah dari nya, bukan apa, soalnya kemarin dia udah nyeret Adela buat nemenin dia nge-mall hanya untuk cari kado yang layak untuk Putra. Bodo amat Adela sampe menceramai dan memarahinya karna sudah mulai menjalin kasmara pada laki-laki lain, toh Dewi ngak peduli. Dia lagi berusaha move on dari Alex, dengan cara seperti ini pasti akan lebih muda, dan Putra adalah laki-laki yang baik makanya Dewi tancap gas buat pdkt.

Haduhhh, cara Dewi jangan ditiru ya, soalnya nanti pasti bikin sakit hati lagi.

Ati-ati loh mbak Dewi!

******

Varo menghela napas berat, ada apa dengan dia, kenapa yang dipikirannya sekarang hanya ada Adela dan Adela, tak bisa kah ia mengenyahkan pikiran ini. Sungguh Varo kesel sendiri dia selalu mengingat senyum, tawa, tutur kata bahkan perhatian kecil Adela padanya, apa benar ia sudah ada rasa lebih pada Adela atau hanya obsesi saja. Entah lah Varo juga tak mengerti dengan dirinya sendiri, tapi yang jelas kini Varo kesel sendiri ketika mengingat pernyataan Adela yang menganggap dia hanya "Sebagai teman".

"Ahhhhh" Varo menjambak rambutnya sendiri, layaknya orang yang prustasi.

Ting

Terdengar suara notifikasi dari smatrphone nya. Varo membuka notifikasi tersebut.

Perjaka ganteng chek

Danu: malam minggu nih! ngak ada niat jalan apa bro?

Odit: jalan sama siapa? Pacar aja lo ngk punya!😑

Danu: emang jalan harus sama pacar? Apa gunanya lo jadi kawan?😡

Putra: gimana kalau kita nongkrong di tempat biasa aja.

Odit: setuju

Danu : se7

Anda : gue ngikut

Mungkin nongkrong dengan 3 orang ini, lebih mengasik kan dari pada sendiri dengan pemikiran gabut ini. Setidaknya itulah menurut Varo.

Varo menuju lantai bawah apartemen untuk segera mengambil mobil di garasi.

Kini Varo sudah mengemudikan mobil dengan santai sembari menikmati pemandangan malam yang tak kala ramai seperti pagi, siang maupun sore hari. Orang-orang hilir mudik silih berganti, ada yang mau pulang kerumah,ada yang ingin pergi sama sepertinya untuk sekedar buang suntuk, bahkan ada yang sekedar jalan-jalan malam sambil bergandengan tangan dengan kekasih hati maklumlah ini malam weekend jadi bayak muda mudi yang berkencan ria tak memikirkan dampak dosa dari perbuatannya, jiwa muda mendorong bayak pemuda untuk menghabiskan waktu sesuka hatinya, masa yang masih labil membuatnya terkadang berpikir masa ini hanya untuk senang-senang saja toh!

Tapi tak semua pemuda berpikir seperti itu, karna pada kenyataannya masi banyak muda mudi yang menghabiskan waktunya untuk menata hidup yang lebih baik lagi, ada yang selalu belajar untuk meraih cita-cita, ada yang berusaha memperbaiki kualitas iman dengan sering berguru ke majelis ilmu, bahkan ada yang sempat mencari guru privat untuk memperbaiki kualitas diri secara lahir maupun batin.

Tiiiiinnnnnn

Hampir saja Varo menabrak orang yang tiba-tiba berlari ke arah mobilnya jika ia tak menginjak rem mobil sekuat tenaga. Iya benar orang yang hampir ia tabrak bukan karna orang itu nyebrang sembarangan melainkan berlari kearah mobilnya.

Varo membuka pintu mobil untuk melihat orang yang hampir menjadi korbanya.

"Tolong gue!"

Kening Varo berkerut, ia belum sempat angkat bicara, tapi orang ini malah minta tolong duluan. Varo tak mengenal orang yang di depannya, karna orang tersebut sibuk melihat arah belakang. Entah apa yang ia lihat, yang jelas orang itu sangat cemas, terlihat dari gestur tubuhnya.

"Tolong gue, cepet!" Ucapnya lagi seraya menatap Varo penuh harap.

Varo terlonjak kaget! Orang yang hampir ia tabrak dan meminta tolong padanya adalah Riky.

"Riky! Jadi loh yang hampir buat gue kena masalah, kalau gue sempat nabrak lo!" Varo berkacak pinggang melihat Riky, yang entah berapa kali membuatnya geram.

"Gue, ngak punya banyak waktu, cepet tolong gue!" titah Riky, seraya berjalan memasuki mobil Varo. Dia duduk di kursi samping kemudi.

Varo masih bingung dengan hal ini, tapi sejauh mata memandang, dia melihat ada beberapa laki-laki berbaju hitam yang berlari ke arah nya. Tanpa menunggu lama Varo segera masuk ke dalam mobil, dan tancap gas. Tanpa bertanya pada Riky dia sudah tau jawabannya, bahwa sekarang pasti Riky adalah orang yang dikejar beberapa orang tadi.

Varo memutar arah mobilnya, untungnya mobilnya tepat berada di persimpangan jadi mudah untuk berputar arah, Varo tak jadi ke kafe untuk nongkrong bersama geng, ia memilih untuk membawa Riky ke apartemennya sepertinya lelaki itu baru saja buku hantam dengan orang tadi, terlihat bagai mana bekas dara bisa berjejak di sudut bibirnya dan luka lebam di area wajahnya.

Riky masi setia menutup matanya, ia tau orang yang disampingnya adalah orang baik dan takkan berbuat macam-macam padanya, hanya saja sepertinya dia akan di introgasi nantinya.

"Makasih," ucap Riky.

Varo melirik Riky sekilas. "Gue ngak butuh kata makasih lo! Lo udah ngerepotin gue, lo harus bayar semuanya nanti setelah luka lo di obati."

Riky tertawa mendengar ucapan Varo barusan.

"Gue ngak lagi ngelawak, ngapain lo ketawa?"

"Gue, tau lo orang kaya, harus banget ya gue bayar." Riky kembali tertawa seraya menatap Varo geli.

"Emang lo pikir gue mau nerima uang lo! Duit gue cukup banyak jadi lo simpan aja uang lo, untuk biaya hidup." Sombong Varo dengan senyum smirk andalannya.

Kini kening Riky yang terlihat bertautan pertanda kalau dia sedang bingung. "Jadi kalau bukan dengan uang, lo mau gue bayar pake apa, pake ginjal?"

Varo tersenyum mendengar pertanyaan Riky. "Sekarang lo diem aja nanti kalau lo udah bersihin luka bonyok lo itu baru gue kasih tau!"

Baiklah sepertinya memang Riky lebih baik diam, dan tentunya Riky memiliki firasat yang kurang baik dengan pernyataan Varo tadi.

Eitt dah sebentar, sepertinya ada yang salah dengan Riky kenapa dia menggunakan kata lo gue pada Varo, padahal jelas-jelas Riky adalah adik kelas Varo, tidak sopan sekali ternyata.

"Heh! Lo kok ngak ada sopan-sopannya sih sama kating!" ucap Varo. Kating adalah singkatan dari kakak tingkat.

"Maksud lo?" Tuhkan ketara banget Riky ngak ada sopannya.

Varo mendengus. "Gue itu kakak tingkat lo, semester kita beda, masa loh manggil LO ke gue! Kan ngak sopan."

"Terus masalah nya apa? Suka-suka gue dong mau sopan mau kagak."

"Woy gila, bisa remnya ngak mendadak ngak sih kening gue sakit, untungnya gue masih bisa nahan." Riky menatap garang pada Varo. Pasalnya Varo rem mendadak membuat kening Riky terbentur untungnya dia pakai sabuk pengaman jadi posisinya masih aman.

Varo menatap Riky tidak kalah garang. "Mau lo kebentur, mau kagak! Emang siapa yang peduli! Untung lo dalam keadaan sekarat kalau ngak gue udah turunin lo dari mobil gue."

Oke untuk sekarang Riky sebaiknya diam aja, dan tak banyak tingkah dari pada dia harus di turunkan ditengah jalan dalam keadaan babak belur seperti ini.