webnovel

Vicious Circle

Terkadang beberapa rasa penasaran yang berlebihan akan membawamu pada sesuatu yang mengerikan. Ada hal dimuka bumi ini yang jika kalian tidak mengetahuinya, maka itu akan lebih baik untuk diri kalian. Kamu hanya perlu tidak memperdulikannya, bahkan ketika semua orang disekitarmu tidak bisa kamu percayai. Hal yang paling Gloria sesali adalah saat dimana rasa penasarannya mengungkap sesuatu yang bahkan ia sendiri sulit menghadapinya. Kejadian-kejadian layaknya potongan puzzle yang selalu berdatangan bagai misteri yang harus dipecahkan bersama saudara kembarnya Giovani. Teror dimana orang-orang terus menerus dibunuh tanpa alasan yang jelas dan pembunuh itu masih berkeliaran dengan ganas. Setiap malam, mungkin saja kalian adalah korban selanjutnya. Ingat, jangan pernah percaya pada siapapun! "Harusnya, aku tak pernah melakukan ini." "Terlambat untuk menyesali, ayo bermain." "Jangan takut Glo! Ada aku!" "Jangan lari, kemanapun kalian pergi aku akan menemukan kalian!" "Gio ada sesuatu dibawah ranjangku." Jika berkesan tolong masukkan ke collection kalian yaa.

swcctlullabiech · Horror
Not enough ratings
23 Chs

Aneh!

Seusai sekolah, para murid beramai-ramai pergi meninggalkan sekolah walaupun sebagian masih ada yang tetap tinggal dan melakukan urusan mereka. Berbeda dengan sepasang kembar Gio dan Glo ini, mereka memilih pulang kerumah dan beristirahat. Seharian di sekolah cukup memakan tenaga dan pikiran mereka, selain itu Giovani juga memiliki janji dengan teman-temannya tentu saja janji yang dibuat secara sepihak itu. Gio mengendarai mobil secara pelan, tangannya masih terbungkus perban namun ia masih bisa mengemudi secara perlahan. Perjalanan mereka berdua menuju rumah terlalu sunyi dan tentu saja Gloria sangat tidak terbiasa dengan kesunyian ini. Dia merasa seperti di pemakaman jika terus-menerus seperti ini. Berbeda dengan Giovani yang nampak menikmatinya, Gloria bahkan merasa tercekik akan kehampaan ini. Ayolah Glo, kau hanya tak bisa berdiam diri saja bahkan untuk sesaat.

"Ugh, hentikan ini, aku hampir gilaa," ucap Gloria jengah.

Giovani tak menyahut, ia hanya melirik adiknya sekilas kemudian kembali fokus pada kemudi. Mata Gloria mengamati kedepan, dimana mereka melewati jalanan kota yang ramai dengan pengemudi lalu lintas lainnya. Tangannya bergerak menyalakan radio yang ada di mobil, berniat untuk mencari siaran musik pop yang sering didengar oleh anak remaja seusianya namun jarinya terhenti ketika mendengan seorang penyiar membawakan sebuah berita kematian.

'Mayat seorang gadis kembali ditemukan di sebuah taman, kali ini si pembunuh meninggalkan mayat ini dengan keadaan tubuh terpisah dan otak yang tercecer. Sebagian dari otak ditemukan menjadi makanan dari kucing liar yang ada di taman tersebut.'

'Sepasang tangan dari gadis tersebut juga terpotong dan tidak ditemukan oleh polisi yang bertugas. Teror ini semakin mengerikan setiap harinya kepada masyarakat terutama anak remaja diharapkan lebih berhati-hati lagi,' ucap si pembawa acara sebelum acara tersebut digantikan dengan acara musik yang dicari oleh Gloria.

Gloria menutup mulutnya, ia merasa prihatin dengan apa yang terjadi belakangan ini. Gadis yang malang itu harus menjadi korban dari pembunuhan sekeji itu, "Gio kau dengar, aku merasa ini sudah tidak bisa dibiarkan kita harus menyelidiki ini."

"Apa kau gila? Kemarin kau histeris karena melihat hantu, sekarang kau berpikir untuk melawan seorang pembunuh? Ingat Glowie pembunuh itu manusia," ucap Giovani.

"Bagaimana kalau itu bukan manusia, bagaimana kalau sebenarnya itu makhluk menyeramkan. Bisa saja itu monster Gio," balas Gloria.

"Apa maksudmu dengan monster? Bagaimana bisa itu adalah sebuah monster?"

"Pembunuhan itu selalu terjadi di malam hari, terlebih korbannya adalah remaja-remaja seusia kita. Kalau itu bukan monster cabul yang memiliki hasrat pada remaja, memangnya apa?" ucap Gloria meninggikan suara.

Giovani menarik nafas lelah, "Tenang Glowie, darimana kau menyimpulkan hal itu?"

"Dari buku-buku komik yang ku baca tentu saja, bagaimana kalau itu dr. Octopus atau Wolfman yang berusaha menghancurkan umat manusia Gio?"

Giovani mendelik kesal, ia tak percaya dasar dari semua pendapat Gloria adalah buku-buku komik sialan miliknya itu. Rasanya Giovani perlu membenturkan kepalanya ke setir mobil ini karna begitu sulit memahami isi kepala adiknya itu, terlebih Gloria adalah wanita yang berarti sangat sulit dimengerti. Wanita memang selalu merepotkan karena itu Giovani enggan berurusan dengan makhluk menyebalkan seperti wanita. Setidaknya hanya dua orang, Hillary dan Gloria.

"Ingatkan aku membakar komik-komik itu ketika kita sudah pulang nanti," ucap Giovani.

"Apa?!"

Sepasang kembar pengantin itu sudah sampai dirumah keluarga Wang setelah melewati jalan panjang dengan persetruan didalamnya. Di halaman sudah terparkir mobil milik Dave dan sebuah mobil yang tidak mereka kenali. Mereka berdua masuk kedalam dan mendapati David dan Matt sudah lebih dulu memainkan vidio game milik Giovani, Jangan lupakan Nielle yang sedari tadi memperhatikan dengan seksama.

"Oh hai sayang, kalian sudah pulang? Ganti baju dan segera temani teman-temanmu bermain Gio. Kasian mereka sudah menunggu kalian terlalu lama," ucap Hillary membawa minuman dan beberapa makanan ringan setelah itu ia kembali ke ruang kerjanya.

"Mom, seharusnya kau tidak mudah membiarkan para pencundang ini masuk," ucap Giovani kemudian berjalan ke kamarnya untuk berganti pakaian.

"Aku tidak tahu kau berteman dengan Gio, Nielle," ucap Gloria.

"Matt mengajakku bermain bersama tadi," balas Nielle yang kemudian diangguki oleh Gloria. Gloria melangkahkan kakinya menuju kamarnya, gadis muda ini juga perlu beristirahatkan.

Giovani kembali dengan pakaian santainya. Ia lebih memilih duduk di samping Nielle dan melihat kedua temannya itu bemain game miliknya.

"Kalau diperhatikan kau sangat mirip dengan Gloria," ucap Nielle membuka pembicaraan.

"Kami kembar kalau kau lupa," balas Gio sambil memakan makanan ringan yang diberikan Hillary.

Nielle terkekeh, "Maafkan aku, aku hampir melupakan fakta itu."

"Ah sial, raja goblin ini benar-benar sulit dikalahkan. Gio bagaimana kau mengalahkan level ini?" tanya Matt.

"Kau serang saja perutnya, seperti itu terus menerus secara 8 kali tapi jangan lupa untuk menghindari serangannya. Jika kau terkena serangannya kau tidak akan bisa bertahan hingga tusukan kedelapan," jelas Giovani.

"Sangat sulit untuk menghindari serangannya," balas David.

"Bagaimana kalau kau serang titik vitalnya? Tusuk jantungnya, kau hanya perlu menikamnya," ucap Nielle.

"Benar, aku hanya perlu menikamnya sekali maka ia akan matikan," balas Matt.

"Tentu, tapi jika aku jadi kau aku akan menusuknya berkali-kali," balas Nielle.

"Lalu menarik otaknya dan memberikannya pada seekor anjing," ucap Giovani sambil memainkan ponselnya.

"Aku lebih suka memberikannya pada kucing, mereka terlihat menggemaskan daripada anjing," balas Nielle menatap Gio yang sedikit menegang tapi dia bisa menyembunyikan ekspresinya.

Giovani menatap Nielle datar, "Maksudmu?"

"Lupakan, boleh aku pergi ke kamar mandi? Aku sudah menahannya sejak tadi," ucap Nielle.

Giovani hanya diam sebelum akhirnya mengiyakan, "Kau bisa terus dan ada sebuah ruangan dengan tulisan toilet."

"Terima kasih," ucap Nielle kemudian beranjak pergi.

Giovani kembali memainkan ponselnya, ia terlihat sedang melihat-lihat beranda sosial medianya tapi kemudian pikirannya teralihkan akan satu hal. Sepertinya ada yang janggal dengan ucapan Nielle barusan. Giovani merasa itu tidak wajar, tentu saja bukankah kalimat yang diucapkan Nielle persis seperti kejadian-kejadian yang disampaikan penyiar radio tadi siang? Giovani menghentikan kegiatannya bermain ponsel dan mulai asik dengan pikirannya sendiri, hingga bunyi dari majalah yang jatuh dari atas meja menyadarkannya. Tidak ada yang menyadari itu selain Giovani, kedua temannya sedang asik bermain game. Disana berdiri Lucius sambil bersedekap dada dan menatap ke arah Giovani datar. Giovani menatap Lucius dengan wajah bertanya-tanya.

"Kau lengah," ucap Lucius kemudian perlahan menghilang.

Mata Giovani membelalak saat ia menyadari sesuatu, kakinya dengan cepat menuju kamar Gloria. Dia sudah merasa tak nyaman saat melihat aura merah yang menyelimuti Nielle, dan jika dugaannya benar pasti Nielle lah dalang dari teror pembunuhan yang terjadi di kota belakangan ini. Semuanya akan menjadi lebih buruk ketika Nielle berusaha untuk mengencani Gloria, pria gila itu berusaha untuk mengencani adiknya yang benar saja. Sesampai di depan kamar Gloria tangannya bergerak meraih gagang pintu dan membukanya dan ternyata tak ada siapapun disana kecuali Gloria yang tertidur di atas ranjang. Giovani mendekat, membelai pelan surai adik semata wayangnya itu. Apa yang ia pikirkan, Gloria pasti kelelahan dan tertidur, sepertinya dia salah sangka pada Nielle.

Giovani menutup pintu kamar itu rapat, dan berjalan kembali ke tempat dimana teman-temannya berada. Sayangnya ia dikejutkan dengan kemunculan Nielle secara tiba-tiba dibelakangnya.

"Maaf, sepertinya aku membuatmu terkejut," ucap Nielle dengan penyesalan.

Giovani tak membalas dan lebih memilih melanjutkan langkahnya ke arah ruang tv tentunya dengan diikuti Nielle dibelakangnya. Waktu berlalu, kunjungan teman-temannya itu berakhir ketika David mendapatkan telpon dari ibunya yang mengharuskan ia untuk pulang diikuti oleh Matt dan Nielle secara bersamaan. Matahari juga sudah tenggelam sepenuhnya, Giovani berjalan santai menuju meja makan. Sekarang memang hampir memasuki waktu makan malam, dan mungkin ia bisa membantu Hillary menyiapkan makan malam.

"Mom, ada yang bisa ku bantu?" tanya Giovani.

"Tak perlu sayang, semuanya sudah hampir selesai. Bisa bantu mom panggilkan adikmu? Jangan sampai dia melewatkan makan malamnya," pinta Hillary.

"Anak itu mungkin masih tertidur pulas dikamarnya," balas Giovani.

"Tolong bangunkan dia ya. Sebentar lagi Dad pulang, ayok kita harus makan bersam-sama."

Giovani melangkah menuju kamar Gloria, memasuki kamar yang sudah adiknya huni sejak kecil itu.

"Glo bangun, waktunya makan malam," ucap Giovani sambil menggoyangkan tubuh Gloria.

"Emm, lima menit lagi Gio. Aku sangat mengantuk," ucap Gloria sambil memunggungi Giovani.

"Tidak, mom bilang jangan melewatkan makan malam. Ayok cepat bangun," ucap Giovani sambil mencubiti pipi adiknya itu.

"Aw, aw, aw Gio kau mau membunuhku. Baiklah-Baiklah aku bangun," ucap Gloria kemudian memposisikan diri dalam keadaan duduk.

"Kau tak akan mati dengan sebuah cubitan."

"Tapi ini disisi kiri dan kanan pipiku, jadinya dua buah cubitan," jelas Gloria.

"Baiklah, dua buah cubitan."

"Ugh menyebalkan," Gloria diam dan berpikir sejenak "Hey, apa kau yang memindahkan aku ke kasur? Seingatku aku tertidur di ayunan taman tadi."

Giovani diam, "Kau sudah ada di kasur sejak aku masuk ke kamarmu tadi sore."

"Tapi aku memang di taman belakang rumah kita tadi sore," balas Gloria.

Giovani kembali diam, dia merasa aneh sekarang karena memang bukan dia yang memindahkan Gloria. Bukan sekali-duakali Gloria tertidur sembarangan, tapi seingat Giovani Gloria sudah dikamar ini saat dia khawatir tentang Nielle. Tunggu dulu, Nielle.

Apa Nielle yang memindahkan Gloria? Apa saat Giovani memasuki kamar Gloria Nielle bersembunyi dikamarnya, mengingat ada pintu yang menghubungkan 2 ruangan ini? Kalau memang Nielle yang melakukannya berarti dia menelusuri rumah ini, dia tidak ke toilet. Giovani menghela nafas lelah, dia terlalu paranoid sekarang. Berpikir jernih Gio, mungkin dia tersesat dan menemukan Gloria di taman lalu dengan baik hati berusaha memindahkannya. Bisa saja dia takut Gio salah paham dan bersembunyi di kamar Giovani. Walaupun sudah berpikir sepositif mungkin tapi masih ada satu hal yang mengusik pikiran Giovani-

"Kalau memang bukan kau yang memindahkan aku, lalu siapa?"

-bagaimana Nielle tahu kamar Gloria?