webnovel

Chapter 8

Tulip terbangun dari tidurnya. Bergerak pelan di atas tumpukkan jerami alas tidurnya dalam penjara.

Tulip merenggangkan tubuhnya. Rasa sakit itu hilang begitu saja. Bahkan luka dilehernyapun sudah hilang. Padahal semalam ia pikir takan pernah bangun lagi. Entah siapa yang menyembukannya, ia hanya berpikir orang itu baik.

Pintu penjara dibuka. Heros masuk dengan pandangan kahwatir.

"Kau tak apa-apa?"

Tulip menatap kesal Heros. Ia benar-benar kecewa, bahkan tak ingin melihat pria pembohong ini.

"Maafkan aku, kau lihat mataku." Heros menunjukkan kantung matanya.

"Aku tak tidur karena merasa bersalah padamu."

Tulip masih diam, ia memilih untuk tidak berbicara. Ia takan mempercayai siapapun.

"Ibuku melarangku untuk membelahmu. Kau tau, aku dikurung dengan sihirnya."

Tulip menatap wajah penuh serius Heros. Lalu hembusan nafas terdengar kasar.

"Aku sudah tak apa!"

Tulip masih terus memikirkan siapa yang melakukan sihir itu. Malam itu ia seperti tidur dalam pelukkan seseorang.

"Ayo keluar dari sini, kau dibebaskan. Penjahat yang sebenarnya sudah ditangkap."

"Bagaimana keadaan Puteri Ariela?"

Tulip menatap penuh ke arah pangeran Heros. Terdengar hembusan nafas kasar.

"Racun itu tak bisa keluar sepenuhnya. Bahkan pangeran Draco sudah mengerahkan sebagian darahnya sebagai obat, hanya saja racun itu terlalu kuat. Bahkan Rajapun tak bisa menyembuhkan."

Tulip meremas dua tangannya. Jika saja panah itu tak meleset. Jika saja ia tidak bersemangat untuk memanah dengan kemampuannya yang kosong.

Tulip menggosok wajahnya frustasi.

"Kau harus menyembuhkan luka-"

"Lukamu hilang dengan cepat?"

Heros bahkan membolak-balik tubuh Tulip dengan tidak percaya. Ia tahunya Tulip adalah gadis pelayan dari istana Wizard. Walaupun para pelayan masih keturunan makhluk imortal tapi kekuatan mereka tak seberapa. Bahkan untuk meregenerasi luka ditubuhpun membutuhkan waktu yang lama. Tapi yang dilihatnya sekarang, perempuan ini sudah sembuh.

"Kau memang gadis pilihan itu."

Tulip jalan bersama Heros menuju kamarnya. Diantara semua semua orang hanya Heros yang datang melihatnya. Bahkan Draco tak datang melihatnya. Pria itu hampir membunuhnya. Tulip menggeleng kepalanya, mengusir pemikirannya. Ia bahkan tak ingin melihat Draco.

"Apa kau bisa menceritakan, maksud dari gadis pilihan itu?"

Tulip pikir Heros akan memberi jawaban yang tepat.

"Yang ku tahu, jika pangeran yang dilahirkan dengan darah Demons ditubuhnya, akan memiliki mate seorang gadis pilihan. Itu yang diramalkan. Dan kau gadis itu."

Tulip rasa itu bukan jawaban yang tepat. Tapi ia tak mungkin jujur jika ia adalah manusia bumi yang nyasar ke dunia ini.

"Apa kau pernah dengar manusia?" Tulip hanya iseng saja bertanya.

Heros berhenti melangkah. Wajahnya terlihat serius.

"Aku pernah membaca buku tentang manusia. Buku kuno itu sudah beribu-ribu tahun yang lalu. Kupikir hanya sebuah mitos."

"Benarkah? Di mana buku itu? Aku ingin melihatnya." Tulip begitu kegirangan. Ia seperti menadapat setitik cahaya. Jika Moirai itu tak bisa mengatakan, maka ia yang harus segera bertindak.

"Aku lupa di mana. Mungkin perpustakaan umum di sitana."

"Ayo kita mencarinya!" Tulip ingin menarik Heros pergi. Tapi langkah kakinya dihentikan suara seorang pria.

"Apa kau begitu bahagia setelah memanah seseorang?"

Tulip menelan ludahnya kasar. Suara Draco begitu dingin dan matanya seperti pedang yang menusuk-nusuk tubuhnya. Karena Heros mengatakan buku kuno itu, ia sampai lupa harus melihat Ariela.

"Kakak, bukankah tubuhmu masih butuh istirahat? Semalam bukankah kau merawat Ariela?"

Tulip memasang wajah kesal. Dengan terang-terangan pria ini bahkan menunjukkan ketertarikannya dengan puteri Ariela. Ia bahkan hampir membunuhnya kemarin.

Tulip memilih pergi dari situ. Ia sedang tak ingin bertemu atau berbicara dengan Draco.

"Kau harus bersiap untuk mala mini."

Tulip menghentikan langkahnya. Lalu malanjutkan perjalanannya. Ia tak mengerti dan tak mau tahu maksud dari Draco.

*

Istana Alceena terlihat begitu sibuk. Para dayang berlarian menuju aulla istana. Para pengawal terlihat menjaga dengan ketat, memeriksa setiap sisi.

Tulip uring-uringan di atas tempat tidurnya. Ini lebih gila dari yang ia pikirkan. Mereka memang makhluk gila. Kemarin memperlakukannya layaknya seekor hewan yang siap disembelih. Lalu sekarang tanpa ia ketahui, mereka akan mengadakan pesta pernikahan. Bahkan semua gaun dan aksesoris lainya sudah tersedia di kamarnya.

"Agacia, apa yang sedang kau lakukan?"

Tirani masuk dengan senyum di wajahnya. Tulip segera bangkit berdiri.

"Bantu aku melarikan diri." Ia takan mau menikah dengan Draco.

Tirani tersenyum lembut, ia melepaskan dua tangan Tulip dari tangannya.

"Kau harus menikah dengannya. Jangan membantah, jangan memperlakukan ayahku yang merawatmu."

"Tapi kau lihat sendiri, kemarin aku hampir saja mati dicekik Draco."

Tulip merasa putus asa. Tirani bahkan tak bisa menolongnya.

"Aku tak bisa membantumu, istana ini dikelilingi sihir yang kuat. Bahkan jika kau melarikan diri, kau akan tetap ditemukan."

Tulip menatap ke segala penjuru dari balkon kamarnya. Ia ingin pulang. Mimpi ini begitu buruk. Mengapa harus dirinya?

Tulip tersadar dari lamunannya, ia harus mencari buku yang pangeran Heros maksud. Buku kuno berjuta-juta tahun yang lalu.Tapi ia dilarang keluar sampai waktu pernikahan.

*

Gaun berwarna keemasan melekat indah ditubuh Tulip. Kepalanya dihiasi mahkota emas bertabur berlian. Ia benar-benar akan menikah. Para fairy kecil bahkan bertebrangan mengitarinya. Bunga-bunga yang bersinar indah ditaburi.

Tulip melangkah kakinya menuju altar depan yang sudah dihiasi dengan indah, dan meja persembahan. Senyum palsupun bahkan tak sanggup ia tebarkan. Ini namanya pernikahan paksaan.

Heros bahkan tak berkedip menatap Tulip. Wajah yang tak pernah dandan itu terlihat cantik hari ini.

Draco menatap wajah Tulip yang bersinar dikelilingi para fairy kecil yang menaburi bunga. Pernikahan mendadak ini tak dihadiri banyak orang. Hanya keluarga kerajaan dari semua kerajaan imortal yang hadir.

Tulip membuang nafas berat, hidup indahnya mungkin menjadi gelap sebentar lagi.

"Ikatlah janji pernikahan kalian, dengan menyatuhkan darah dimangkuk ini."

Tulip menutup matanya saat dengan mudahnya Draco memotong telapak tangannya. Darah mengalir dari tangan yang ia kepalkan.

Tulip rasa semua ini sangat gila. Jari teriris pisau saja ia rasa menakutkan, apalagi ini.

Tanpa menunggu lama, Draco langsung menarik tangan dan memotong telapak tangan Tulip begitu saja. Tentu Tulip memekik kesakitan. Darah mengalir dari telapak tangannya.

Ketika darah keduanya bercampur, cahaya biru dari kalung Tulip tersedot.

Kalung berwarna biru di leher Tulip menghilang begitu saja. Bau harum dara Tulip masuk dalam penciuman semua orang yang ada di situ.

Bahkan Draco sendiri tak tahan. Wangi tubuh Tulip sangat memabukkan.

"Bau darahnya sangat harum." Terdengar bisik-bisik.

"Dia bisa mengundang para monster di luar sana datang." Suara Raja Vampir terdengar mengingatkan raja.

Pangeran Luis dan raja Wizard saling pandang. Tirani bahkan lebih terkejut.

Seisi ruangan terkejut saat dengan cepat Draco menggigit leher Tulip. Teriakkan Tulip nyaring mengisi ruangan. Dua taring tajam itu masuk dan mengisap darahnya. Draco melepaskan gigitannya. Tato bunga keemasan terbentuk, lalu menghilang. Lalu bau tubuh itu menghilang, digantikan dengan bauh tubuh Draco.

"Kau milikku."

Kesadaran Tulip menghilang. Draco menatap ayahnya. Sebentar lagi akan ada pertempuran.