webnovel

Chapter 3

"Aku ingin wangi bunga lavender."

Cairan dan bunga-bunga lavender dimasukkan ke dalam bak mandi.

"Aku ingin memakai gaun berwarna biru laut, bukan biru tua."

Meletakkan kembali gaun biru tua lalu mengambil yang biru muda.

"Pewarna bibirku harus yang alami, Aku ingin warnanya seperti buah cery."

"Ambilkan sepatu berwarna perak dikelilingin berlian."

"Sepatuku yang itu telah kecil, sumbangkan ke rumah balai."

Tulip berharap kalimat itu dari mulutnya, menjadi nyonya yang suka memerintah. Malangnya ia yang harus menjadi pelayan. Nasib sial memang selalu datang. Sejak tadi ia terus berlari memenuhi perintah dari Tirani. Tak menyangka jika Tirani punya sikap menyebalkan.

Perempuan ini manja dan suka memerintah, walaupun terlihat baik. Ia tak menyangka bisa melihat langsung bagaimana kemewahan seorang puteri. Bahkan sepatu saja dihiasi berlian. Apa kabar dengan sepatu hitam murahnya?

Tulip menenteng sepatu biru dengan sulaman bunga mawar, begitu indah menelusuri lorong istana. Tapi sayang kekecilan.

Langkah kecil Tulip berhenti. Bunga-bunga di sekitarnya mekar mengeluarkan cahaya putih. Bahkan kupu-kupu perlahan mendekat. Matanya menatap sosok pria yang tidak jauh darinya, sedang mengulurkan tangan ke arah depan. Rambut hitam seperti rambut anime. Pria itu berbalik menatapnya. Jantung Tulip berdetak kencang. Mungkinkah ia jatuh hati pada pria itu?

"Tundukan kepalamu."

Tulip langsung menundukkan kepalanya.

Dayang Lona memungkuk hormat.

Langkah kaki pria itu perlahan mendekat. Entah mengapa ada rasa ketakutan dan kekecewaan yang ia rasakan. Tulip pikir, pria ini menakutkan.

"Ternyata benar kau sedikit berubah." Tulip mengangkat wajahnya, raut kebingungan tergambar jelas.

Mungkinkah mereka saling mengenal?

Pria itu pergi begitu saja meninggalkan pertanyaan di kepala Tulip.

"Jangan pernah berharap sesuatu yang tak dapat kau genggam."

Kalimat dayang Lona begitu menusuk. Seakan mengatakan jika ia tidak boleh berharap untuk menyukai pria-pria tampan di sini.

Ia tahu ini dunia asing, dan ia juga tak ingin memiliki kekasih pria-pria berdarah iblis.

Langkah kaki kecilnya tetap mengikuti kemana dayang Lona pergi. Ia harus belajar menjadi seorang pelayan dengan benar.

"Ku peringati jangan melebihi batas, bersikaplah sebagai seorang pelayan."

Tulip pikir dayang Lona tidak menyukainya. Apapun yang ia lakukan perempuan itu selalu marah.

Membawa gaun-gaun lama Tirani yang ingin perempuan itu sumbangkan, Tulip terus saja mendesah berat. Dari pengangguran hingga pelayan.

Sia-sia kuliah empat setengah tahunnya. Percuma perjuangan mengerjakan tugas, laporan, proposal hingga skripsi.

Tulip menatap wajahnya di cermin. Apakah dunia ini ada semacam cermin ajaib yang bisa membawanya pulang?

Pikirannya mulai berkelana kemana-mana.

Mungkinkah ada cermin ajaib di dunia ini? Bukankah tidak ada yang tidak mungkin?

Ini dunia imortal, dimana apapun akan ada. Bagaimanapun caranya ia harus mencari cara untuk pulang.

"Gacia apa yang kau lakukan? Cepat antarkan ke gudang. Puteri Tirani tidak suka menunggu lama."

Tersadar dari lamunannya,

Tulip langsung berlarian pergi setelah mendengar kalimat Lesia. Ini pertama kalinya menjadi pelayan. Ia merindukan kebebasan.

*

Ketukan-ketukan kaki kuda terdengar memecahkan kesunyian. Tirani mengatakan jika perjalanan ini cukup jauh. Bukankah mereka punya kekuatan, setidaknya bisa sampai dengan cepat. Tulip pikir terlalu berlebihan menggunakan kereta kencana ini. Kepalanya pening. Benar, ia tak terbiasa dengan kereta kencana yang menutupi segala sisi, bahkan udara tidak masuk.

"Bukalah tirai yang menutupi kereta ini."

Tulip menatap Tirani paham jika ia merasa tak nyaman.

"Kau tahu, aku sangat menyukai bunga tulip. Mereka seperti menyimpan misteri di dalamnya."

Tulip ikut membuka tirai yang menutupi, semilir angin menerpa wajahnya. Seketika hidungnya langsung diberi kebebsan menghirup oksigen.

Rambutnya bergelombang mengikuti tiupan angin.

Padang bunga tulip berwarna merah ikut bergerak tertiup angin. Ini benar-benar indah.

Benar kata Tirani, bunga tulip memang berbeda. Seperti namanya, mungkin saja menyimpan misteri. Bukankah sekarang ia sedang nyasar dianta-beranta penuh misteri.

"Aku tak bisa berteleportasi, kekuatanku begitu lemah sejak lahir. Aku tak bisa melakuan sihir dengan baik."

Tatapan mata Tulip meneliti wajah Tirani yang menjadi senduh. Ia pikir dunia ini sempurna, tapi tetap saja ada kekurangan.

"Kau tahu, puteri dengan kekurang sepertiku adalah aib. Aku takut jika salah satu pangeran yang menjadi mateku kelak membenciku."

Tulip merasa suasana menjadi suram.

Cantik dan seorang puteri dianggap aib. Lalu bagaimana dengan ia yang menjadi seorang pelayan?

"Bagiku kau sempurnah, tak masalah jika kau tak punya kekuatan. Statusmu tak akan pernah berubah."

Tulip memandang keluar. Lebih baik punya status tinggi, daripada sepertinya. Ia harus melakukan segala sesuatu dengan hati-hati.

"Kau yang sekarang bahkan bisa menghiburku."

Hening sejenak. Lalu tawa Tirani membahana.

Tulip hanya tertawa hambar, sangat terpaksa. Ia sendiri tak tahu tentang Agacia.

"Semua makhluk imortal punya mate?" Tulip merubah topik. Matanya menatap penasaran Tirani. Ia selalu membaca buku tentang werewolf, dan disana tertulis, jika makhluk imortal punya mate, bahkan akan mencari dan menunggu matenya sampai benar-benar bertemu.

"Tentu, kami para puteri sudah ditakdirkan untuk menjadi mate salah satu pangeran. Ramalan itu tak pernah salah, kaum fairy di tengah hutan Ambreka adalah peramal yang dipercayai di dunia ini."

Tulip terdiam. Mungkin ia bisa bertemu dengan para fairy itu.

Ia mungkin bisa mencari cara untuk keluar.

"Dimana letak hutan Ambreka?"

Sontak Tirani langsung menatap Tulip.

"Kau tak berniat untuk pergi ke sanakan?"

Tulip menggeleng. Tapi ia bertekat untuk ke sana. Ia harus mencari tahu kenapa ia ada di sini?

"Kerajaan Fairy terdapat di bagian barat dunia ini. Tapi kelompok fairy yang menjadi peramal tak sembarangan orang bisa bertemu. Hutan Ambreka seperti hutan misterius yang disembunyikan."

Mendengar kalimat itu, Tulip melemaskan tubuhnya. Segalanya begitu sulit untuk ia lalui.

…..

Gerbang hitam besar menjulang tinggi terbuka lebar. Rombongan kereta dari kerajaan Wizard masuk.

Tulip terperagah, Disana istana megah berdiri menjulang. Hampir mencapai awan. Benar-benar besar dan megah, mengalahkan kerajaan Wizard.

Terlihat seperti istana difilm Disney. Bahkan halaman menuju istana dikelilingi bunga, dan pepohonan yang indah.

Tulip merasa seperti orang bodoh. Ia terus saja menatap sekeliling dengan wajah mengagumi. Seekor naga besar terbang di atas langit menuju istana. Ia bahkan belum pernah melihat naga sebelumnya. Masih tidak percaya, tapi itulah faktanya.

"Kau tahu, naga itu peliharaan salah satu pangeran." Tirani membuka tirai dari atas kereta kencana. Tulip berjalan bersama para pengawal, karena ia hanya seorang pelayan.

"Salah satu pengeran?" Tulip merasa penasaran.

Walau ia baru mengenal Tirani, tapi mereka terasa akrab.

"Raja memiliki tujuh orang anak berbeda ibu. Mereka tetap berketurunan demons, dan salah satu dari mereka akan menjadi raja yang sesungguhnya, karena memiliki darah Demons yang murni."

Tulip merinding mendengar penuturan Tirani.