webnovel

Aku Melihatnya

… …

Sejauh yang ku ingat, Peter entah bagaimana selalu bisa memprediksi berbagai hal yang tak terduga seperti kecelakaan. Sedangkan aku sendiri hanya bisa diam termangu, tak dapat merasakan apapun.

Dirinya memiliki perasaan yang luar biasa ketika sesuatu yang buruk akan terjadi. Ini berhasil membuat ku terdiam tanpa kata, melihat bagaimana hal itu secara objektif tidak masuk akal.

Peter juga adalah satu-satunya teman yang benar-benar dekat denganku.

Aku sendiri tak suka memiliki hubungan dengan orang lain, dalam arti yang entah mengapa agak aneh.

Aku hanya berniat ditinggalkan sendirian.

Dan seringkali keinginan itu membuatku benar-benar mendapat banyak masalah, karena aku bahkan tidak bisa meminta bantuan kepada orang lain.

Terlepas dari semua itu, kemudian aku bertemu Peter sebagai seseorang yang menurutku atau bisa dibilang anggapan awalku adalah seorang yang lumayan menjengkelkan, tapi terkadang atau seringkali tak dapat ku pungkiri pendapatnya agak masuk akal.

Sebanyak aku menyibukkan diri dengan semua yang aku selidiki dan pelajari.

Aku entah bagaimana sampai kepada kesimpulan bahwa, hidup adalah tentang seberapa besar nilai dan manfaat seseorang dalam realitas kehidupan orang lain.

Itu semua tentang kamu dimanfaatkan oleh orang lain, atau sebaliknya, kamulah yang memanfaatkan orang lain.

Semua permasalahan, pemikiran dan perenungan yang menurutku sendiri tidaklah berasa kritis dan sistematis, membuat ku tenggelam, masuk kedalam kegelapan yang mencekik, membuatku tersedak, buta arah, yang mana harapan ku untuk menemukan cahaya hanya dibalas dengan hasil, dimana aku mendapat lautan tak punya ujung ataupun titik akhir.

Semuanya terasa sesak.

Dan pemahaman yang akhirnya tertancap di nadi pemikiran ku adalah untuk percaya, bahwa hidup ini adalah aktivitas atau pola-pola kegiatan yang rumus dasar sintesisnya memacu pada bentuk dari teori ataupun sistem, yang kuanggap sebagai jalur yang sangat teramat membosankan, rumit dan penuh kekacauan.

Tanpa ada guna atau arti sama sekali.

Untuk apa berjuang demi sesuatu yang sesungguhnya akupun bingung jika itu semua akhirnya untuk diriku sendiri.

Egois. Apathy.

Yep. Itu sangat benar adalah cara ku hidup dan berevolusi.

Dalam sebuah persoalan dan realitas hidup, aspek-aspek didalamnya itu adalah hal yang sesungguhnya paling tidak kupedulikan.

Dilihat dan dimaknai dari berbagai sudut pandang, dalam suatu keadaan yang membentuk peristiwa dan gagasan.

Hahaha. Itu menurutku hanyalah pidato yang dipersulit dan diperpanjang tanpa adanya pernyataan sesungguhnya.

Heh. Bagaimana para bangsawan berkata-kata begitu panjang lebar, sedangkan cara kehidupan mereka hanyalah bermewah dan berpesta pora, di dalam masyarakatnya sendiri yang bekerja keras, dengan akhir sia-sia yang aku sendiri melihatnya merasakan sesuatu yang, entah bagaimana mengingatkanku atas semua perlakuan mereka, sebelum…

Eh… Sudahlah. Laki-laki tak seharusnya mengeluh seperti anak anjing kecil. Hmmmm. Mari kita lihat, apa saja hal menarik lainnya yang akan melegakan dan membebaskan perasaan penasaranku.

Sedang aku hanyut dalam pemikiranku yang agak tidak karuan itu, aku ingat sekali raut wajah Peter yang menegurku. Muka penuh kepercayaan diri, ketegaran hati, dan api yang membara di dalam matanya, dia berdiri dengan keyakinan yang penuh keteguhan dan pantang menyerah.

Melihat aku tidur-tiduran di kelas, tidak menghiraukan penjelasan guru yang berada di depan kelas, dan ditambah dengan tidak adanya guru atau siswa lain yang berani menegur ku, dia dengan apa yang disebutnya sebagai nilai-nilai dan prinsip-prinsip moralitas, mulai mengomeli ku dengan jelas dan lantang.

Ini mengejutkan ku. Bahwa bagaimana bisa ada seseorang yang tampak dengan jelas tak dapat mengerti dan memahami, mengapa tidak ada yang berani mendekati ku.

Tidak ada Orang Biasa atau Rakyat Jelata yang berani berbicara dengan Para Bangsawan.

Apalagi memarahi, atau memaki-maki mereka.

Aku dapat melihat Guru yang berada di depan, beserta pelajar lainnya yang duduk di kelas, bergemetar gugup dengan ekspresi takut, kalau-kalau mereka juga kena imbas amarah dari Bangsawan. Mereka sepertinya sudah beranggapan bahwa Peter sudah selesai dan akan terjadi malapetaka pada dirinya.

Akan tetapi, diluar dugaan mereka, aku dengan ekspresi bosan yang biasa tertempel di wajahku segera menyuruhnya untuk menjauh, pergi dari hadapanku.

Oh, cmon. Ada buku yang kubaca mengatakan bahwa seseorang membutuhkan 42 otot mengkerutkan dahi, 28 otot tersenyum, 4 otot untuk meraih dan menampar seseorang dengan telapak tangan, dikalikan dua untuk melanjutkan tamparan dengan punggung tangan. Tetapi aku yakin, mengabaikan mereka memakai otot lebih sedikit lagi.

Hemat tenaga juga salah satu moto hidupku.

Tapi tentu saja, jika aku marah, kekerasan adalah jalan dan jawaban paling mudah untuk menyelesaikan suatu perkara.

Hehehehe.

Setelah aku mengatakannya, tanpa kuduga, Peter malah menjawab dengan sebuah senyuman, "Aku tahu perasaan itu. Kau mengingatkanku pada diriku sendiri. Sebelum ibuku meninggal, dia memberi pesan terakhir kepadaku, untuk memberi orang lain kesempatan sehingga aku dapat melihat lebih banyak sisi dunia ini." Saat dia mengatakannya, aku melirik kearahnya. Ada kesedihan tersembunyi di matanya.

Entah bagaimana itu mengingatkanku kenangan samar tentang senyuman seseorang.

Lalu dia pergi. Sedangkan yang lain berada dikelas hanya melepaskan nafas, lega sepertinya aku tipe Bangsawan yang tidak mudah tersinggung, walaupun aku bisa tahu bahwa mereka masih was-was terhadapku.

Sampai kelas selesai, Peter tidak menggangguku lagi. Saat mataku melayangkan pandangan ke arahnya, aku dapat melihat bahwa meskipun dia berperilaku seperti biasa, rasanya di seluk beluk sikapnya, semua itu berubah menjadi seperti dibatasi.

Jangan heran. Aku selalu memperhatikan orang-orang disekitarku. Kalau-kalau ada ancaman. Biarpun aku tak peduli dengan kematian, aku termasuk golongan yang tak akan mau mati dengan cara menyedihkan dan memalukan.

Eh. Membayangkan terbunuh tanpa bisa memberi perlawanan terasa tak jantan sama sekali.

Aku kembali ke rumah. Besar, tapi kosong. Sepi. Tidak ada peliharaan. Tidak ada pelayan. Tidak ada siapapun.

Yah, terkadang aku menyewa para pembersih.

Suara pintu terbuka bergema, dalam kesunyian dan keheningan mansion ini. Setelah menyalakan lampu, aku langsung berjalan menuju kamarku.

Membaringkan diriku di tempat tidurku. Memikirkan apa yang dia katakan.

Memang, aku tak pernah benar-benar memberikan kesempatan kepada orang lain. Saat rasa sakit itu membuatku mati rasa.

Yang tersisa hanyalah ketidakpedulian.

Dan kebencian.

Aku bangun, mencari sesuatu di bagian bawah tempat tidurku.

*clack* Terdapat suatu tempat tergeser disana. Laci rahasia dimana aku menyimpan beberapa hal-hal yang penting dan rahasia bagiku.

Aku merogoh, meraba-raba dengan tanganku, sampai aku akhirnya menemukan tekstur dan bentuk benda yang ku cari.

Di tanganku terdapat sebuah foto tua kecil.

Aku terdiam.

Hanya bisa melihat foto itu dalam diam.

Setelah kembali ke sekolah, Peter sepertinya bersiap untuk mengomeli jika aku tidur-tiduran lagi. Tapi kali ini aku menjawabnya dengan, 'hum' dan anggukkan. Lalu dengan serius memperhatikan Guru yang sedang menjelaskan di depan kelas.

Lalu selebihnya, Kalian semua bisa menebaknya sisanya sendiri.

Aku akhirnya memiliki seseorang yang bisa ku jahili.

Dan dengan Peter di sekitar ku, aku dapat menemukan beberapa orang yang, ku pikir biasa seperti kebanyakan manusia pada umumnya, akan tetapi baik-baik saja sebagai kenalan yang mungkin dapat membantu jika aku butuh bantuan.

Tapi sekarang aku hanya dapat meringkas.

2 orang meninggal. Dan seseorang menghilang.

Belasungkawa ku.

Ku pikir mereka orang-orang yang hebat.

Josh dan Glenn mati dengan cara demikian sama sekali tidak lucu.

... ... ...

Kini kami berdua sedang diperiksa di Mapolres. Diduga juga berada di bawah ancaman. Beberapa dari mereka yang punya pangkat tinggi mengetahui identitas ku, jadi mereka sigap berjanji untuk memberi kami perlindungan di rumah besar ku.

Peter adalah seorang yatim piatu. Dia menghidupi dirinya dengan uang kompensasi dari pemakaman ibunya, dan pekerjaan paruh waktu.

Jadi, aku berakhir dengan meretas, uhm, maksudku menyelidiki bahwa dia bersih dengan identitas jelas, tidak berbahaya, punya kelakuan dan moralitas baik di dalam maupun di luar, meskipun terkadang menjengkelkan, jadi aku mempekerjakannya sebagai tukang kebun dan juru masak pribadi ku.

Dan Peter secara mengejutkan sangat berbakat dalam memasak.

Ummmh, ummmhhh. Itu semua jadi nilai tambah.

Dia tidur di rumah besarku. Uhh, sebagai tukang kebun penuh waktu.

Aku tak ingin mengakui bahwa alasan utama ku mempekerjakannya, adalah karena tersentuh oleh betapa sukar dan keras kehidupannya.

... ... ...

... ...

"Saya selalu merasakan sesuatu bersama kami saat itu. Sesuatu yang aneh dan penuh rasa kebencian.

Sesuatu yang membuat saya tertekan dan tertegun takut.

Sesuatu yang membuat bulu kuduk saya berdiri tegang. Seperti sensasi dingin, tetapi berbeda dari saat anda mendorong diri sendiri di depan lemari es yang terbuka."

"Dimohon langsung kepada intinya, bocah."

"Hei, saya tidak bercanda Pak. Makhluk itu mengikuti kami. Tolonglah Tuan yang baik hati, sudah sangat jelas urutan target pada jadwalnya sekarang adalah kami." Maka, Peter dengan mata yang lelah memerah dan kelopak mata bawahnya yang menghitam, dengan cemas dan keringat dingin di sekujur tubuh, menjawab pertanyaan inspektur di depan kami.

"Kenapa sih kalian pergi ke kuburan waktu tengah malam, tidakkah kalian tahu apa itu akal sehat. Siapa yang tahu psiko macam apa yang tertarik pada kalian semua." Kata galak polisi pria paruh baya di depan Peter itu.

Dia memiliki kulit cokelat dan mata berwarna hitam. Setengah dari rambut pendeknya penuh dengan uban. Bisa terlihat dia berusia sekitar 30-40 tahun berdasarkan kerutan di sudut matanya, dan yang berada di dahinya. Dia memiliki tiga pips perak pada tanda pangkatnya. Seorang Kepala Inspektur. Sepertinya kasus dimana kami terlibat ini lebih serius dari apa yang kukira.

"Bagaimana denganmu, Nak?", Dengan nada yang sama, dia bertanya. Tapi aku bisa melihat tatapannya agak melunak saat menatapku. Aku tahu dan sadar betul, karena hal itu sering terjadi. Seakan-akan aku diperlakukan berbeda dari orang lainnya. Itu sungguh-sungguh membuatku tak nyaman.

"Dengan segala hormat, Pak. Itu terjadi, pada malam hari ketika kami bertemu dengan teman kami yang hilang, Rick Benisson di Restoran Denisse, dia sudah tidak stabil, kelelahan yang tampaknya memengaruhi fisik dan psikologisnya ... ...."

"Kau membuatnya seolah-olah Rick adalah seorang tersangka!", kata Peter yang terlihat tidak merasa ada yang salah.

Dia cukup sering memotong perkataanku.

Terkadang itu lebih dari sekedar menjengkelkan.

Tapi walaupun begitu, aku tetap menanggapinya, "Kita harus mempertimbangkan masalah dan perkara ini dari semua sudut, tanpa terpengaruh oleh perasaan individual yang cenderung menghalangi pola berpikir, obyektif awal, dan fleksibilitas menyangkut analisis dan spekulasi dasar dari seseorang yang mengarah kepada hal-hal kognitif dan fakta realistik. Ini semua juga berhubungan erat, menyangkut keselamatan diri kita sendiri. Selain itu, bukan cuma Rick. Kita berdua juga dapat dikaitkan kedalam daftar orang-orang yang patut dicurigai. Pokok penting yang juga patut di cakupkan dalam penyelidikan, dapat menyerupai beberapa situasi yang memberikan aspek dan arah yang berbeda dari pembunuhan berencana, seperti dipaksa dengan ancaman, atau hipnotisme. Contohnya adalah kasus yang disiarkan ke seluruh Kekaisaran, 3 tahun yang lalu.", Aku menjelaskan sambil memperhatikan Peter dari sudut mataku. Dia terlihat kebingungan.

Heh. Bersyukurlah.

Ini adalah cara menghiburku atas kematian teman yang kau anggap saudaramu itu.

Lalu aku melanjutkan apa yang ingin ku sampaikan kepada Kepala Inspektur di depanku,

"… …Kami berempat dijemput tengah malam oleh Rick, yang mengendarai SUV, seri Glorin baru, nomor lisensi LS 3627EG, umumnya dikendarai oleh seorang sopir. Tetapi dia mengendarainya sendiri malam itu. Rick masih berada dalam kondisi yang sama seperti terakhir kali kami bertemu dengannya. Saat kami tiba di Pusat Pemakaman Malaya, hal ganjil lainnya adalah, kami tidak mendapati adanya penjaga Pemakaman itu disana. Kami hanya dipimpin oleh Rick. Itu juga mengingatkan saya, bahwa terdapat kabut aneh. Tipis, tapi cukup menghalangi penglihatan kami, bahkan dengan senter dan lampu yang berada di sekitar Makam. Tapi, kami masih bisa melihat, menempatkan visi kami di jalan dan melewati beberapa batu-batu nisan. Setelah beberapa saat, kami berhenti di sebuah batu nisan hitam tua yang besar. Detailnya ditutupi oleh goresan-goresan seperti paku, dan anehnya, entah bagaimana, dibalik semua goresan itu, kami hanya dapat mengerti satu nama di yang tertulis disana. Miguel Perrison Mac Sol'gath." Meski hanya sekilas, aku mendapati bahwa Kepala Inspektur di depan kami sempat tersentak dalam waktu singkat, teralihkan dari catatan yang ditulisnya.

Aku melanjutkan seolah-olah tidak menyadari hal itu.

"Kalau tidak salah, Rick agak linglung terdiam dengan mata kosong sekitar 30 detik di depan batu nisan itu. Setelah dia kembali sadar, dia memberi tahu kami bahwa semuanya sudah selesai. Dia mengantar kami berdua pulang duluan, sedangkan Josh dan Glenn masih berada di dalam mobil itu. Dan Itulah semua kejadian ringkas yang kami alami, bersamaan juga kali terakhir kami bertemu mereka." Aku menyimpulkan.

"Dia hantu", tambah Peter. "Singkatnya, orang yang mengantar kami pulang bukanlah Rick, tapi sesuatu yang lain."

Aku memutar mataku pada ringkasannya.

Kemudian ku perhatikan setelah Kepala Inspektur di depan kami selesai mencatat, tatapannya melirik ke arah belakang kami.

Aku masih merasa aneh bagaimana Kepala Inspektur di depan kami tidak membantah penjelasan dari Peter.

Aku mengikuti pandangannya, diikuti oleh Peter.

Ini mengejutkan ku bagaimana kami berdua tidak menyadari sama sekali bahwa ada seseorang di belakang kami. Entah bagaimana dia bisa berada disana tanpa kami sadari, sedangkan ruangan yang kami tempati sekarang, pintunya ditutup.

Yep. Anehnya, kesaksian kami tidak di ambil di tempat dimana apa yang kupelajari seharusnya berada.

Melainkan sebuah ruangan yang pikirku lumayan khusus dengan konsep dindingnya yang penuh warna hitam. Tanpa perabotan apapun kecuali meja dan kursi, pintu dimana kami masuk, bersama dengan jendela yang tertutup oleh tirai hitam. Dengan lampu panjang yang menerangi dengan cahaya putih, memberikan kesan yang pastinya membuat gugup, khususnya bagi beberapa orang yang menderita Agoraphobia.

Heh.

Kembali ke topik sebelumnya.

Saya pasti berpikir dia sangatlah aneh. Seorang pria jangkung, dengan rambut pirang sedang yang tampak bergelombang dan kulit putih yang mengintip di tangan dan kerah bajunya, dengan celana panjang hitam, rompi hitam dengan kemeja putih, sarung tangan hitam dan dasi merah, ditambah dengan sepatu boot militer yang juga hitam.

Tapi yang bikin lebih aneh dan mencolok adalah topeng perak memancarkan warna metallic, yang menutupi seluruh wajah kecuali lubang di posisi matanya. Bisakah dia melihat.

Di bagian dahi topeng itu, terdapat tanda dan garis merah gelap, menciptakan pola yang tidak teratur, yang entah bagaimana memberi kesan berbahaya yang tersembunyi, penuh kerahasiaan, dan rasa keindahan.

uhh... Apa-apaan. Tapi ku akui itu agak keren.

"Halo anak-anak, saya juga ingin menanyakan sesuatu?" Dia bertanya sambil berjalan dengan santai dan satu tangan masih berada di saku celananya, datang ke arah kami. Kemudian berdiri disebelah Kepala Inspektur tersebut, yang masih mempunyai ekspresi dan wajah seriusnya, sama seperti yang kami ingat waktu memasuki ruangan ini.

"Kamu adalah?" Aku bertanya sesopan mungkin. Aku bisa merasakan sarafku menegang saat dia mendekat.

Aku mencium bau darah yang kuat. Baunya segar.

Berbeda dari firasat Peter, aku memiliki indra penciuman yang kuat hanya untuk darah. Itu membuatku aneh. Itu sebab dan alasan lain aku dapat dengan mudah menerima kemampuan aneh Peter.

Bau dari orang bertopeng ini seperti seseorang yang baru saja menusuk perut orang lain.

Hmmmm.

Jangan heran.

Aku memang pernah ketemu, bahkan melihat seluruh proses seseorang ditikam di bagian perut.

"Jangan terlalu tegang, saya berasal dari Organisasi Rahasia. Kalian bisa memanggil saya dengan kode 04 (kosong empat). Jika kalian ragu karena belum pernah mendengarnya, itu dikarenakan kelompok kami berasal dari The Central. Kami terutama hanya terlibat dalam penyelidikan yang bisa dikaitkan dengan kasus, dimana apa yang akan dihadapi jauh melewati tingkat bahaya normal. Tepatnya melebihi batas tanggung jawab yang diberikan kepada Departemen Kepolisian."

Dia berhenti sejenak, lalu aku bisa merasakan tatapannya berada padaku, "Dan kami juga tidak terikat oleh para Bangsawan. Kami berada langsung di bawah Raja yang baru, dan hanya menjawab kepada-Nya." Dia menjelaskan.

Aku tak terlalu terkejut karena Central memiliki banyak organisasi, yang membuat ku kebingungan tentang bagaimana aku tak dapat menemukan informasi spesifik apapun. Bruhh, tapi pria di sampingku sudah memiliki bintang di matanya.

The Central seperti mimpi dan cita-cita bagi kebanyakan remaja.

"Saya hanya ingin bertanya, setelah bertemu Rick Benisson, kemudian diantarkan pulang di malam hari itu. Apakah setelahnya, kalian merasa seperti sedang diawasi di dalam rumah kalian sendiri. Contohnya di tempat gelap, kamar tidur, toilet atau ketika kalian sedang berada sendirian?" Dia bertanya sambil melipat kedua lengan panjangnya di bawah dadanya.

Aku dan Peter seketika itu saling bertukar pandang.

"Tidak." Aku menjawab.

"Iya." Dan inilah respon Peter.

"Saya tidak merasa adanya kejanggalan apapun." Lalu aku menoleh ke Peter dan mengangkat daguku untuk memberinya tanda, melanjutkan apa yang ia ingin jelaskan.

Peter yang melihat itu agak ragu untuk beberapa waktu, akan tetapi kemudian, dia seperti sudah memutuskan sesuatu, lalu mulai berkata,

"Jika saya boleh menyampaikan ulang. Saat Rick mengundang kami makan ke Restoran saat itu. Saya melihat benjolan besar di bahu kirinya, terhubung ke lehernya. Saya juga mendengar bisikan dari benjolan besar itu. Tapi tidak jelas." Dengan ekspresi wajah yang kukenali saat dia menahan rasa takutnya, dia menerangkan. Aku bisa melihat dia mulai berkeringat lagi dengan tangannya yang mulai agak gemetar.

Aku sudah bersamanya selama 3 tahun, dia sering memberi tahu ku banyak hal aneh dan tidak dapat dijelaskan. Seperti, ada sebuah bola mata di belakang kepala wanita itu. Mengintip kami di balik rambut panjangnya. Atau ada beberapa kulit kering yang benar-benar terlihat pecah-pecah di seluruh tubuh paman itu. Beberapa helai rambut keluar, dari mata, hidung, mulut dan telinganya. Tapi yang ku lihat hanyalah orang biasa.

Bahkan ada kalanya dia menjauh dariku.

Dia menjelaskan ada seorang wanita dengan kulit pucat dan meregang, mata melotot, wajah sangat panjang dan lebar, dengan tubuh kecil, kurus dan senyum lebar, terus mengikuti ku sekitar 1,5 meter dari belakang pundakku.

Kemudian dia terus meneriaki ku selama berminggu-minggu sambil menjaga jarak, untuk pergi ke Gereja agar menerima pengusiran setan. Dia benar-benar mengatakannya dengan teramat nyaring dan keras. Demi Tuhan. Semua orang menoleh menatapku. Itu benar-benar menyentuh urat nadiku.

Aku tak tahan lagi. Jadi ku lakukan apa yang dia sarankan kepada ku, sementara dia terus mengamati dari jauh. Meskipun aku merasa bodoh atau dia hanya mencoba untuk membalas dendam ketika aku beberapa kali menjahilinya.

Yah, tidak terlalu sering.

Kadang-kadang.

... ...

Kembali ke masa sekarang.

"Kamu melihatnya?" dengan nada kaget, tanya pria 04 itu?

"Ya. Maaf. Bukannya saya ingin berbohong atau semacamnya. Tapi saya selalu melihat banyak hal aneh sejak masih anak-anak. Dan itu sudah mengganggu dan mengusik banyak orang. Jadi saya berusaha bersikap seperti tidak ada apa-apa. Saya tahu itu mungkin semacam halusinasi, tapi saya tidak bisa mengabaikannya. Karena saya pernah mencoba menyentuhnya. Rasanya... dingin sekali. Dan makhluk yang awalnya mengabaikanku, malah mulai menatapku." Peter berkata dengan sedikit ketakutan dan teror di akhir kalimatnya.

Aku entah bagaimana bisa bersimpati terhadapnya.

Jika halusinasi seperti itu terjadi pada ku ketika masih anak-anak. Aku tak tahu hal aneh apa lagi yang mungkin ku lakukan.

04 terdiam sejenak, sepertinya tidak tahu harus berkata apa.

"Tenanglah. Dan lanjutkan," katanya.

... ...

...