webnovel

Elf

Tak butuh waktu lama untuk naga itu mati. Napasnya terhenti, dan api dalam mulutnya yang pernah berkobar, kini padam. Menyisakan asap tipis yang mengepul. Juga seseorang yang berdiri di depannya, dengan tangan yang mengusap kepalanya.

"Ele, ada apa?" Juliet menepuk pundaknya, ketika gadis itu membuka mata. Secercah cahaya biru berpendar dari matanya yang indah. Ia menarik tangannya, menggenggamnya dengan kalut.

"Seseorang tengah berencana untuk menghancurkan tower," bisiknya pelan. Semua yang mendengarnya terkesiap, itu bukanlah berita yang bagus. Mereka akan mendapatkan masalah.

"Kau, elf?" suara Arthur menyentak Ele. Gadis itu berbalik, menatapnya dengan sengit. Terlihat sangat marah.

"Ya! Apa Kau akan menangkap dan menjualku juga? Seperti manusia gila lainnya?!" dalam satu tarikan napas, ia menyembur Arthur yang tidak tahu apa-apa. Wajahnya memerah padam, kesal juga marah. Entah karena apa, hanya Juliet dan Will yang tahu.

"Kenapa Kau marah? Aku hanya," belum selesai Arthur bicara, Ele sudah meninggalkannya. Tanpa sepatah kata, hanya satu sorot tajam dari matanya. Seperti mengumumkan peperangan, dan permusuhan. Mereka lagi-lagi berjarak dengan sangat membingungkan.

"Maaf ya, tapi bisakah mulai sekarang, jangan mendekatinya untuk sementara waktu!" Juliet menepuk pundaknya prihatin. Membiarkan Will yang berjalan di belakang menemani Arthur. Sedang Juliet, gadis itu berlari menyusul Ele yang kembali ke dalam hutan. Menjemput Lucy dan juga Lucky.

"Kakak?" tapi suara kecil itu terdengar, mengambil alih perhatian dua lelaki yang hampir pergi. Mereka menoleh, dan baru menyadari bahwa mereka melupakan si kecil yang baru Arthur selamatkan. Ia terlihat ketakutan.

"Astaga, maaf aku hampir melupakanmu. Apa Kau sendirian di sini?" Arthur berjongkok, guna menyamakan tinggi badan mereka. Tapi ya tetap saja, Arthur masih terlihat jauh lebih besar.

Bukannya menjawab, gadis itu justru langsung menangis keras. Menubrukkan tubuh kecilnya pada Arthur, air matanya meleleh ke pipi. Arthur memeluk tubuh kecil itu, membiarkannya menangis tersedu-sedu.

"Me-mereka sudah pergi! Aku ditinggalkan sendiri!" pekiknya dalam lautan air mata. Arthur tak ingin berburuk sangka, sangat tidak mungkin mereka meninggalkan seorang anak kecil di sini. Gadis ini masih butuh perlindungan.

"Siapa namamu?" dengan penuh kasih, Arthur menanyakan namanya. Gadis itu melepas pelukan, mengusap wajahnya yang basar. Juga tak lupa, menyusut ingusnya yang hampir mengotori pakaian Arthur.

"Selena, namaku Selena. Aku, aku sendirian. Apa Kakak bisa menolongku?" wajahnya sangat manis juga mengundang belas kasihan, Arthur tak tega untuk bilang tidak. Lagi pula, jika dilihat dari keadaan sekitar. Sepertinya gadis ini penduduk desa yang diserang. Orang tuanya pasti berlari ketakutan saat itu, dan anak ini tertinggal di sini.

Arthur tersenyum, mulutnya terbuka hampir mengatakan iya. Tapi tiba-tiba saja, cakar Will sudah terangkat di depannya. Menodong gadis kecil yang terlihat lemah di matanya.

"Jangan coba-coba memperdaya rekanku. Tunjukan siapa Kau sebenarnya, atau aku akan memenggalmu dalam sekali tebas!" peringat Will dingin.

Tak ada jawaban, gadis itu menunduk menyembunyikan wajahnya. Arthur berdiri, menatap Will dengan sengit. Hampir protes dengan tindakannya.

"Hihihihi!" tawa itu terdengar, dari balik tubuh Arthur. Ia berbalik dengan cepat, dan melihat si gadis kecil tengah tertawa dengan suara yang aneh juga mengerikan. Dan ketika ia mendongak, Arthur bisa melihat ujung taring yang menyembul dari mulutnya. Sangat mengerikan!

"Aku ketahuan!" dan bersama kabut tebal yang datang, mengelilinginya. Menutup seluruh tubuhnya dari pandangan dua lelaki besar yang ada di hadapannya. Kabut itu berputar, sebelum berkumpul di satu titik dan memadat. Menjadi seorang wanita dengan sayap kelelawar di punggungnya, siluman!

"Ternyata, rumor tentang werewolf yang sangat perasa itu benar ya? Padahal tinggal sedikit lagi aku bisa meminum habis darahnya!" suaranya bergema hingga tebing terdekat. Sekaligus kepada mereka yang baru saja membuka segel di hutan.

"Sial! Apa lagi ini?!" kesal Ele. Gadis itu baru saja meraih Lucy dan Lucky, tapi aura jahat itu sudah muncul lagi. Kali ini sangat pekat, seperti seseorang dengan kekuatan tinggi yang datang mendekatnya. Yang lebih sial lagi, ini terasa mencekik. Seperti sesuatu yang buruk dan tidak bisa dibiarkan begitu saja.

Melihat ke bawah, di mana Lucky dan Lucy menatapnya penuh tanya. Ia tak mungkin meninggalkan mereka di sini. Akan sangat gawat jika seseorang yang jahat itu yang datang. Karena pelindungnya belum tentu bisa menaganinya.

Lalu melirik ke arah Juliet, gadis itu juga tak mungkin menghampiri Will sendirian. Penyihir penyembuh seperti Juliet, hanya menguasai kemampuan dasar. Ia akan memilih untuk bunuh diri jika kakaknya ini sampai menjadi korban.

"Kak, tolong jaga anak-anak. Aku akan melihat keadaan Will, perasaanku tak enak!" tanpa menunggu persetujuan, ia kembali memasang pelindung. Kali ini mencakup Juliet di dalamnya.

"Ele, jangan memaksakan diri. Aku bisa membantu, kembalilah jika perlu bantuan!" pekik Juliet saat Ele meninggalkannya. Tak ada jawaban, gadis itu hanya melambaikan tangan. Sebelum secepat kilat menghilang. Hampir seperti asap, tapi ia hanya menyisakan sekelebat bayangannya saja.

"Semoga kalian baik-baik saja!" gumam Juliet pelan.

****

Crash!

Darah mengalir deras dari bahu William, lelaki yang sudah bertransformasi seutuhnya itu menggeram. Arthur yang juga terluka di punggungnya, masih berusaha berdiri dan melawan. Ia tak boleh kalah dalam pertarungan ini!

"Kemampuan kalian sangat menyedihkan! Tapi tak apa! Akan sangat menguntungkan bagiku. Meminum darah werewolf dan campuran, aku akan menjadi jauh lebih kuat!" ia bicara dengan sombong. Menjilat cakarnya yang kini berlumuran darah. Kemudian mendesah puas.

"Dan sekarang, ayo kita selesaikan permainan kecil ini!" setelah ucapan itu keluar dari mulutnya, ia terbang dengan cepat. Mengarahkan cakarnya yang tajam pada Arthur. Dalam satu sabetan, pasti akan langsung membebaskan nyawanya.

Cring!

Dua benda itu berbenturan. Arthur sekuat tenaga menahan serangannya dengan pedang. Mereka saling mendorong kekuatan satu sama lain. Maju dan mundur, menguji ketahanan satu sama lain.

Seet!

Tapi sebuah benda dingin tiba-tiba menyentuh leher sang siluman, membuatnya membeku. Bersama sebuah bisikan, yang mengandung racun dari balik punggungnya.

"Pengecut sepertimu, harusnya aku musnahkan saja sejak awal!" itu Ele, yang mengalungkan belati runcing di leher siluman. Menyadari peluang, Arthur langsung menambahkan kekuatannya. Mendorong siluman tersebut hingga menubruk Ele. Membiarkan gadis itu memeganginya dengan sihir, dan ia menusukkan pedangnya ke dada kelelawar.

Darah merembes keluar, bersama dengan tercabutnya pedang yang bersarang di dada. Melepaskan pegangan, Ele membiarkan siluman itu ambruk di tanah. Matanya masih terbuka lebar, di saat terakhir ia meregang nyawa.

"Aku akan membuat perhitungan! Aku todak akan mati sendirian!" mulutnya berdesis, dengan tangan terkepal. Tapi entah kekuatan dari mana, ia melemparkan duri beracun ke arah Ele. Tak sempat menghindar, Ele baru sadar jika kakinya digenggam kuat oleh lawannya.

Tapi di luar dugaan, seseorang mendorongnya hingga jatuh. Ele membuka mata, menemukan Arthur di atasnya. Tengah terbelalak dengan darah yang mengucur dari lehernya