webnovel

The Story of Us (Vol. II)

Kisah antara William, Teesha, dan Rey kembali berlanjut. Kali ini, William yang akan berusaha untuk mendapatkan hati Teesha. Apakah pangeran es kita kali ini akan berhasil untuk menekan ego nya yang sangat tinggi itu?

Nympadoraaa · Teen
Not enough ratings
41 Chs

Vitamin

Kini para anak remaja itu tengah berkumpul di meja kayu panjang samping kolam renang dengan semua daging dan sosis yang telah mereka bakar sebelumnya. Pandangan mereka tertuju pada Adrea yang sedari tadi makan dengan lahap, bahkan gadis itu telah menghabiskan dua piring nasi sebagai pelengkapnya. Sudah lebih dari tiga kali Daniel menelan ludah melihat cara makan Adrea yang seperti sudah satu minggu tidak makan itu.

Kecuali Teesha, daripada memandang Adrea yang sedang melakukan pertunjukan makan malam, ia lebih memilih memandang daging bakar yang ada di piring di hadapannya.

'Ada satu hal yang berhasil kamu menangkan.'

Perkataan William sebelumnya masih terus berputar di kepala Teesha. Ia sama sekali tidak bisa melupakan apa yang keluar dari mulut William. Seingat Teesha, William tidak suka sesuatu yang manis, tapi perkataannya tadi— Ya ampun, Teesha. Mukamu semerah tomat!

Buru-buru Teesha menusuk sepotong daging dan melahapnya dengan cepat, berusaha meredam semburat merah yang tiba-tiba muncul tanpa disuruh itu.

'Hati aku.'

"Uhukk! Uhukk!"

Semua perhatian kini tertuju kepada Teesha yang sedang sibuk memukul dadanya karena tersedak. Dengan cepat Rey memberikan gadis itu segelas air mineral yang langsung diminum hingga tandas oleh Teesha. Divinia yang duduk di sebelah Teesha menepuk-nepuk punggung Teesha sedikit keras, berharap gadis itu berhenti terbatuk.

Semua orang terlihat panik, kecuali William. Pria itu hanya melirik Teesha sekilas dan melanjutkan acara makannya seolah tidak ada yang terjadi.

"Astaga! Haruskah kita panggil dokter?!" Divinia masih menepuk-nepuk punggung Teesha panik.

Teesha mengangkat sebelah tangannya, menghentikan Divinia yang akan beranjak masuk kedalam rumah memanggil Gavin. Gadis karamel itu mengambil gelas ketiganya dan bersyukur, hal itu berhasil membuatnya berhenti terbatuk. Teesha yang kembali bisa bernafas dengan normal membuat teman-temannya menghela nafas lega.

"Kamu bikin panik!" Divinia melotot ke arah Teesha, "Kenapa bisa sampai tersedak sih?"

Teesha mengambil sehelai tissue di atas meja. Sambil melap mulutnya, mata gadis itu melirik ke arah William yang masih terlihat fokus dengan makan malamnya, seolah tidak pernah terjadi sesuatu yang darurat disini.

Lihat, bagaimana bisa pria es itu terlihat begitu tenang setelah membuat seorang gadis hampir mati tersedak karena ucapannya?

Teesha memandang Adrea, "Lihat pertunjukan makan kamu tuh, aku sampai tersedak!"

Tentu saja Teesha hanya mencari-cari alasan yang masuk akal untuk saat ini. Tidak mungkin kan ia bilang semuanya karena ucapan manis dari William?

"Kamu nyalahin aku?" Adrea melongo, "Gak ada yang nyuruh kamu, kalian, buat merhatiin aku makan!"

Adrea yang kesal karena disalahkan kembali melahap makan malamnya. Teman-temannya bergidik ngeri melihat nafsu makan yang dimiliki gadis bercepol itu. Kita semua tahu Devian dan Daniel mempunyai blackhole di dalam perut mereka yang membuat mereka makan dengan porsi yang besar. Tapi sepertinya blackhole di perut Adrea lebih besar daripada milik dua alien bumi itu.

"Kamu baik-baik aja?" Rey memastikan kondisi Teesha.

Teesha mengangguk, "Iya, aku baik-baik aja."

"Muka kamu merah, Teesha. Nafas kamu masih sesak?"

"Huh?" Teesha meraba wajahnya, "Nggak, kok. Aku baik-baik aja. Kayaknya gara-gara kepanasan."

Tidak ada alasan yang lebih baik lagi, Teesha? Bagaimana bisa kau kepanasan di ruang terbuka seperti ini?

"Lompat sana ke kolam, biar kamu gak kepanasan." Celetuk Daniel.

"Gak mau." Teesha melahap sepotong sosis di tangannya, "Aku belum siap buat mati."

Teman-temannya dan kini termasuk William menoleh pada Teesha dengan pandangan bertanya.

Teesha tersenyum, "Aku gak bisa berenang, guys."

.

.

Waktu sudah menunjukan pukul sembilan malam. Teesha tidak menyangka kakaknya akan terang-terangan mengusi— maksudku meminta teman-temannya untuk pulang. Gavin bahkan menginterupsi pembicaraan mereka, dan tanpa ba-bi-bu lagi menunjukan jalan keluar dari halaman belakang. Entah harus disimpan dimana muka Teesha karena malu pada teman-temannya. Kakaknya benar-benar kolot!

"Makasih makan malamnya, Teesha!" Devian berjalan keluar terlebih dahulu, diikuti oleh Daniel, Adrea, dan Divinia.

"Besok-besok aku makan disini aja ah!" Seru Daniel yang sudah sampai di gerbang masuk.

Teesha hanya menggeleng dan tersenyum melihat tingkah teman-temannya itu. Ia kemudian menoleh ke arah pria ash brown yang juga tengah tersenyum.

"Rey." Panggil Teesha yang membuat Rey berbalik menatapnya, "Maaf ya."

"Untuk?" Rey sedikit memiringkan kepalanya, berusaha menatap Teesha yang kini menundukan kepalanya.

"Harusnya ini jadi acara kita berdua, tapi kita malah kejebak disini." Teesha menundukan kepalanya semakin dalam, "Maaf udah mengacaukan semuanya, apalagi sama kehadiran mereka."

Pria itu mengangkat wajah Teesha dengan kedua jarinya, "Hey, kamu gak usah minta maaf." Rey kembali tersenyum, "Masih ada hari esok, Teesha. Aku juga gak masalah sama kehadiran mereka. Aku senang kok makan rame-rame kayak tadi."

Melihat Rey yang tersenyum cerah membuat Teesha ikut tersenyum juga. Pria itu kemudian mengusap pucuk kepala Teesha pelan seperti yang biasa ia lakukan.

"Ehemm!" Dehaman Gavin yang baru saja keluar dari ruang tamu dan memergoki tangan Rey yang sudah lancang menyentuh kepala adiknya itu membuat Teesha sangat terkejut. Kakaknya bahkan kini mengeluarkan pelototan mautnya kepada Rey yang masih tenang dengan senyumannya.

"Kalau gitu aku pamit ya." Rey menurunkan tangannya dari kepala Teesha, "Kak, aku pamit pulang. Terima kasih buat makan malamnya."

"Hn." Jawab Gavin singkat.

Teesha melambaikan tangannya saat Rey berjalan keluar. William yang baru saja selesai meminjam toilet di kediaman Sanjaya muncul dari balik tubuh Gavin. Pria itu juga berniat untuk langsung pulang. Teesha menatap William yang kini berdiri dihadapannya, menunggu apa yang akan dilakukan oleh pria Jaya itu.

Sebenarnya William ingin sekali memeluk Teesha, tetapi kakaknya yang posesif itu membuat William mengurungkan niatnya. Bukankah ia harus menjaga sikap di depan kakak calon kekasihnya ini?

William melirik Gavin sekilas, kemudian kembali menatap Teesha, "Aku pulang."

"Hm." Teesha mengangguk satu kali, "Hati-hati."

Gadis itu juga melambaikan tangannya saat William berjalan keluar gerbang. Ia kemudian berbalik menghadap sang kakak yang masih berdiri di depan pintu masuk dengan wajah melongo. Gavin benar-benar tak percaya, pria Jaya yang seumuran dengan adiknya sungguh sangat kurang ajar sekali. Ia bahkan tidak berpamitan pulang atau berterima kasih padanya. Hal itu membuat Gavin kembali mempertimbangkan kedekatan adiknya dengan William.

BLAM!

"Aku gak percaya kakak ngusir mereka!" Teesha menghentak-hentakan kakinya kesal, "Dasar nyebelin!"

"Berhenti mengeluh, Teesha. Disini aku yang buat peraturan."

"Kak, kakak udah bikin aku malu tahu gak? Ini masih jam sembilan. Jam sembilan kak!" Teesha menekan setiap kata yang ia ucapkan.

Gavin memutar matanya malas, "Udah jam sembilan, Teesha. Cinderella keluarga Sanjaya harus tidur."

"Kak!"

"Apa?" Gavin menatap Teesha datar, "Terlalu bahaya kalau laki-laki bertamu ke rumah perempuan lebih dari jam sembilan. Kamu gak tahu omongan tetangga kita lebih mematikan daripada ular paling berbisa di dunia?"

Kali ini Teesha yang memutar matanya malas. Sungguh, Gavin benar-benar menyebalkan. Lagipula sejak kapan tetangga mereka peduli dengan kehidupan orang di sekitar rumahnya? Orang-orang di perumahan elit seperti ini mana mau bersosialisasi. Mereka terlalu sibuk dengan urusan masing-masing, tidak akan ada waktu untuk mengurusi urusan tetangga sebelah rumahnya.

"Kalau ibarat vitamin, kamu itu vitamin A, Teesha. Available." Oh Tuhan, Gavin mulai tidak jelas, "Aku cuma mau melindungi kamu dari lebah-lebah yang mau nyakitin kamu."

Teesha menyerah. Ia berjalan melewati Gavin dan berniat untuk naik ke kamarnya daripada mendengar perkataan Gavin yang Teesha yakin akan semakin tidak jelas nantinya.

"Iya-iya. Dan kakak ibarat vitamin C." Teesha mulai menapaki tangga menunu kamarnya.

"Vitamin C?"

Teesha berbalik dan tersenyum ke arah Gavin, "C-ingle."

Gadis itu kemudian berlari sekuat tenaga sebelum kakaknya melontarkan berbagai macam 'pujian' kepadanya.

.

.

To be continued