webnovel

The Story of Us (Vol. II)

Kisah antara William, Teesha, dan Rey kembali berlanjut. Kali ini, William yang akan berusaha untuk mendapatkan hati Teesha. Apakah pangeran es kita kali ini akan berhasil untuk menekan ego nya yang sangat tinggi itu?

Nympadoraaa · Teen
Not enough ratings
41 Chs

Jaket Biru Navy

Pukul empat sore. Teesha sudah bersiap dengan pakaian santainya untuk kembali turun ke pantai. Rencana awal ia akan bertemu dengan William di siang hari, tetapi panasnya terik matahari mengurungkan nist mereka berdua untuk bertemu dan memundurkan waktu pertemuan menjadi sore hari.

Dasar tidak mau berusaha. Jangankan mendaki gunung lewati lembah, atau melewati samudra untuk memperjuangkan cinta mereka, dengan panasnya terik matahari saja sudah membuat mereka menyerah.

Tidak ada hal yang Teesha lakukan sejak pagi sampai sore ini selain istirahat. Setelah sarapan tadi, ia langsung naik ke kamarnya dan tidur sampai pukul tiga sore dan kini ia merasa sudah segar kembali.

'Aku tunggu di lobby'

Teesha membaca pesan yang dikirimkan William. Ia lalu menyambar tas kecil miliknya yang hanya berisikan dompet dan segera turun ke lobby sebelum si pangeran es kesal karena menunggu terlalu lama. Teesha merasa sangat senang ketika mengetahui William juga ada disini. Lihat saja senyum lebar yang tidak juga luntur dari wajahnya itu. Ia bersyukur bisa mempunyai lebih banyak waktu dengan William dan menjadi semakin dekat dengan pria itu.

Kau tidak lupa ada kakakmu disini kan, Teesha?

Ah, ya. Gavin. Teesha hampir melupakan keberadaan kakak satu-satunya itu. Tapi, Teesha tidak terlalu memusingkan hal itu sekarang. Lagipula Gavin kan tidak tahu jika kini ia sedang bersama William. Pengusaha muda itu tidak mau diganggu jika bukan hal penting, ingat? Dan Teesha rasa jalan-jalan sore bersama William bukan hal yang terlalu penting untuk dibicarakan dengan kakaknya.

Teesha mengedarkan pandangannya mencari sosok William ketika ia sampai di lobby hotel. Bukan hal yang sulit menemukan pria itu disini, rambut hitam dan juga jaket berwarna biru navy yang melekat di tubuhnya membuat Teesha dengan mudah mengenali William.

"Udah nunggu lama?" William mendongak ketika ia menyadari Teesha yang kini sudah berdiri di hadapannya. Pria itu menggeleng sambil melihat jam tangan mewah miliknya.

"Nggak." William berdiri dari tempatnya, "Ayo."

Teesha berjalan mengekor di belakang William, "Kita mau kemana?"

"Bukannya kamu mau lihat sunset?"

Teesha mengangguk sambil tersenyum. Ia mensejajarkan langkahnya dengan William. Sebelum menuju pantai, William mengajak Teesha untuk mampir ke sebuah minimarket terlebih dahulu. Ia butuh sesuatu yang dingin karena meskipun sudah sore hari, udara disini masih terasa sedikit panas.

Tidak ada percakapan diantara mereka berdua sepanjang perjalanan. William masih sibuk dengan pikirannya yang entah sedang memikirkan hal apa, dan Teesha yang masih sibuk dengan ponselnya, membalas semua pesan yang masuk dari teman-teman absurdnya yang terus menerus menanyakan kabar.

Sesampainya di minimarket, William yang berjalan terlebih dahulu mendorong pintu masuk yang terbuat dari kaca dengan tangan kirinya. Teesha yang mengekor di belakang berpikir jika William akan menahan pintu itu sampai Teesha masuk, tetapi ternyata tidak. William masuk begitu saja dan melepaskan pegangannya pada handle pintu sebelum Teesha benar-benar masuk. Hal itu membuat Teesha refleks menahan pintu tetapi mana sempat, keburu telat. Tangannya terjepit diantara pintu, mengakibatkan dua jarinya luka dan mengeluarkan sedikit darah.

William yang mendengar suara Teesha mengaduh segera menoleh dan menemukan gadis itu tengah meniup-niup jarinya, "Kenapa?"

"Tangan aku kejepit pintu."

William menaikan sebelah alisnya, "Kok bisa?"

"Aku kira kamu nahan pintunya." Teesha masih meniup-niup jarinya yang mulai terasa perih.

"Kamu berharap aku bukain pintunya buat kamu?" William menatap Teesha, "Kamu bukan anak kecil lagi, Myria. Kamu bisa buka pintu itu sendiri."

Teesha menatap William yang melangkah menuju etalase minuman dengan tatapan tidak percaya. Teesha kira akan ada adegan romantis saat ia jalan-jalan bersama William, ternyata tidak. Seharusnya Teesha ingat jika William tidak suka suatu hal yang manis. Jadi berharap pria es itu bersikap romantis? Lupakan. Tidak usah mengharapkan sesuatu yang tidak pasti.

William membawa dua kaleng soda untuk dirinya dan Teesha ke meja kasir. Setelah selesai membayar mereka berdua keluar dari minimarket dengan Teesha yang berjalan terlebih dahulu. Gadis itu bahkan menahan pintunya sampai William keluar, bermaksud untuk menyindir si pria iblis yang sepertinya tidak mempedulikan hal tersebut.

Teesha dan William sedikit kesulitan mencari tempat duduk di pinggir pantai yang kelihatannya sudah penuh oleh para pengunjung yang juga ingin melihat sunset. Pada akhirnya, mereka berdua memilih untuk duduk di atas pasir bersama para remaja lain yang sedang memadu kasih.

William memberikan jaket miliknya kepada Teesha dan menyuruh gadis itu untuk memakainya. Semakin sore anginnya terasa semakin dingin, William tidak ingin melihat Teesha kedinginan karena pakaian tipis yang ia pakai.

"Kamu tahu, Wil? Aku sangat ingin melihat matahari terbenam sama orang yang aku suka dan itu belum sempat terwujud." Teesha mengeratkan jaket yang tersampir di tubuhnya.

William melirik Teesha dengan ekor matanya, "Aku sekarang kesini sama orang yang aku suka."

"Oh ya?" Teesha menoleh ke arah William, "Siapa yang kamu suka?"

"Perempuan yang pakai jaket biru navy."

BLUSH

Wajah Teesha tiba-tiba memerah ketika William berkata seperti itu. Bukankah tadi itu sebuah pengakuan? Yang pakai jaket biru navy katanya. Aku tekan kan, yang pakai jaket biru navy.

"Yang mana? Disini banyak yang pakai jaket warna biru navy, Wil." Goda Teesha.

William meneguk soda di tangannya, "Dia ada di dekat aku."

"Oh ya?" Teesha berpura-pura mengedarkan pandangan untuk mencari objek yang dimaksud William. Pandangannya terhenti ketika ada seorang gadis memakai jaket biru navy berjalan ke arah mereka. Sebuah ide terlintas di pikiran Teesha. Gadis itu kemudian tersenyum dan menunggu waktu yang tepat untuk berbicara.

"Kak, Kak! Permisi." Teesha memanggil gadis itu ketika ia berjalan melewati mereka berdua. Selain si gadis berjaket biru navy yang dihentikan oleh Teesha, William juga ikut menoleh dan melemparkan pandangan bertanya.

"Ada salam dari temanku." Teesha menunjuk William, "Katanya dia suka sama kakak."

"Uhukk!" William tersedak soda mendengar perkataan Teesha yang sama sekali tidak terpikirkan olehnya.

Gadis itu tersenyum sambil melirik William sekilas, "Salam juga. Tapi maaf, aku udah punya pacar."

"Pfffttt..." Teesha menahan tawanya, "Oke. Maaf udah ganggu ya, Kak."

Si gadis berjaket biru navy kembali melangkahkan kakinya dan pergi meninggalkan Teesha yang kini tertawa puas.

"Hahahaha... astaga, Wil. Kamu dengar? Kamu baru aja ditolak."

"Tck." William berdecak kesal. Kenapa gadis itu sempat-sempatnya bercanda disaat William serius begini?!

Teesha masih tertawa geli melihat ekspresi kesal William. Sebenarnya ia sangat senang mendengar kata-kata yang dilontarkan William, ia sangat senang mendengar William yang mengatakan jika ia menyukai Teesha. Hanya saja Teesha tidak tahu bagaimana harus membalasnya. Ingin sekali Teesha mengatakan jika ia juga menyukai William, tapi tidak semudah itu. Ia tidak bisa mengambil keputusan terlalu cepat karena... karena... karena ia masih bimbang.

TING!

Sebuah pesan dari Rey masuk bertepatan dengan terbenamnya matahari. Tak perlu menunggu lama untuk Teesha membaca pesan itu.

'Sudah rindu aku?'

Teesha tersenyum geli membaca pesan dari si pria ash brown itu. Dengan cepat ia membalas 'Sepertinya iya.' Kepada Rey dengan emot tertawa dibelakangnya. William yang sempat melirik layar ponsel Teesha dan sekilas membaca nama Rey hanya memasang wajah datarnya.

"Apa kamu—" William memberikan jeda beberapa detik, "Apa kamu masih menyimpan perasaan buat aku?"

"Aku gak tahu, Wil." Teesha menoleh ke arah William. Gadis itu kemudian tersenyum sambil menatap William lekat, "Aku gak tahu."

.

.

To be continued