webnovel

The Fleeing Chaos Demon

Asheel Doom, iblis yang lahir dari kekacauan, dan orang yang terlahir sebagai raja, kabur karena takut dengan mimpi yang dia alami. Dia pergi sambil mengajak rekan-rekannya yang ia temui di masa lalu, dan mereka tiba di sebuah dunia modern yang terdapat iblis, malaikat, malaikat jatuh, dan dewa. Ini hanyalah kehidupan sepasang Dewa yang dibuang ke Alam Fana.

Nobbu · Anime & Comics
Not enough ratings
289 Chs

Utusan

"Utusan telah datang! Utusan telah datang!"

Suara sorak sorai terdengar di pemukiman para Celestial. Salah satu dari mereka mengumumkan kedatangan dari seseorang yang mereka anggap penting.

Para Celestial, apakah itu warga atau prajurit, mereka berbondong-bondong keluar dari pekerjaan mereka untuk menyambut utusan itu.

"Heh, udara disini sangat tidak menyenangkan. Jika bukan karena Zora-ku berada di tempat ini, aku bahkan tidak akan repot-repot untuk meninggalkan Alam Surgawi."

Suara yang berkesan sombong dan arogan terdengar saat para prajurit melakukan barikade untuk membimbing orang itu.

Orang itu dikelilingi oleh penjaga dan dilindungi oleh Ayahnya sendiri, Orion, yang merupakan kepala prajurit dari Klan Celestial.

"Zekiel-sama, silahkan lewat sini."

Salah satu prajurit menuntunnya dengan sopan, tapi utusan itu malah menendangnya dengan kesal.

"Sial, cepatlah! Aku tidak akan lama-lama berada disini, sungguh memuakkan!"

Prajurit itu mengangguk dan menggigit bibirnya atas penghinaan yang seharunya tidak dia terima itu.

...

Sementara itu, di rumah Flora.

Asheel seperti biasa, bangung pagi dan minum susu, lalu mandi bersama dengan Sera. Bukannya dia yang menginginkan itu, tapi Sera lah yang selalu memaksanya.

Ya, dia memaksanya. Jangan salah.

Saat dia keluar dari kamar mandi setelah lama berendam, dia tidak menyangka hampir semua warga dari pemukiman ini keluar dari rumah mereka.

"Apakah ada festival atau semacamnya? Ataukah itu persembahan kuil? Aku tidak menyangka itu terjadi begitu tiba-tiba."

Dalam pikirannya, Asheel menarik perkataannya kembali tentang tidak ada budaya masyarakat di era ini.

Dia lalu menumbuhkan sayap putih dari punggungnya dan berniat untuk keluar.

"Apakah kamu mau melihat-lihat?"

Dari ruangan yang sama dengan Asheel keluar, Sera muncul dengan tubuhnya yang dibalut dengan handuk.

Meneguk!

Asheel harus mengakui jika sosok Sera saat setelah mandi sangat indah hingga naga kecilnya sedikit bereaksi. Padahal tubuh ini baru berumur 7 tahun.

Melihat reaksinya, Sera tersenyum nakal, "Ara, apakah kecantikanku berhasil membuatmu terpesona? Dasar bocah mesum, tidak ada pilihan lain lagi, Onee-san ini akan mengajarimu cara memuaskan diri."

Tangan Sera terulur ke arah naganya dengan jari-jarinya yang meliuk-liuk dengan aneh.

"Ahh, Sera...!"

Dengan Sera yang menggodanya, Asheel merasa tubuh bagian bawahnya terasa lebih panas.

Tidak seperti yang diharapkan dari tangan mesum itu, Sera malah menangkap tubuh Asheel dan mengangkatnya tinggi-tinggi.

Tapi karena itu, yukata yang dikenakan Asheel jatuh ke tanah membuat pemandangan tubuhnya dan celana dalamnya terkespos.

"...."

"Kahahahaha!"

Suara tawa terbahak-bahak bisa terdengar dari sampingnya saat Asheel melihat Merlin yang berguling-guling di tanah karena tertawa. Ophis juga berada disana dan melihatnya tanpa ekspresi, tapi matanya menunjukkan cemoohan yang jelas.

Asheel mengepakkan sayapnya dan mendarat di tanah. Dia bahkan tidak repot-repot untuk memungut pakaian yang jatuh karena dia menggunakan kekuatannya untuk menciptakan celana panjang yang langsung dikenakannya dalam sekejap.

Namun, tubuh bagian atasnya masih telanjang dan dia berjalan menuju Merlin yang masih tertawa.

Merlin akhirnya berhasil menenangkan diri setelah menperhatikan Asheel yang datang ke arahnya.

"Merlin," Asheel memanggilnya dengan lembut.

"Hah?"

Melihat Merlin yang kebingungan, Asheel langsung memeluknya.

"Ngahh, apa yang kamu lakukan?" Merlin tidak bisa bereaksi dengan benar saat tubuhnya tersentak dengan panik. Dia mencoba mendorong Asheel, "Jangan seenaknya menyentuh tubuhku!"

Asheel hanya berkata, "Tanganmu lah yang menyentuh tubuhku saat ini. Selain itu, kamu sekarang lebih tua dariku, kita hanya terlihat seperti sepasang saudara."

"Itu..." Merlin tidak bisa mencari alasan saat dia tiba-tiba menyeringai, "Jadi kamu akhirnya menerima nasibmu dalam tubuh itu, ya? Sampai memanfaatkan tubuh kekanak-kanakanmu untuk merayuku."

Asheel tidak berkata apa-apa dan melepaskannya, lalu beralih ke memeluk Ophis yang membiarkannya melakukan apa yang dia inginkan.

"Selain ekspresi polosmu, kamu akan terlihat sinis jika tersenyum. Bisakah kamu lebih ceria?" Asheel berkata saat dia memainkan wajah Ophis dengan menarik-nariknya ke segala arah.

Ophis hanya mengabaikannya walaupun wajahnya terasa tidak nyaman saat ini.

"Lupakan, aku akan pergi keluar. Apakah kalian ingin ikut?"

Asheel mendapat anggukan dari mereka berdua, lalu dia menoleh ke Sera yang telah mengenakan pakaian dan menawarinya hal serupa.

Sera berpikir sejenak sebelum menghela napas, "Aku merasa akan mendapatkan sebuah masalah jika aku ikut denganmu, tapi aku akan tetap ikut. Kalau-kalau ada wanita tua yang menargetkan keimutanmu..."

Asheel mengabaikan kalimat terakhirnya saat dia berkata, "Kalau begitu, ayo pergi!"

Saat mereka semua akan melangkah dari pintu, suara seorang wanita bisa terdengar dari belakang mereka.

"Tunggu!"

Mereka menoleh dan melihat Zora yang berlari ke arah mereka.

"Oh, Faker. Apa masalahmu?" Asheel mengangkat alis saat melihat Zora. Dia masih merasa tidak nyaman saat berada di dekatnya. Bukan tidak nyaman karena canggung, benci, atau apapun, tapi karena emosi lain.

"Kemana kalian ingin pergi?" Zora berkata dengan tergesa-gesa.

Merlin yang telah menebak apa yang akan dilakukan Asheel, lalu berkata: "Kami akan mengecek apa yang terjadi di luar. Sepertinya sangat ramai, apakah ada festival atau semacamnya?"

"Tidak ada hal semacam itu, hanya saja utusan dari Klan Dewi telah datang." Zora menjawab dengan berbagai emosi.

"Oh, tunanganmu?" kata Asheel sambil tertawa kecil.

Tapi saat Zora mendengarnya, dia menjadi lebih sedih. Perkataannya sangat memengaruhi suasana hatinya.

"Aku tidak paham kenapa kau begitu terpuruk pada perjodohanmu. Jika kulihat, kamu terlihat lebih kuat dari siapapun di Klan ini. Yang bisa menghadapimu secara langsung mungkin hanya pria berotot itu dan kakakmu. Bukankah akan mudah untuk lepas dari perjodohanmu dengan kekuatanmu saat ini?" Asheel tidak bisa tidak bertanya.

Tiruan Sera di sini sepertinya telah terikat dengan suatu aturan yang tidak terlihat. Sebelumnya, dia pernah mendengarnya saat Zora mengeluhkan nasibnya.

Zora bahkan hanyalah karakter bonus dan tidak masuk dalam naskah aslinya, yang artinya dia tidak terikat oleh apapun. Tapi mungkin bayang-bayang kakak perempuannya telah memengaruhinya sejauh ini.

"Itu ..." Atas pertanyaan itu, Zora bingung bagaimana harus menjawabnya. Tiba-tiba dia merasa jika pikirannya telah kacau sejak awal, tapi dia tidak mau mengakuinya. "Tapi Zekiel mempunyai dukungan Klan Dewi di belakangnya!"

Asheel menatapnya dengan aneh, "Apa hubungannya dengan itu? Apakah menurutmu Klan Dewi akan repot-repot untuk mengurusi para pengungsi apalagi pada masa Perang Suci saat ini? Klan Celestial hanyalah kerurunan dari Klan Dewi yang mengungsi dan mendapatkan tempat mereka dari Oshiro-sama. Aku yakin jika Klan Dewi tidak akan repot-repot untuk mengurusimu."

Zora yang mendengar perkataan panjang lebar Asheel menjadi tertegun sejenak, sebelum bersikeras pada pemikiran sebelumnya, "Tapi bagaimana dengan Ibuku, dia meninggalkan Kuil Langit untuk mengalahkan Klan Iblis dari dunia luar! Dia juga seorang utusan sebelumnya!"

"Ibu?" Asheel malah menjadi penasaran dengan sosok Ibunya yang mampu melahirkan dua Faker di dunia ini, karena orang itu berarti telah mendapat semacam wawasan idealnya tentang Sera dan Lucia.

"Dia juga seorang utusan, ya?" Sera yang memiliki pemikiran persis seperti Asheel juga menjadi penasaran. Di kasusnya, Lucia lah Ibunya yang sebenarnya, berbeda dengan Zora dan Flora yang adalah sepasang saudari sedarah.

"Ya, dia ... Ibu meninggalkanku lebih dulu...!" Zora menjadi sedih saat mengingat Ibunya.

"Apakah Ibumu merupakan seseorang dari Klan Dewi?" tanya Asheel.

"Ya, dia menikah dengan Ayah yang merupakan seorang Celestial, lalu melahirkan Onee-sama dan aku. Ayah adalah pemimpin Klan sebelumnya, dan Ibu secara tidak sengaja terdampar di Alam ini dan bertemu Ayah saat itu. Lalu saat aku berumur lima tahun, Ayah dan Ibu beserta pasukan Celestial pergi ke dunia luar untuk bergabung dengan Stigma. Tapi beberapa bulan kemudian, seseorang dari Klan Dewi membawa jasad mereka ke tempat ini..." Zora menceritakan dengan air mata yang mengancam akan jatuh.

Mereka bereempat mendengarkan, Merlin juga menjadi sedih dari cerita itu, tapi di mata Asheel, Sera, dan Ophis menunjukkan ketidakpedulian yang jelas, seolah-olah itu bukan masalah mereka.

"Itu hanyalah salah satu dari akibat adanya perang," Asheel berkomentar setelah itu. Dia tidak ingin lagi untuk menjawab pertanyaan Zora yang baru saja ditanyakannya.

Zora yang mengetahui jika mereka tidak akan membahas topik yang sama lalu menghapus ekspresi sedih di wajahnya. Dia telah pulih seperti sebelumnya setelah beberapa saat dan kemudian berdiri. "Apakah kalian akan tetap memeriksa keadaan di luar?"

"Ya, aku bosan. Tidak ada lagi hal yang bisa aku lakukan. Terlebih lagi, yang datang adalah tunanganmu. Aku menantikan drama kalian." Asheel melambaikan tangannya tanpa berbalik saat dia berjalan keluar diikuti oleh Sera, Ophis, dan Merlin.

Zora hanya bisa melihat punggung mereka sebelum menghela napas. Dia sekarang mengasihani dirinya sendiri karena dari lubuk hatinya yang terdalam, dia sebenarnya ingin akrab dengan Asheel padahal Asheel sendiri bisa menjadi ancaman yang dapat mengambil segala sesuatu miliknya atau bahkan memberinya keputusasaan.

Setelah agak jauh berjalan dari rumah tempat mereka bermalam sebelumnya, Asheel tiba-tiba berhenti di sebuah pohon sebelum bersandar di batangnya.

Ekspresinya gelap karena tertutup oleh rambutnya sendiri.

"Menyesakkan...!" Dia bergumam saat menaruh telapak tangannya di dadanya.

Melihat itu, Sera hanya menggelengkan kepalanya. 'Pada akhirnya kamu masih peduli terhadapnya. Kamu sangat buruk dalam berbohong jika itu berkaitan denganku. Ahh, imutnya~'