webnovel

A Sudden Kiss

Aku bingung setengah mati, tidak pernah melihat ekspresi Joe yang seterkejut itu saat melihatnya membuka pintu dan menemukan seseorang di depannya yang tak aku kenal. Dan pria di depan pintu pun sama terkejutnya dengan Joe.

Mereka membicarakan sesuatu yang tak dapat kudengar. Aku sedang berada di sebrang rumah berdiri menatap mereka, memperhatikan mereka dari sebrang sini. Pandanganku masih bisa terjangkau melihat mereka. Joe tampak tidak suka dengan tamu yang datang, aku bisa melihat rautnya dari kejauhan.

Kuputuskan untuk menyebrang dan memasuki rumah setelah melihat Joe hampir memukul wajah pria itu. Ketika kusampai di halaman rumah, mereka memandangiku.

"Jadi kau keponakannya," gumam pria itu ketika kulangkahkan kakiku menuju mereka.

Akhirnya ada yang mengakuiku sebagai keponakan Joe, bukan wanita jalangnya.

Secara tiba-tiba saja Joe menggenggam tanganku dan menyeretku masuk ke dalam rumah lalu mengunci pintu dari luar.

Joe tak pernah memperlakukanku kasar dan menyeretku di depan orang sebelumnya. Sebenarnya ada apa? Mengapa Joe bersikap seperti tadi? Apakah pria itu membahayakan tapi dari tampang pria itu, dia bukanlah orang yang membahayakan.

Suara mereka masih bisa kudengar. Kudekatkan kupingku di balik pintu dan menguping pembicaraan mereka,

".........mengetahui dia keponakanmu, aku jadi semakin ingin memilikinya."

Mulutku terbuka lebar tak percaya.

"Jangan harap kau bisa menyentuhnya!" balas Joe kasar.

"Dengar, awalnya aku tidak tahu bahwa kau adalah paman dari wanita yang ingin aku temui. Aku murni menginginkannya sebelum aku tahu kau adalah pamannya tapi ketika aku mengetahui hal ini, aku menjadi sangat menginginkan keponakanmu. Aku berjanji tak akan menyakitinya, jadi kuharap kau mengizinkanku mendekati dia jika tidak..."

"Ancamanmu tak berfungsi padaku. Jangan harap kau bisa mendekati atau menyentuh Luna sejengkalpun," suara Joe membentuk ketegasan yang tak terbantahkan.

"Sebaiknya kau pergi sekarang," tambah Joe.

Beberapa menit kemudian sudah tak ada suara percakapan lagi. Mungkin pria tadi sudah pergi.

Otakku masih mencerna pembicaraan mereka terutama pembicaraan pria yang tak masuk akal itu. Aku sama sekali tak mengenalnya tapi mengapa dia menginginkanku. Berbagai pertanyaan muncul di benakku.

Joe memicingkan matanya, ia nampak kaget ketika melihatku terdiam dengan tatapan kosong di balik pintu.

"Sejak kapan kau disini?" tanya Joe memastikan keraguannya.

"Sejak kau mengunciku. Joe..," sengaja kuberikan jeda, tak yakin dengan apa yang akan kuucapkan padanya.

"A..A....Aku men...dengar semuanya," ucapku tergagap-gagap hampir tak bersuara. Pikiranku masih berkelana mencerna kejadian tadi.

Dia menarik nafas lalu mengacak-acak rambutnya dengan frustasi, "di mana kau bertemu Lucas? Dan bagaimana kau bisa mengenal dia?"

Aku tidak mengerti dengan pertanyaan yang dia ajukan padaku. Lucas? Dia adalah pria tadi?

"Apa? Bertemu siapa? Aku tidak pernah bertemu dengannya justru aku ingin bertanya padamu bagaimana dia bisa mengenalku."

"Lupakan. Kau sebaiknya jauhi dia. Dia pria yang berbahaya. Jangan tanya apapun mengenai hal ini. Aku lelah."

Joe pergi meninggalkanku tanpa memberiku kesempatan untuk bicara lagi.

Aku diam tak bergerak memandangi kepergiannya. Begitu terlihat kebencian dari mata Joe saat bertemu Lucas. Semua orang yang melihatnya pasti tahu kalau Joe sangat membencinya. Pasti Lucas telah melakukan hal yang buruk sehingga Joe membencinya. Dan aku tak tahu hal buruk apa itu. Jika aku menanyakannya pada Joe, aku yakin dia tak akan sudi menjelaskannya padaku.

Keesokan harinya, hujan kembali membasahi kota ini. Namun awan di luar tidak gelap, matahari sedikit memantulkan cahaya di balik awan yang menyelimutinya. Hujan tapi langit cerah lebih berkuasa daripada langit berabu.

"Luna sarapan!" panggilnya sambil mengetuk pintu kamar.

Suaranya yang keras membuatku terbangun.

Dengan malas mata beratku terbuka lalu kutatap kearah luar jendela. Ini masih sangat pagi, desisku dalam hati.

"..ingat jangan membuatnya takut..," suara khas yang kukenal berbisik pelan tapi aku bisa mendengarnya.

Dan apa ini? Pandanganku sedikit terkejut saat melihat ada orang lain selain Joe di meja makan. Bukankah pria ini orang yang mengantar Joe saat ia mabuk? Aku tak tahu mengapa dia bisa di sini. Atau mungkin saja Joe mengundangnya makan bersama sebagai ucapan terimakasih? hah entahlah. Aku tak ingin mempersalahkannya.

"Mengapa kau masih berdiri disitu? duduk dan makanlah," ujar Joe membuyarkan isi pikiranku.

Aku duduk diantara mereka, tapi pria itu agak sedikit berhadapan denganku. Wajahnya ramah memandangiku tapi aku masih bisa merasakan tatapan intensnya.

Sungguh aku tak suka cara dia menatapku seperti itu. Tatapannya seperti serigala yang ingin menerjangku habis-habisan.

"Senang bertemu denganmu lag," ucap pria itu padaku setelah memasukan makanan terakhirnya dalam mulutnya.

Joe mengernyit heran.

"Ketika kau mabuk, aku mengantarmu pulang dan bertemu dengan keponakanmu," balas pria itu menjawab pertanyaan Joe yang tak terucap.

Joe menyemburkan teh yang disesapnya. Sepertinya ia baru mengetahui bahwa dia yang mengantarnya pulang, pikirku. Lalu kenapa pria ini bisa di sini?

"Sungguh beruntung aku menumakanmu dan bisa mengantarmu pulang pada malam itu jadi aku bisa mengetahui sesuatu yang aku cari," tambahnya sinis.

"Apa yang kau cari?" tanyaku penasaran meskipun aku tak mengerti apa yang mereka bicarakan.

"Barang berharga," kalimatnya sedikit meninggi seperti sebuah pertanyaan.

"Apakah Joe mencuri barang berhargamu itu?" tuduhku.

Lototan Joe tak menghentikanku untuk terus bertanya.

"Tadinya aku sempat berpikir seperti itu," gumam pria itu.

"Oh baguslah pamanku tak mencurinya. Akan sangat memalukanku jika ia berani mencuri."

Mereka tertawa setelah mendengar ucapanku. Suasana yang tegang antara Joe dan pria itu telah meleleh. Aku sengaja atau dengan terpaksa membaur kedalam pembicaraan mereka hanya untuk menghilangkan 'ketegangan' yang kurasakan pada diri Joe.

Suara telpon rumah berbunyi keras, membuat pembicaraan kami terhenti sesaat. Joe bergegas bangkit dari duduknya mengangkat telpon itu.

Pria itu tak mempedulikan Joe. Ia dari tadi masih saja menatapku. Aku risih oleh tatapannya. Dengan segera aku bangkit dari dudukku untuk menghindari tatapannya tapi ketika aku baru melangkah melewatinya, ia beringsut bangkit lalu tangannya dengan cekatan menarikku sehingga tubuhku menghadapnya dan dia mencium bibirku.

Aku terlonjak saat pria itu menempelkan bibirnya padaku. Tanganku mendorong tubuh kekarnya menjauh, tapi dia sangat kuat. Semakin aku mendorongnya menjauh, semakin ia menempelkan tubuhku padanya.

Dia terus menciumku. Lidahnya memaksa untuk masuk dan dia berhasil. Disesapnya bibirku begitu gairah lalu lidahnya menjelajahi gigiku kemudian ia kembali menyesap bibirku dengan ahli.

Semuanya berlalu dengan cepat membuatku tak sempat berontak lebih kuat.

Sebuah tamparan mendarat di pipinya. Kini kekuatanku kembali saat ia mulai lengah. Tanganku terasa panas setelah menamparnya.

Dia mengelus pipi bekas tamparanku lalu ia tersenyum.

"Berani-beraninya kau berbuat seperti tadi!" nafasku masih terengah karena ciumannya.

"Apakah kau merasa familiar dengan ciumanku, Luna?"

Kemarahanku semakin menjadi mendengar dia sama sekali tak menyesali perbuatannya. Dia malah tersenyum puas padaku.

"Kau menjijikan! Jangan pernah datang kemari lagi!!"

Joe kembali setelah urusan di telpon selesai, "ada apa ini?" tanya Joe heran mendengar keributan yang kami buat.

"Tidak ada apa-apa," tukas pria itu cepat dengan ekspresi tenang.

Joe melirik ke arahku kemudian kembali menatap pria itu.

"Kevin, apa yang kau lakukan?"

Pria itu yang bernama Kevin barusan melecehkanku, Joe, batinku berteriak marah. Ingin kukatakan apa yang terjadi sebenarnya, tapi kata hatiku berkata lain.

"Tidak ada yang terjadì, tadi aku hanya terkejut melihat keco,." ujarku meyakinkan Joe.

Kejadian hari ini tak akan kulupakan. Pelecehan yang dilakukan oleh Kevin sangatlah tidak termaafkan bagiku. Tak ada yang berani menciumku seintim itu sebelumnya, bahkan Adam sekalipun.

Aku merasa sangat jijik dengan bibirku yang tersentuh oleh pria lain tapi sepertinya Kevin sangat menikmati pelecehan yang ia lakukan.