webnovel

TPST - Pawang Cewek Buas

Pandangan Mervin dia fokuskan memperhatikan Aksena yang sekarang sudah berganti pakaian dan pakaian yang dia gunakan jauh berbeda dengan pakaian yang dia gunakan sebelumnya. Memang masih terlihat indah di tubuhnya, tapi tidak seterbuka sebelumnya.

"Lo bohongin Bokap lo?" tanya Mervin yang merasa begitu yakin dengan apa yang sudah dia ucapkan, karena jika Aksena tidak berbohong, tidak akan mungkin kalau Aksena memilih mengganti pakaiannya terlebih dahulu sebelum pulang.

"Gak juga sih," timpal Aksena dengan cukup enteng sambil menggelengkan kepalanya.

Kening Mervin tidak percaya dengan apa yang sudah Aksena jawab. "Tapi ini?" Pandangan Mervin terus dia fokuskan memperhatikan pakaian yang Aksena gunakan sekarang.

"Kan gue jenuh di Rumah, pengen kali-kali party sama temen-temen. Salahnya di mana sih?" tanya Aksena penuh dengan kekesalan, karena Mervin mempermasalahkan hal yang dia gunakan.

"Di pakaian yang lo gunakan dan juga cara lo berpamitan," jawab Mervin menggunakan nada bicara yang terdengar serius.

Tatapan Aksena semakin tertuju dengan cukup tajam memperhatikan manik cowok di hadapannya. "Memangnya lo tahu bagaimana cara gue pamitan ke Bokap gue?" tanya Aksena yang mulai menyudutkan Mervin.

"Kurang lebih tahu," jawab Mervin dengan cukup enteng, bahkan dia merasa cukup yakin dengan apa yang ada dalam benaknya.

"Dari mana?" tanya Aksena tidak paham kenapa Mervin bisa sampai tahu.

Mervin mengukirkan senyuman kecilnya. "Gue tahu semua tentang lo." Dengan begitu enteng Mervin memberikan jawaban.

Kedua bola mata Aksena membulat tajam, dia semakin kesal dengan cowok di hadapannya. "Penguntit!" umpat Aksena.

Apa yang Aksena ucapkan sama sekali tidak Mervin hiraukan, dia benar-benar mengabaikan hal tersebut, lagi pula dia tidak sepenuhnya menguntit Aksena.

"Lo kenapa pilih order mobil sih?" Aksena merasa sangat heran dengan hal ini.

"Memangnya?" tanya balik Mervin dengan menggunakan nada bicara yang cukup datar.

"Lo ke sini jalan kaki gitu?" Sama sekali Aksena tidak percaya kalau Mervin datang ke tempat ini adalah jalan kaki dan maksud dia juga tidak harus sampai memesan mobil, karena bisa pulang bersama dengannya.

"Gak."

"Nah trus, ngapain sekarang malah pesen mobil?"

Rasa heran Aksena tidak mau dia abaikan begitu saja, sehingga dia akan terus mengajukan pertanyaan ini pada Mervin sampai dia mendapatkan sebuah jawaban yang memecahkan balon heran miliknya.

"Gue bawa motor," jawab Erdhan menggunakan nada bicara yang santai.

"Hubungannya dengan lo yang bawa motor dengan memesan mobil sekarang apa?" tanya Aksena yang masih belum paham dengan tujuan utama Mervin.

"Seru tahu kalau naik motor malam-malam gini," lanjut Aksena sambil membayangkan betapa menyenangkannya pulang naik motor malam ini.

"Dengan gue yang melihat lo menggunakan pakaian seperti tadi?"

Alasan yang membuat Mervin sampai memesan mobil, adalah dia yang tidak membiarkan body Aksena yang ditonton oleh banyak orang, karena saat nanti pulang naik motornya, bukan tak mungkin kalau pakaian Aksena semakin naik.

"Tapi kan sekarang udah mendingan?" Aksena masih tidak mau menerima begitu saja apa yang sudah Mervin putuskan dengn pulang menggunakan mobil.

Mervin menarik napasnya terlebih dahulu, dia bukan hanya harus bisa menahan emosinya saat berhadapan dengan Aksena yang ketus-ketus padanya, menjawab menggunakan nada yang tinggi, tapi ternyata dia harus sabar saat Aksena mengajukan banyak pertanyaan.

"Nanti hujan," timpal Mervin yang cukup acuh, dia tidak begitu memikirkan jawaban yang dia berikan benar atau tidak nantinya.

"Kata siapa?" tanya Aksena yang benar-benar tidak kehabisan tanda tanya saat berdialog dengan Mervin, sehingga pembahasan yang kecil saja bisa menjadi panjang lebar seperti sekarang.

Pandangan Aksena teralihkan saat melihat ada sebuah mobil yang berhenti tepat di depannya, dia merasa yakin kalau mobil itu adalah mobil yang sudah Mervin pesan.

"Gue," jawab datar Mervin.

"So tahu lo!" ketus Aksena yang sama sekali tidak yakin dengan apa yang Mervin ucapkan.

"Masuk," ucap Mervin sambil membukakan pintu mobil tersebut, dia sudah tidak ingin memperpanjang pembahasan yang entah kapan akan berakhir kalau terus dia jawab, karena sepertinya Aksena masih mempunyai banyak pembahasan dari topik sekarang.

Awalnya Aksena malas untuk masuk, tapi saat melihat betapa seriusnya tatapan Mervin, membuat Aksena pasrah dan kemudian melangkahkan kakinya masuk. Aksena duduk dengan santai yang sampai pada akhirnya Mervin juga melangkahkan kaki masuk di sampingnya.

Setelah itu mobil melaju dengan kecepatan yang santai. Aksena tidak ingin memperhatikan ke arah di mana Mervin berada, hingga pada akhirnya dia lebih fokus memperhatikan ke arah jendela.

*****

Tengah fokus memperhatikan indahnya jalanan malam hari, Aksena terdiam sejenak saat melihat ada sesuatu yang mulai berjatuhan dengan suara yang mulai terdengar, dia lebih memfokuskan pandangannya memperhatikan rintik air yang berjatuhan.

"Hujan?" Mervin berucap dengan begitu enteng sambil memperhatikan Aksena.

Aksena mengalihkan pandangannya, dia memperhatikan orang yang baru saja berucap dengan sangat enteng. "Lo peramal atau pawang hujan?" Aksena menjadi curiga dengan hal ini, hingga cara dia menatap Mervin saja begitu penuh dengan keseriusan.

"Pawang lo," sahut Mervin dengan begitu enteng.

"Dipikir gue apaan ada pawangnya?" Aksena kesal sendiri dengan hal ini.

"Cewek buas," jawab Mervin dengan cukup enteng, bahkan dia sampai mengukirkan senyuman kecilnya sambl memperhatikan Aksena.

Tatapan Aksena dengan seketika menajam, dia merasa sangat emosi mendengar jawaban yang baru saja Mervin ucapkan, apalagi saat melihat ekspresi Mervin yang terlihat tidak merasa bersalah dengan apa yang sudah dia ucapkan.

"Malah ngatain gue!" ketus Aksena yang kemudian memasang ekspresi penuh dengan kekesalan.

"Gak salah kan gue pilih ngajak lo pulang naik mobil?" tanya Mervin yang mulai besar kepala dengan apa yang sudah dia pilih sekarang.

"Enggak sih, tapi kalau ujanan naik motor kayaknya seru!"

Aksena terlihat cukup excited dengan apa yang sudah dia bahas, karena dalam bayangannya, hal tersebut akan terasa begitu menyenangkan, tapi sayang ... sekarang Mervin malah memilih memesan mobil yang hasilnya dia tidak bisa merasakan bagaimana senangnya hujanan di atas motor sambil menikmati suasana jalanan.

"Next time," jawab Mervin dengan pandangan yang sama sekali tidak dia alihkan dari memperhatikan Aksena.

"Bener?!" tanya Aksena yang benar-benat tidak bisa disembunyikan, kalau dia merasa begitu ingin dan bersemangat dalam hal ini.

Mervin menganggukkan kepalanya. "Iya."

Di sini Aksena terlihat begitu berbahagia membahas hal tersebut, bahkan sepertinya dia lupa kalau dia tidak suka dengan hubungan yang dia jalin dengan Mervin, bahkan dengan apa yang baru saja terjadi yang membuat dirinya merasa kesal terlupakan begitu saja.