webnovel

TPST - Diantar Siapa?

Hujan yang turun dengan cukup deras ini membuat jalanan yang ramai menjadi macet, sehingga perjalanan pulang Aksena menjadi lebih lama sampai tidak dia sadari, kalau dirinya terlelap.

Tangan Mervin menahan kepala Aksena yang hendak terjatuh sebab ketiduran, dia perlahan mengembalikan posisinya ke sandaran kursi itu, tapi tak lama dari itu dia melihat kepala Aksena yang hendak mengenai kaca mobil.

Pada akhirnya Mervin dengan santai menyandarkan kepala Aksena ke bahunya, membiarkan Aksena tidur di sandarannya, apalagi dia merasa kalau macet ini akan cukup lama.

Dengan cukup lembut, Mervin mengelus-elus kepala Aksena agar tidurnya bisa lebih nyenyak lagi dan memang Aksena benar-benar tertidur dengan begitu nyenyak.

*****

Perlahan Mervin menepuk-nepuk pipi Aksena dengan begitu perlahan, bahkan lebih pantas dikatakan dengan mengelus-elus pipi Aksena agar bisa bangun.

"Bangun, udah sampai depan Rumah lo." Mervin berucap menggunakan nada bicara yang pelan, karena dia tidak ingin menganggetkan Aksena yang terlihat begitu pulas tertidur.

Beberapa kali, Mervin membangungkan Aksena sampai perlahan Aksena membuka matanya dan mengerjap-erjap matanya, terdiam beberapa saat sambil melihat kalau memang dia sudah sampai di depan Rumahnya.

"Tidurnya lanjut nanti di Rumah," ucap Mervin disertai dengan sebuah senyuman yang santai.

Aksena masih terlihat seperti orang yang linglung, karena memang semula dia merasa begitu nyaman tertidur, sehingga saat bangun dia merasa malas dan masih ingin melanjutkan tidurnya.

Bagaimana tidak nyaman jika sepanjang Aksena tertidur, Mervin benar-benar memposisikan Aksena di tempat yang nyaman untuk dia tertidur, bahkan saat menyadari tidur Aksena yang terganggu saja, dia kembali mengelus-elus Aksena?

"Ya udah, gue duluan." Aksena berucap dengan santai.

Mervin menganggukkan kepalanya dan saat Aksena hendak keluar, dia menahan tangan Aksena yang membuat dia mengernyit kebingungan dengan maksud dari hal ini.

"Ada apa?" tanya Aksena kebingungan.

Cup

Sebuah kecupan mendarat dengan apik di kening Aksena dan sejenak Aksena terdiam sambil memperhatikan cowok di hadapannya, dia merasa kebingungan dengan hal ini.

Sebuah senyuman terukir dengan begitu jelas di bibir Mervin setelah dia selesai mengecupkan bibirnya, dia memperhatikan manik Aksena yang terlihat masih kebingungan dengan apa yang baru saja terjadi sekarang.

"Udah malam, jangan malam begadang, mending lo langsung tidur." Mervin berucap cukup santai dengan pandangan yang begitu dia fokuskan memperhatikan wajah Aksena yang terlihat cukup imut dengan mata yang terlihat lebih besar, karena menahan rasa ngantuknya.

"Bawel lo!" ketus Aksena penuh dengan kesengajaan, karena dia tidak ingin terlarut dalam suasana yaang nantinya bisa menjebak dia dalam sebuah rasa yang tidak biasa.

"Gue baru ngingetin sekarang," timpal Mervin apa adanya.

"Oh."

Mervin menganggukkan kepalanya dengan pandangan yang masih dia teruskan memperhatikan Aksena. "Iya, protes terus. Heran gue?" Tidak tahu berasal dari mana mood Aksena sampai membuat dirinya geleng-geleng kepala, karena merasa heran.

"Sama. Gue juga heran sama kelakuan lo!" Aksena tidak ingin kalah.

Menyadari kalau Mervin tengah memperhatikan dirinya dengan tatapan yang semakin intens, membuat Aksena dengan seketika langsung melangkahkan kaki keluar dari mobil, bahkan Aksena menutup pintu mobil dengan cukup kencang yang membuat Mervin kaget.

Aksena tidak ingin berlama-lama bersama dengan Mervin, apalagi jika terus terjebak dalam suasana yang seperti ini, karena ditatap dengan tatapan yang begitu dalam oleh Mervin membuat Aksena merasa tidak karuan.

Setelah Aksena keluar, Mervin tidak langsung pergi meninggalkan Rumah Aksena yang terlihat dari luarnya begitu mewah dan juga megah, karena di dalamnya juga begitu mewah.

Dengan santai Aksena melangkahkan kakinya masuk, tapi baru saja dia melangkahkan kakinya masuk, dia sudak melihat seorang laki-laki bertubuh tinggi yang tengah melangkah menuju ke arahnya.

Duh, Papi marah gak ya?

Perasaan takut itu muncul dalam dirinya, tapi dia tetap berusaha untuk bisa saja. Mencoba untuk tetap tenang saat berhadapan dengan Papinya, agar tidak membuat suasana sekarang menjadi mencekam.

"Papi, aku udah pulang cepet ini." Aksena berucap dengan menggunakan nada bicara yang ceria.

Apa yang dia ucapkan barusan menjadi sebuah hal yang benar, karena sebelumnya dia sudah mengatakan mungkin akan pulang larut malam sebab dia ingin menghabiskan waktu dengan teman-temannya.

"Pulang dengan siapa barusan?" tanya Papinya yang merasa curiga dengan orang yang sudah mengantar Aksena.

Duh, ngapain tanya itu sih? Gak mungkin kan kalau gue jawab pulang sama cowok?

"Sama temen Pi," jawab Aksena enteng.

Kening Papinya mengernyit, tatapannya semakin dia fokuskan memperhatikan raut wajah Anaknya. "Temen atau pacar?"

"Temen," jawab Aksena yang masih setengah gugup.

"Kalau memang kamu sudah punya pacar, lebih baik kamu bilang. Jangan berbohong," ujar Papinya yang merasa akan lebih baik kalau Anaknya terang-terangan dengan hal ini, dibandingkan terus menyembunyikan hal tersebut.

Pandangan Aksena menjadi dia seriuskan saat memperhatikan Papinya, karena dia merasa ada sesuatu yang cukup tanda tanya untuknya setelah mendengar pernyataan tersebut.

"Memangnya Papih udah izinin aku pacaran?" Ada sebuah perasaan tidak percaya dalam diri Aksena akan hal ini.

"Tergantung siapa cowok yang menjadi pacar kamu."

Bukan sebuah hal yang mudah untuk Papinya bisa memberikan izin pada Anak perempuannya pacaran, apalagi kalau cowok yang menjadi pacarnya adalah cowok yang tidak jelas atau tidak baik, karena bagaimana pun sebagai orang tua, pasti menginginkan yang terbaik untuk Anaknya.

Kalau gue bilang pacar gue adalah tuh cowok, memangnya bakalan dikasih izin ya?