webnovel

TPST - Keterpaksaan

"Ngapain lo natap gue kayak gitu?" tanya Aksena yang benar-benar tidak suka dengan bagaimana cara cowok itu menatapnya. "Liatin gue kayak gitu terus, gue colok mata lo!" ketus Aksena.

Di sini Aksena sudah kebingungan bagaimana cara agar Mervin tidak terus memperhatikan dirinya dengan tatapan yang seperti ini, karena dia sudah merasa tidak nyaman ditatap dengan tatapan yang mengintimidasi seperti sekarang.

"Nada bicara lo turunin," ujar Mervin yang terlihat begitu tidak suka dengan nada bicara yang Aksena gunakan.

Sejenak Aksena terdiam, dia memikirkan apa yang sudah Mervin ucapkan. Ada sebuah hal yang membuat Aksena terdiam, dia merasa kalau nada bicara Mervin kali ini begitu berbeda dari biasanya.

Memang bukan sebuah hal yang jarang untuk Aksena yang berbicara menggunakan nada bicara yang seperti tadi, tapi kali ini cara Mervin menatapnya juga nada bicara yang Mervin gunakan begitu berbeda dari biasanya.

"Lo kenapa sih? Biasanya juga gue ngomong kayak gini," ujar Aksena yang merasa begitu heran dengan sikap Mervin yang sekarang.

Mendengar apa yang sudah Aksena ucapkan, membuat Mervin semakin fokus memperhatikan Aksena. "Hal tidak baik, jangan dibiasakan."

Nada bicaranya benar-benar serius dan hal ini begitu tidak Aksena sukai, karena dia merasa cukup tertekan dalam hal ini, dia merasa tidak bebas dan merasa tertekan.

Sebenarnya apa yang sudah Merbin ucapkan itu memang hal yang benar. Di mana hal yang tidak baik tidak perlu dibiasakan, karena nanti akan menimbulkan sebuah kebiasaan yang tidak baik juga.

Semua yang sudah menjadi kebiasaan adalah hal yang sulit untuk dihentikan, sebab sebelum hal itu menjadi kebiasaan, sudah berulang kali dilakukan.

"Terus sekarang mau lo apa?!" tanya Aksena yang malas berbasa-basi dengan cowok di hadapannya, rasanya dia sudah ingin meninggalkan Mervin, tapi jika pembahasan belum selesai, maka besar kemungkinan kalau Mervin akan mengejarnya.

"Ingat apa yang sudah dia ucapkan?" tanya Mervin yang mengarah pada apa yang sudah Bella ucapkan sebelumnya.

Kening Aksena mengernyit, dia tidak ingat semua, sehingga dia merasa kebingungan dengan ucapan yang Mervin maksudkan. "Ucapan dia yang mana?" tanya Aksena yang tidak ingin terus-terusan berpikir sendiri mengenai hal itu.

"Jangan deketin cowok lain, kalau lo udah punya cowok." Mervin mengucapkan kalimat yang dia maksud, karena memang dia setuju dengan hal itu.

Mendengar bagaimana Mervin berucap, membuat Aksena terdiam, karena nada bicara Mervin benar-benar penuh dengan keseriusan. Seolah dia juga ikut menyudutkan dirinya dalam hal ini.

"Lo gak bisa ngekang gue, karena gue juga menjalin hubungan dengan lo atas dasar keterpaksaan, sehingga lo gak bisa sepenuhnya ngatur gue!" tekan Aksena yang membeberkan hal ini.

Dari satu kalimat yang baru saja Aksena ucapkan, ada satu kata yang membuat Mervin merasa kesal sampai pada akhirnya dia melangkahkan kakinya. Menghapus jarak antara dirinya dan juga Aksena.

Apa yang baru saja Mervin lakukan, membuat Aksena kebingungan, dia melangkah mundur sampai pada akhirnya dia terhantuk ke tembok.

"Gue gak peduli apakah lo terpaksa atau tidak dengan gue, tapi lo sudah mengatakan iya dan menerima tantangan dari gue, maka selama itu ... lo harus nurut sama gue!" tekan Mervin.

Keterpaksaan.

Kata itu yang sudah berhasil membuat Mervin emosi, karena memang dia menyadari kalau mungkin sikapnya atau caranya menjadi pacar Aksena tidak semenyenangkan yang lain, tapi tidak harus juga Aksena membeberkan hal tersebut, apalagi sekarang Aksena dalam masa menjalankan tantangannya.

Sakit.

Hati Aksena merasa sakit, saat dia mendengar nada bicara Mervin yang setinggi itu, dia tidak pernah membayangkan kalau Mervin akan membentaknya.

Dengan cukup dalam, Aksena menarik napasnya. Ada hal yang ingin dia sampaikan, sehingga dia berusaha untuk menguatkan dirinya, agar dia masih tetap bisa berucap.

"Gue ngerasa nyesel saat lo mengatakan tidak boleh berbicara dengan nada tinggi sama lo, tapi gue tidak sampai mengatakan hal itu sama lo."

Aksena menggeleng-gelengkan kepalanya, saat perasaan itu kembali muncul dalam dirinya. "Memangnya orang yang gak suka dibentak itu cuma lo?" tanya Aksena.

"Gue juga bukan orang yang suka dibentak!" tekan Aksena yang sudah tidak bisa mengontrol dirinya. Semakin ke sini suasana hatinya semakin tidak karuan.

"Jangan karena gue sudah menerima tantangan dari lo dengan salah satu syaratnya gak boleh ketus sama lo, tapi lo bisa seenaknya bentak-bentak gue!" jelas Aksena panjang lebar.

Bulir air mata Aksena berhasil jatuh begitu saja dan dengan cepat Aksena menghapusnya, karena dia tidak ingin kalau dia disangka sedang cari muka atau sebagainya di hadapan Mervin.

Melihat air mata Aksena yang jatuh, membuat Mervin merasa panik saat itu juga, karena dia sama sekali tidak berniat untuk membuat Aksena menangis.

"Lo nangis biar nanti Kakak kelas lo itu kasihan sama lo? Iya? Mau cari muka sama dia?" tanya Mervin yang mengira kalau ini semua hanya siasat Aksena sana.

Kekecewaan Aksena semakin pecah sekarang. "Gue gak ada niatan untuk mengemis kasihan sama dia! Gue gak perlu cari muka agar gue bisa sama dia, karena tanpa itu juga gue bisa!" tekan Aksena.

"Tapi lo gak boleh sama dia," larang Mervin dengan begitu serius.

"Kenapa?!" tanya Aksena yang malah juga semakin mentang Mervin.

Tidak heran jika suasana yang tercipta di antara mereka semakin ke sini semakin memanas.

Lalu apa yang akan terjadi?