webnovel

Zahra Kecelakaan

Sepulangnya dari butik, Erni langsung mengabarkan berita baik itu kepada Inayah. Inayah merasa bahagia dan bangga mempunyai staf khusus seperti Erni dan juga Zahra yang terus berupaya keras dalam mengembangkan bisnis yang ia percayakan itu. "Alhamdulillah. Ya, Allah! Semoga berjalan lancar ya, Teh," kata Inayah menatap wajah kakak angkatnya itu.

Erni tersenyum penuh kebahagiaan balas memandang wajah Inayah yang tampak berseri. "Amin!" ucap Erni menyahut. "Semoga Allah melancarkan semuanya," kata Erni menambahkan.

Inayah pun tersenyum lebar, gulir bola mata indahnya teruju ke sebuah foto yang tersimpan dalam bingkai berwarna kuning keemasan yang menghias tembok di ruangan tengah rumah megah itu.

Pandangannya mulai meredup ketika butiran bening menutup keindahan bola matanya. Seketika batinnya menangis, jiwanya meronta, ingin rasanya Inayah berteriak dan mengungkapkan rasa kebahagiaannya itu di hadapan kedua orang tuanya. Namun itu semua sudah tidak bisa ia lakukan lagi, karena ayah bundanya sudah tidak ada lagi di sampingnya.

"Ayah, Ibu! Aku sudah bisa mewujudkan keinginan kalian," ucap Inayah penuh rasa haru dengan uraian air mata yang tak kuasa ia bendung lagi.

Terbayang dalam kelopak matanya, dan masih terngiang dalam telinga gadis cantik itu, ketika sang ibu mengatakan, "Ibu akan bangga melihat kamu jadi seorang wanita yang pandai berbisnis!" Hal itu menjadikan motivasi dan dorongan kuat untuk Inayah terus berusaha keras dalam mengelola bisnisnya.

Inayah bersandar di bahu Erni dan terus menangis, tangisan yang menyimpan sejuta kesedihan bercampur rasa kebahagiaan.

Apa yang diamanatkan oleh almarhum kedua orang tuanya, akhirnya terlaksana secara perlahan. Inayah sudah bisa memberikan sesuatu yang terbaik untuk ia persembahkan kepada almarhum kedua orang tuanya, dan dapat mewujudkan apa yang diinginkan oleh almarhum sang ibu.

"Kamu terus berjuang dan wujudkan mimpi indah ayah dan ibumu!" Erni berkata lirih sembari memeluk erat tubuh Inayah. "Kholifah Lie Chun Hyang akan segera berkunjung ke sini bersama Airin," sambung Erni mengabarkan.

Inayah tampak bahagia dengan apa yang diutarakan oleh kakak angkatnya itu, besar harapan baginya untuk menjadikan ladang bisnisnya sebagai jalan dakwah yang merambah di sebuah negara yang minoritas Muslim.

Selain hijab dan pakaian Muslimah, Inayah pun saat itu sudah meluncurkan produk baru berupa Jasko pria, sorban dan peci. Semua produk-produk tersebut sudah mulai dipasarkan di butik-butik miliknya dan juga di toko pakaian di mall-mall yang ada di wilayah Bandung dan Jawa barat.

*

Seminggu kemudian, apa yang dinantikan oleh Inayah dan Erni akhirnya tiba juga. Airin mengabarkan kalau Kholifah Lie Chun Hyang sudah berada di Jakarta dan kemungkinan dua hari berikutnya akan segera datang menemui Inayah setelah menyelesaikan urusannya di Jakarta bersama Airin.

Dua hari ke depan kalau tidak ada halangan mereka akan segera ke Bandung untuk menemui Inayah dan Erni di kediamannya.

"Alhamdulillah, barakkallah," ucap Erni penuh rasa syukur. "Kita harus persiapkan semuanya untuk menyambut kedatangan Kholifah Lie!" sambung Erni mengarah kepada Inayah.

"Iya, Teh. Jangan lupa sore nanti Zahra telepon, dan suruh ke sini!" kata Inayah tersenyum manis.

"Sudah tadi Teteh sudah menghubungi Zahra sebentar lagi juga datang," jawab Erni bangkit.

Erni langsung melangkah ke ruang dapur untuk memberi tahukan Fatimah dan Bedah supaya mereka ikut menyiapkan makanan untuk jamuan Kholifah Lie Chun Hyang yang akan berkunjung ke kediaman.

"Fat, ke sini dulu!" pinta Erni duduk di sebuah kursi yang ada di sebelah ruangan dapur.

"Iya, Er," sahut Fatimah dari ruang dapur.

"Sekalian ajak Bedah!" tambah Erni.

Fatimah bergegas menghampiri Bedah yang saat itu sedang mencuci pakaian dan mengajak rekannya itu untuk segera menghadap Erni yang sudah menunggu. "Dah, tunda dulu kerjaannya, ada panggilan dari Erni!" kata Fatimah lirih.

"Iya, Teh." Jubaedah bangkit dan melangkah mengikuti Fatimah menuju ke arah Erni yang sudah menunggu mereka.

Fatimah dan Jubaedah duduk di hadapan Erni, Fatimah tampak penasaran kemudian ia bertanya lirih kepada Erni, "Ada apa, Er? tanya Fatimah menatap wajah sahabatnya itu.

Erni pun langsung menjawab pertanyaan dari Fatimah, dan ia memberikan tugas kepada kedua asisten rumah tangga itu untuk menyiapkan makanan bagi tamu kehormatan Inayah yang akan berkunjung dua hari ke depan ke kediaman tersebut.

Fatimah dan Jubaedah merespon baik apa yang diperintahkan oleh Erni. Setelah itu, mereka kembali melanjutkan pekerjaannya.

Setelah menyampaikan semuanya, Erni kembali menghampiri Inayah yang tengah duduk santai sambil menikmati secangkir teh hangat.

"Bagaimana, Teh?" tanya Inayah.

Erni duduk di sebelah Inayah sembari menyandarkan punggung ke sopa. Ia menghela napas dalam-dalam, kemudian menjawab lirih, "Sudah, tinggal memberi tahukan Pak Andri saja!"

"Oh, ya, sudah. Aku saja yang SMS Pak Andri untuk segera ke sini!" pinta Inayah lirih.

*

Di tempat terpisah, Zahra baru saja menyelesaikan pekerjaannya menyiapkan data terbaru untuk brand yang hendak dipasarkannya itu.

"Lis, kamu urus semua data ini diisi sesuai tanggal penjualan, yah! Dan hari ini tutup lebih awal saja!" kata Zahra mengarah kepada Elis yang ia percaya sebagai leader di butik itu.

"Iya, Teh. Nanti aku urus semua," jawab Elis bersikap ramah.

"Ya, sudah, aku pulang sekarang ya, Lis," pungkas Zahra langsung meraih tas laptop dan mengucapkan salam kepada asistennya itu. Setelah itu, ia bergegas melangkah meninggalkan butik tersebut.

Zahra tampak lesu seperti sedang merasakan sakit, berkali-kali ia hampir terjatuh ketika berjalan menuju area parkir. "Ya, Allah! Ya, Rabb!" ucap Zahra Langsung masuk ke dalam mobil.

Zahra langsung mengemudikan mobilnya hendak menuju ke kediaman Inayah. Sepanjangan perjalanan tak hentinya Zahra mengucap kalimat alhamdulillah tanda mensyukuri perkembangan bisnis milik Inayah, yang di dalam bisnis tersebut ia pun terlibat dan ikut andil dalam memajukan dan mengembangkannya.

Ketika Zahra hendak menyalip salah satu mobil yang ada di depannya. Tiba-tiba mobil tersebut melaju rendah dan mengarah ke jalur yang akan dilewati oleh mobil Zahra. Sehingga ia pun tak dapat menghindar karena laju mobil yang dikemudikannya dalam kecepatan tinggi. Alhasil tabrakan pun tak terelakan.

"Allahu Akbar!" teriak Zahra berusaha untuk mengendalikan mobilnya yang sudah dalam kondisi oleng, agar tidak terlalu rapat dengan mobil yang baru ia tabrak itu.

Namun sangat disayangkan, nasib naas pun menimpanya. Dari arah berlawanan ada sebuah truk pengangkut pasir melaju dengan kecepatan tinggi dan langsung melindas mobil yang dikemudikan oleh Zahra.

Bagian kepala mobil tersebut hancur, hingga menyebabkan Zahra tewas seketika, kondisi mobilnya pun porak-poranda.

Kejadian tersebut, menimbulkan kemacetan yang sangat panjang di ruas jalan utama kota tersebut yang mengarah ke perumahan tempat tinggal Inayah. Polisi dan ambulans dari tim medis rumah sakit terdekat langsung tiba di tempat kejadian, dengan cepat mereka mengevakuasi tubuh Zahra yang sebagian tubuhnya hancur terjepit mobil yang ia kemudikan itu.

Kecelakaan tersebut, menewaskan tiga orang termasuk Zahra dan pengemudi mobil sedan yang ia tabrak serta knek truk yang melindas mobil Zahra. Sementara supir truk dalam keadaan kritis.

"Sudah hampir isya, Zahra kok belum datang ya, Teh?" kata Inayah mengarah kepada Erni yang duduk di sampingnya.

"Sudah Teteh telepon tapi nomornya tidak aktif, terus tadi Teteh telepon Elis katanya Zahra sudah menuju ke sini dari pukul lima sore," jawab Erni tampak cemas dan merasa khawatir dengan keadaan Zahra.

"Ya, Allah! Semoga tidak terjadi sesuatu kepada Zahra," bisik Inayah dengan raut wajah menampakkan kekhawatiran tinggi terhadap stafnya itu.

Sekitar pukul sembilan, Inayah mendapatkan kabar tentang kecelakaan yang menimpa stafnya itu. Elis menghubungi Inayah dan memberi tahukan kalau Zahra sudah meninggal dalam kecelakaan tersebut.

"Inalillahi wa inna ilaihi raji'un," ucap Inayah terduduk lesu dengan bola mata mengeluarkan bulir bening yang menetes deras membasahi wajahnya.

"Siapa yang mengalami kecelakaan, Nay?" tanya Erni menatap wajah Inayah.

"Zahra, Teh. Dia mengalami kecelakaan dalam perjalan menuju ke sini," jawab Inayah dengan suara rendah.

"Inalillahi wa inna ilaihi raji'un." Erni tampak kaget dan menangis seketika mendengar kabar tersebut.

"Kita ke rumah Zahra sekarang, Teh!" ajak Inayah bangkit dan langsung bersiap untuk segera melayat ke kediaman Zahra, karena saat itu jasad Zahra sudah dibawa ke rumahnya.

****