webnovel

Kabar Baik dari Airin

Malam itu, Pak Andri baru saja tiba di kediaman Inayah. Ia baru saja kembali dari kampung halamannya, Pak Andri saat itu membawa seorang saudaranya, seorang pemuda berusia sekitar 28 tahun.

Seorang pemuda desa berpenampilan sederhana. Namanya Reno, Pak Andri sengaja membawa Reno atas permintaan dari Inayah untuk bekerja di kediamannya sebagai penjaga keamanan.

Setibanya di beranda rumah Pak Andri dan Reno duduk di kursi yang ada di teras rumah itu.

"Sebentar, Ren! Pakde mau telepon Fatimah dulu!" kata Pak Andri lirih.

"Kenapa tidak mengetuk pintu saja, Pakde?!"

"Tidak enak, biarkan Fatimah saja nanti yang kasih tahu Mbak Inayah." Pak Andri langsung menelepon Fatimah saat itu juga, meminta Fatimah untuk memberi tahukan tentang kedatangan Reno yang akan bekerja di kediaman Inayah.

"Baik, Pak. Nanti Fatimah sampaikan," kata Fatimah di sela perbincangannya dengan Pak Andri.

"Iya, Fat. Terima kasih banyak, Bapak nunggu di teras, yah," pungkas Pak Andri langsung mengakhiri sambungan teleponnya.

Fatimah langsung memberi tahukan tentang kedatangan Pak Andri dan saudaranya kepada Inayah yang saat itu sedang berbincang dengan Erni.

Setelah tahu kedatangan Reno, Inayah bangkit dari duduknya, dan langsung melangkah keluar untuk menemui Pak Andri dan Reno yang sudah menunggunya di beranda rumah.

"Kapan datang, Pak?" sapa Inayah sembari melontarkan senyum kepada supir pribadinya itu.

"Baru beberapa menit saja, Mbak," jawab Pak Andri ramah.

Inayah langsung duduk dan memperkenalkan diri kepada Reno yang saat itu sudah berada di hadapannya, Inayah menjelaskan tugas pekerjaan yang harus dilakukan oleh Reno, Reno nantinya akan bekerja berdua dengan Ifan dan dibagi menjadi dua shift secara bergiliran.

"Ifan itu orang mana, Mbak?" tanya Pak Andri penasaran.

"Orang kampung sebelah kompleks ini, Pak. Rumahnya dekat dekat kediaman Jubaedah," jawab Inayah.

Selesai menjelaskan tentang pekerjaan dan tugas Reno, Inayah meminta Pak Andri untuk mengajak Reno beristirahat terlebih dahulu, karena akan memulai pekerjaan esok harinya. Inayah langsung melangkah kembali masuk ke dalam rumah dan saat itu ia meminta Jubaedah mengantarkan makanan dan kopi untuk Pak Andri dan Reno.

"Kamu antarkan makan malam untuk Pak Andri dan saudaranya! Sekalian bawa kopinya juga ya, Dah!" kata Inayah lirih. "Kopi mentah saja, di sana ada dispenser. Bawa secukupnya untuk persediaan mereka!" sambung Inayah.

"Iya, Teh." Jubaedah bergegas melaksanakan tugas dari majikannya itu.

"Pak Andri sudah datang, Nay?" tanya Erni yang baru keluar dari dalam kamarnya.

"Sudah, Teh. Dia bawa saudaranya, besok langsung kerja bagian jaga malam." Inayah kembali duduk dengan meraih laptop untuk melanjutkan pekerjaannya.

Erni mengerutkan kening dan melangkah menghampiri Inayah, ia langsung duduk di samping Inayah. "Terus yang jaga siangnya siapa?" tanya Erni lagi.

"Ada, si Ifan tetangganya Bedah besok pagi dia mulai kerja," jawab Inayah tanpa menoleh ke arah Erni, Inayah fokus ke layar laptop.

"Oh, syukurlah. Semoga mereka betah kerja di rumah ini," tandas Erni sembari melumuri pergelangan tangan dengan handbody lotion.

*

Beberapa bulan kemudian, Inayah menggelar acara tahlil bersama di kediamannya mengenang 100 hari meninggalnya Almarhum Rangga sekaligus mengenang dua tahun meninggalnya kedua orang tuanya. Sebagai ungkapan rasa kasih sayangnya terhadap almarhum kedua orang tuanya dan Almarhum Rangga.

Sebelum menggelar acara tersebut, Inayah sudah terlebih dahulu meminta izin kepada Bu Fatma dan suaminya selaku orang tua Almarhum Rangga. Mereka sangat setuju dan mendukung niat baik Inayah, tak ada keraguan lagi dalam diri Bu Fatma maupun suaminya. Mereka sudah menganggap Inayah sebagai putri mereka.

Usai acara doa dan tahlilan, Inayah meminta kepada Jubaedah dan Fatimah untuk membagikan makanan yang sudah dikemas dalam beberapa kotak yang sudah dipersiapkan itu.

Setelah itu, Inayah mengumpulkan anak-anak yatim piatu dan kaum dhuafa yang sengaja ia undang yang saat itu sudah memenuhi halaman rumahnya.

Mereka berasal dari kampung-kampung yang ada di sekitaran kompleks perumahan tempat tinggalnya. Inayah dan Erni langsung membagikan paket sembako dan uang dalam sebuah amplop untuk masih-masing anak yatim piatu dan kaum dhuafa yang diundangnya itu.

"Terima kasih, Teh. Semoga usahanya berkah dan mendapatkan jodoh yang saleh," ungkap salah satu anak yatim yang sudah mendapatkan paket sembako dan uang dari Inayah, berbicara lantang di hadapan Inayah seraya memberikan doa terbaik untuk Inayah.

"Iya, Dek. Sama-sama," jawab Inayah seraya mengusap kepala anak yatim piatu itu.

Inayah mulai merasakan sedih dan pilu ketika antrian dari ratusan anak yatim piatu diiringi dengan alunan sholawat yang menggema. Pandangnya mulai redup bulir bening perlahan keluar dari bola matanya. Anak-anak yatim piatu itu mengingatkan Inayah akan kehidupan dirinya yang mempunyai nasib yang sama seperti anak-anak tersebut yang menjalankan hidup tanpa dampingan kedua orang tua lagi.

Inayah mundur beberapa langkah ke belakang dan meminta Erni untuk menggantikannya membagikan paket sembako dan amplop untuk anak-anak yatim piatu yang masih dalam antrian panjang. Inayah duduk di sebuah kursi di belakang Erni, ia tampak pilu dan berlinang air mata, sejatinya ia tak kuasa menahan kesedihan malam itu.

Satu jam kemudian, acara sudah selesai. Pak Andri dan Ifan dengan dibantu oleh yang lainnya langsung merapikan dan membersihkan sampah yang berserakan dan tampak juga beberapa orang pemuda sedang membongkar tenda di halaman rumah tersebut.

"Alhamdulillah, acarnya sukses tanpa halangan ya, Teh?" kata Inayah duduk di hadapan Erni di beranda rumah sembari memperhatikan kesibukan Pak Andri dan yang lainnya yang sedang membersihkan sampah dari sisa-sisa acara yang baru saja selesai digelar.

"Banyak juga yang datang, semuanya dari mana itu, Nay?" jawab Erni balas bertanya.

"Dari kampung sekitar kompleks ini, ada juga sekitar 50 anak yatim piatu dari yayasan yang dikelola Habib Mansyur," terang Inayah menjawab pertanyaan dari Erni.

"Semoga jadi amal jariah khusus untuk kamu dan kedua orang tua kamu. Berkah doa dari para anak yatim piatu semoga sampai juga kepada Almarhum Rangga juga," ujar Erni.

"Amiin," sahut Inayah.

*

Keesokan harinya, Erni mendapatkan kabar baik dari rekan bisnisnya yang datang langsung ke salah satu butik milik Inayah yang kebetulan saat itu Erni sedang berada di sana bersama Zahra.

"Aku menjajakan produk kamu secara online, ada salah satu pelangganku yang tertarik dengan desain produk-produk yang kamu kembangkan saat ini," terang Airin. "Nah, dia mau produk ini dipasarkan di Tiongkok tepatnya di kota Guangzhou," sambung Airin sembari terus memandang wajah Erni.

"Kok, bisa? Apakah masyarakat di sana akan tertarik dengan produk kita?" tanya Erni balas memandang wajah Airin penuh rasa penasaran dan sedikit merasa ragu.

"Insya Allah bisa! Di sana, 'kan mayoritas suku Uighur yang beragama Islam. Aku yakin mereka suka dengan produk kita," tandas Airin meyakinkan Erni.

"Dan di Tiongkok ada banyak suku yang beragama Islam yaitu Hui, Uighur, Kazakh, Dongxiang, Kyrgyz, Salar, Tajik, Uzbek, Bonan, dan finally Tatar. Hui dan Uighur adalah populasi Muslim terbesar di China yang masing-masing memiliki jumlah populasi lebih dari 10 juta jiwa," sambung Airin menerangkan.

"Alhamdulillah," ucap Erni penuh syukur.

"Urusan bea cukai dan lainnya dia yang urus. Ini sistemnya dia yang impor produk kita jadi bukan kita yang ekspor ke sana," tegas Airin.

"Oh, berarti pembayarannya juga chas?"

"Ya seperti itu, 'kan aku yang tangani. Kamu dan Inayah tinggal menyiapkan produk saja!" tandas Airin tersenyum manis menatap wajah Erni.

"Ya, Allah! Ternyata kebaikan Inayah dibayar tunai oleh Allah dan doa-doa dari anak yatim terkabul juga." Erni tampak bahagia dan merasa takjub dengan anugerah yang diberikan Allah untuk Inayah.

Banyak hal baik yang Inayah alami saat itu, meskipun kesuksesan yang ia raih tak lepas dari beberapa ujian yang menghadang. Namun berkat kegigihan dan sikap tawakal yang tertanam dalam diri Inayah, ujian tersebut dapat terlewati dengan sempurna.

"Itulah keajaiban sedekah, maka dari itu sangat dianjurkan untuk bersedekah karena sedekah tidak akan menjadikan kita miskin!"

Erni langsung memeluk erat tubuh Airin dan banyak mengucapkan rasa terima kepada rekannya itu, Airin merupakan perantara dari Allah yang menganugerahkan rezeki untuk usaha bisnis milik Inayah yang saat itu dikelola bersama Erni dan Zahra.

"Berterima kasihlah kepada Allah! Aku hanya perantara saja!" kata Airin dengan sikap rendah hatinya, meletakkan tangan di kedua pundak Erni sembari tersenyum bahagia menatap wajah Erni yang tampak semringah itu.

"Ngomong-ngomong, pelanggan setia kamu dari Guangzhou itu namanya siapa?" tanya Erni memandang wajah Airin yang tampak cantik mengenakan hijab biru.

Airin menghela napas panjang, kemudian menjawab lirih pertanyaan dari Erni,

"Kholifah Lie Chun Hyang, dia Muslimah berpengaruh di sana dan mempunyai yayasan besar untuk menaungi para Muslimah yang ada di Guangzhou dan juga mempunyai banyak ranting di seluruh kota yang ada di Tiongkok termasuk di kota Beijing," jawab Airin. "Asal kamu tahu, Lie itu sahabat baikku ketika masih kuliah di Jakarta," sambung Airin.

"Subhanallah, semoga kerja sama ini terlaksana dengan baik dan mendapatkan ridho dari Allah SWT," kata Erni penuh rasa syukur.

****