webnovel

Fahmi Jatuh Cinta

Setibanya di kediaman Zahra, tak hentinya Inayah dan Erni menangis sembari terus memandangi jasad Zahra yang sudah ditutup sehelai kain.

Inayah sangat berkeinginan untuk melihat wajah Zahra untuk terakhir kalinya. Namun dari pihak keluarga melarangnya, dikarenakan wajah Zahra sudah hancur dan sudah dibungkus rapi dengan sebuah plastik untuk menghindari derasnya darah yang terus keluar dari kepala Zahra yang sudah dalam keadaan hancur itu.

"Semoga kamu tenang di Surga," ucap Erni memandangi jenazah Zahra.

Setelah itu, ia langsung mengajak Inayah untuk membacakan doa dan surat Yasin bagi Almarhumah Zahra dengan harapan sahabatnya itu tenang di alam Sana dan mendapatkan tempat yang layak di sisi Allah SWT.

Zahra semasa hidupnya merupakan seorang gadis yang taat beribadah dan gemar bersedekah. Sesulit dan selelah apapun pekerjaannya, ia tetap menjalankan dengan ikhlas dan penuh kesabaran. Zahra selalu bersikap ramah dan sopan kepada atasan ataupun kepada bawahannya, hal itu membuat Inayah dan Erni semakin sayang dan percaya kepada Zahra.

Usai berdoa dan membacakan surat Yasin di hadapan jasad Almarhumah Zahra, Inayah dan Erni langsung menghadap kepada kedua orang tua Zahra.

"Kami turut belasungkawa atas meninggalnya putri Bapak dan Ibu, semoga almarhumah tenang di alam Sana, dan mendapatkan tempat yang layak di sisi Allah," ujar Inayah berlinang air mata. Inayah sangat terpukul dengan peristiwa tragis yang menimpa staf kepercayaannya itu, hingga menyebabkan Zahra meninggal.

"Iya, Neng. Terima kasih banyak, ini semua sudah takdir dan tidak dapat dihindari lagi," jawab Bu Rika tampak bersedih, air matanya terus mengalir deras membasahi pipi.

Kemudian memeluk Inayah, Bu Rika tak hentinya menangis dalam pelukan Inayah. "Ibu harus sabar dan ikhlas. Insya Allah dengan kesalehan Zahra, ia akan mendapatkan tempat yang layak di sisi Allah!" kata Inayah mengelus lembut pundak wanita berusia senja itu.

Inayah terus berusaha untuk menguatkan wanita berusia senja itu, Inayah sangat mengerti dan paham akan kesedihan yang dirasakan oleh Bu Rika yang telah kehilangan putri yang sangat ia sayangi.

"Iya, Neng. Ibu banyak berhutang budi kepada kamu, selama ini Neng Inayah sudah banyak membantu keluarga Ibu dengan mempercayai Zahra sebagai staf kepercayaan di butik milik Neng Inayah," ujar Bu Rika tersedu-sedu.

"Iya, Bu." Inayah meletakkan kedua tangannya di atas pundak wanita senja itu, memandang penuh rasa simpati dan ikut merasakan kedukaan ibu tersebut.

Bukan perkara mudah bagi Bu Rika untuk dapat ikhlas melepaskan kepergian putri semata wayangnya itu. Kematian putrinya tentu sangat menyayat hati dan menghancurkan perasaannya.

Inayah dan Erni terus berbincang dengan Bu Rika dan Pak Fadli, dan Inayah pun menyampaikan hal penting kepada Bu Rika dan suaminya mengenai gaji dan uang pesangon yang akan segera dicairkan secepat mungkin dan akan diberikan langsung kepada mereka sebagai orang yang berhak menerima uang tersebut.

Selain itu, Inayah pun akan memberikan apresiasi tinggi terhadap Almarhumah Zahra atas kinerja baiknya selama bekerja di butik miliknya, karena almarhumah banyak memberikan terobosan dan gagasan cemerlang yang turut andil mengembangkan bisnis butik tersebut.

"Saya akan memberikan uang di luar gaji dan pesangon sebesar 10 juta untuk Almarhumah Zahra. Semoga bisa bermanfaat bagi Ibu dan Bapak untuk dijadikan modal usaha," ucap Inayah menatap wajah sendu kedua orang tua Zahra.

Inayah memberikan itu semua mengingat akan kondisi Bu Rika dan Pak Fadli yang sudah berusia lanjut dan mereka hanya bertumpu kepada putrinya itu, yang selama ini menjadi tulang punggung keluarganya. Tak ada pekerjaan yang bisa mereka lakukan karena keterbatasan tenaga dan usia yang sudah senja itu. Maka dari itu Inayah berharap uang tersebut bisa menjadi modal usaha untuk kedua orang tua Almarhumah Zahra, dengan harapan Bu Rika dan Pak Fadli bisa berpenghasilan meskipun sudah tidak ada lagi Zahra.

Inayah berencana, dari dana tersebut akan ia berikan tidak mutlak berupa uang saja, ia akan membangunkan warung dan sedikit memperbaiki kediaman Bu Rika.

Semua prosesnya akan dipantau langsung oleh Inayah, agar kedua pasangan senja itu tidak terlalu repot dan dapat menggunakan dana tersebut sebaik mungkin.

Kisaran total dana yang akan Inayah berikan sekitar 30 juta, termasuk gaji, pesangon dan dana apresiasi atas kinerja baik almarhumah sebesar 10 juta.

*

Keesokan harinya, Erni sesegera mungkin mencari beberapa orang pekerja baru untuk ditempatkan di butik-butik yang ia kelola, dan Erni pun akan segera mengangkat Elis sebagai pengganti Almarhumah Zahra menempati posisi sebagai leader untuk beberapa butik yang tersebar di seluruh kota Bandung dan ada sebagian yang berada di daerah kabupaten Purwakarta dan Karawang.

Erni sangat bekerja keras untuk melatih dan mengarahkan Elis agar cepat paham dengan pekerjaan yang akan ia emban. Karena mulai bulan depan Erni sudah tidak lagi mengurusi butik-butik milik Inayah, Erni diminta oleh Inayah lebih fokus ke perusahaan lain milik Inayah.

"Aku harap, besok kamu sudah mendapatkan orang lagi untuk bekerja di sini!" kata Erni mengarah kepada Elis yang hari itu sudah resmi ia angkat sebagai staf khusus atau leader di semua butik milik Inayah, dan tugas Elis adalah mengontrol dan mengatasi permasalahan di setiap butik milik Inayah.

"Iya, Teh. insya Allah ada beberapa temanku yang kemarin menanyakan pekerjaan ke sini, semoga saja mereka masih membutuhkannya," jawab Elis.

"Iya, Lis. Kamu harus semangat dan percaya diri, kalau ada hal yang tidak dipahami kamu bisa tanya aku atau kepada Inayah langsung!" tandas Erni.

Setelah itu, Erni langsung pamit kepada Elis dan segera melanjutkan pekerjaannya untuk menemui Fahmi di kantor cabang pemasaran properti milik mendiang kedua orang tua Inayah yang sudah menjadi milik Inayah.

Erni mengerjakan tugas dengan sepenuh hati, tak ada keluh kesah dalam dirinya. Ia sangat ikhlas dan melaksanakan pekerjaannya dengan baik.

Pukul 13:20, Erni sudah tiba di kantor pemasaran. Riko melihat kedatangan Erni dari balik kaca kantor, ia bergegas bangkit untuk segera memberitahu Fahmi.

"Wah, bidadari Fahmi datang," ucap Riko bangkit dan berlari kecil menuju ruangan Fahmi.

"Tok, tok, tok, Fahmi!" teriak Riko.

"Masuk!" sahut Fahmi dari dalam ruangannya.

Riko mendorong pintu ruangan tersebut kemudian melangkah menghampiri Fahmi. "Ada apa, Ko?" tanya Fahmi mengerutkan kening.

Riko sedikit mengarahkan mulut ke telinga Fahmi dengan berkata lirih, "Ada bidadari surga turun dari langit dan sedang melangkah ke sini," jawab Riko berbisik rendah mengenai telinga Fahmi.

"Ngaco kamu! Apaan sih?" Fahmi mendelik ke arah Riko, Fahmi tidak memahami kalimat yang diucapkan oleh rekannya itu.

Belum sempat memberi tahukan tentang kedatangan Erni, terdengar ketukan pintu dan ucapan salam, "Assalamualaikum," ucap Erni lirih.

Serentak Fahmi dan Riko menjawab ucapan salam tersebut, "Wa'alaikum salam."

"Sepertinya ini." Riko langsung membuka pintu ruangan tersebut, "Erni," sambut Riko tersenyum manis.

Erni pun balas melontar senyum dan langsung melangkah menghampiri Fahmi. "Selamat siang, Er," sambut Fahmi bersikap ramah dan sedikit tampak gugup saat berpandangan mata dengan Erni.

Riko mendekati Fahmi dan berbisik lirih, "Maksudku, bidadarinya ini!"

Fahmi hanya tersenyum, tangan kirinya mencubit pinggang Riko sebagai isyarat agar Riko diam dan tidak banyak bicara.

"Aw!" pekik Riko kesakitan.

Erni mengangkat alis tinggi dan bertanya kepada Riko, "Riko! Kamu kenapa?"

"Tidak apa-apa, Er," kelit Riko balas menginjak kaki Fahmi dan langsung melangkah kembali ke tempat semula.

"Aku keluar dulu ya, Er," ucap Riko tersenyum manis ke arah Erni.

"Iya, Ko." Erni mengangguk dan balas melontarkan senyum.

Riko langsung melangkah keluar dari ruangan tersebut. Erni pun langsung duduk di hadapan Fahmi dan ia langsung membicarakan hal penting terkait perkembangan perusahaan tersebut dan Erni juga memberitahukan kepada Fahmi bahwa dirinya bulan depan akan mulai ngantor di kantor tersebut.

"Tugasku di sini hanya sebatas pendamping yang akan membantu Pak Fahmi dan aku tidak setiap hari ngantor di sini. Karena Inayah memintaku untuk tugas di kantor pusat juga," terang Erni dengan penuh kelembutan.

Fahmi tampak gugup, seakan-akan susah untuk berbicara di hadapan Erni. Erni merasa heran dengan sikap Fahmi yang tiba-tiba berkeringat dan terlihat gugup di hadapannya. "Kamu kenapa?" tanya Erni penasaran, pandangannya terus terarah ke wajah Fahmi yang tampak salah tingkah itu.

Fahmi menghela napas panjang dan menjawab pertanyaan Erni dengan suara rendah hampir tidak terdengar, "Tidak apa-apa, Er."

"Oh, aku kira kamu sedang sakit." Erni langsung mengeluarkan berkas kerja dari Inayah yang harus ditandatangani oleh Fahmi.

"Itu berkas apa, Er?" tanya Fahmi mengamati berkas-berkas yang ada di mejanya itu.

"Ini berkas terkait kerjasama dengan perusahaan pengembang dari Jakarta dan harus ditandatangani oleh kamu!" tandas Erni menjawab pertanyaan dari pria tampan yang menjadi kepala cabang di kantor tersebut.

Fahmi terus memandangi wajah Erni yang saat itu sedang membuka laptop di hadapannya. Erni pun sadar kalau dirinya sedang diperhatikan oleh Fahmi ia sengaja diam tidak menegur Fahmi, karena takut menyinggung perasaan Fahmi.

"Erni cantik dan baik hati, sikapnya juga sangat ramah dan sopan," ucap Fahmi dalam hati mengagumi gadis cantik yang ada di hadapannya.

Erni hanya tersenyum, melihat sikap Fahmi yang tampak terpesona dan terus memperhatikannya. Hingga tumbuh dugaan kuat dalam pikiran Erni, "Jangan-jangan, Fahmi itu menyukai aku?" desis Erni berkata dalam hati.

****