webnovel

Tentang Mati Syahid

Antara Fahmi dan Erni sebenarnya sudah saling mengagumi dan sudah menyimpan perasaan cinta dan sayang. Namun di antara mereka belum ada yang berani menunjukkan sikap yang sebenarnya. Mereka masih bungkam dan masih dalam keragu-raguan untuk mengatakan isi hati yang sebenarnya.

"Kamu sudah makan belum, Er?" tanya Fahmi memandang wajah Erni.

"Alhamdulillah sudah, memangnya kenapa?" Erni balas bertanya dengan sikap biasa tanpa menoleh ke arah Fahmi yang saat itu sudah berada di sebelahnya.

"Tidak apa-apa. Tadinya aku mau mengajak kamu makan siang bareng," jawab Fahmi lirih.

"Kapan-kapan saja ya, hari ini aku banyak kerjaan. Di rumah juga sedang sibuk!" kata Erni sembari memasukan laptop ke dalam tasnya.

"Memangnya di rumah sedang ada kesibukan apa, Er?" Fahmi bertanya lagi penuh rasa penasaran.

Erni mengangkat wajah dan menatap Fahmi yang tampak penasaran menunggu jawaban darinya, "Kamu belum tahu?" Erni balas bertanya.

"Belum," jawab Fahmi mengerutkan kening.

"Di depan rumah, sedang ada proyek pembangunan kantor yang nanti akan menjadi kantor pusat," tandas Erni menerangkan.

"Kok, bisa sih? Nanti yang di kantor lama bagaimana?"

"Yang di sana mau dijadikan restoran dan kantor pusat pindah ke depan rumah. Alasannya, Inayah tidak mau kerja jauh dari rumah karena calon suaminya meminta Inayah untuk kerja tapi tidak jauh dari tempat tinggalnya," jawab Erni. "Rafie, 'kan ustadz."

"Apa urusannya sama calon suaminya yang ustadz itu?"

"Mana aku tahu, aku hanya memberitahu kamu kalau Rafie itu ustadz. Kalau kamu penasaran tanya sendiri kepada bosmu itu!" Erni mendelik ke arah Fahmi yang masih tampak penasaran itu.

Fahmi tertawa lepas melihat wajah Erni yang ketus seperti merasa jengkel dengan rentetan pertanyaan darinya.

"Ya, sudah. Aku pulang dulu ya. Assalamualaikum," pungkas Erni langsung melangkah keluar dari ruangan tersebut.

"Wa'alaikum salam," jawab Fahmi lirih.

Dalam perjalanan menuju ke area parkir tak hentinya Erni tersenyum-senyum, ia paham dengan sikap yang ditunjukkan oleh Fahmi itu. Erni sudah menduga kalau Fahmi itu sudah mulai suka dengannya. Erni membuka pintu mobil sembari terus memandangi bangunan kantor tersebut tak hentinya ia tersenyum-tersenyum.

"Semoga calon imamku ada di kantor itu," bisik Erni penuh harap sembari masuk ke dalam mobil. "Bismillahirrahmanirrahim." Erni mulai menghidupkan mobil, kemudian melaju perlahan meninggalkan area parkir kantor tersebut.

Erni mengingat kembali masa lalu tentang seorang pria yang ia cintai. Tentang hal-hal yang belum mereka sepakati sebagai cinta. Erni pernah jatuh hati kepada seseorang pria itu dengan perasaan yang sangat mendalam. Hingga pria itu membiarkan Erni tenggelam dan larut dalam sebuah kubangan perasaan yang sulit ia hindari yang secara perlahan dapat membunuh perasaannya.

Semenjak itulah, perasaan Erni terkunci oleh seorang pria tersebut. Namun pria yang ia cintai itu menusuk perlahan, ia berkhianat di antara sejuta cinta yang Erni persembahkan sepenuh hati, dan sudah ia perjuangkan selama berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Kemudian pria itu mencampakan Erni dan lebih memilih wanita lain.

Oleh sebab itu, Erni selalu berhati-hati setiap kali mengenal cinta dan mempunyai perasaan suka terhadap seorang pria, entah siapa pun mereka? Sikap kehati-hatian Erni itu semua dikarenakan kepahitan masa lalu yang pernah tersakiti.

"Aku harus meyakinkan diriku sendiri tentang niat baik dan sikap serius dari Fahmi. Aku tidak boleh gegabah larut dengan perasaan yang saat ini mulai melanda," ucap Erni sembari terus melajukan mobilnya menuju arah pulang.

Setibanya di depan pintu gerbang, Reno bergegas membuka pintu gerbang tersebut dan berdiri menyambut ramah kedatangan Erni, "Selamat sore, Teh." Reno sedikit menundukkan kepalanya seraya menghormati sang majikannya itu.

Erni tersenyum dan membunyikan klakson sebagai respon baik dari sikap ramah sang petugas keamanan rumah tersebut.

"Alhamdulillah,"ucap Erni menghela napas dan menghentikan laju mobilnya tepat di sebelah deretan mobil mewah milik Inayah.

Erni meraih tas laptop dan langsung keluar dari mobilnya tersebut. Setelah mengunci pintu mobil, Erni bergegas melangkah menuju ke dalam rumah. Kebetulan pintu rumah saat itu dalam keadaan sedikit terbuka, Erni mendorong perlahan pintu dan melangkah masuk sambil mengucapkan salam, "Assalamualaikum." Suara Erni lirih.

"Wa'alaikum salam," jawab Inayah yang saat itu baru turun dari ruang kerjanya yang berada di lantai dua kediamannya itu.

"Tumben sore, Teh?" Inayah langsung menghampiri Erni dan meraih tangan kakak angkatnya itu, dengan penuh kasih sayang Inayah mencium tangan Erni.

"Iya, tadi Teteh menemui Fahmi di kantor," jawab Erni. "Ngomong-ngomong, uang untuk Bu Rika sudah dicairkan belum?" sambung Erni menggandeng tangan Inayah dan melangkah menuju ke arah tempat duduk.

"Alhamdulillah sudah, Teh. Dan prosesnya juga dipantau langsung oleh Pak Andri dan beberapa tukang bangunan bawaan Pak Andri," jawab Inayah tersenyum manis.

"Semoga mereka dapat menggunakan dana tersebut sebaik mungkin," kata Erni sambil meletakkan tas laptop di atas meja, kemudian sedikit bersandar ke sopa.

"Teteh kenal dengan Pak Ustaz Barnas tidak?" tanya Inayah lirih.

"Iya, kenal. Memangnya ada apa, Nay?"

"Pak Ustadz Barnas sudah meninggal," jawab Inayah, bola matanya terus memandangi wajah Erni.

Mendengar kabar tersebut, Erni tampak kaget dan terperanjat. "Innalilahi wa Inna ilaihi raji'un," ucap Erni bangkit dan meluruskan pandangan ke wajah Inayah. "Usatdz Barnas yang biasa mengajar di Masjid kompleks ini, 'kan?" sambung Erni bertanya lagi.

"Iya, Teh. Ustadz Barnas meninggal ketika sedang menjalankan Salat Duha karena mengalami sakit perut yang secara mendadak," jawab Inayah. "Belum sempat dibawa ke rumah sakit Beliau sudah meninggal," sambung Inayah Inayah lirih.

"Subhanallah, betapa mulianya kematian Ustadz Barnas. Rasulullah SAW dalam sebuah hadits riwayat muslim bersabda:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَا تَعُدُّونَ الشَّهِيدَ فِيكُمْ؟ قَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ، مَنْ قُتِلَ فِي سَبِيلِ اللهِ فَهُوَ شَهِيدٌ، قَالَ: إِنَّ شُهَدَاءَ أُمَّتِي إِذًا لَقَلِيلٌ، قَالُوا: فَمَنْ هُمْ يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: مَنْ قُتِلَ فِي سَبِيلِ اللهِ فَهُوَ شَهِيدٌ، وَمَنْ مَاتَ فِي سَبِيلِ اللهِ فَهُوَ شَهِيدٌ، وَمَنْ مَاتَ فِي الطَّاعُونِ فَهُوَ شَهِيدٌ، وَمَنْ مَاتَ فِي الْبَطْنِ فَهُوَ شَهِيدٌ،

Dari Abu Hurairah, beliau berkata, "RasululLah SAW bersabda: "Apa yang dimaksud orang yang mati syahid di antara kalian?" Para sahabat menjawab, "Wahai RasululLah, orang yang meninggal di jalan Allah itulah orang yang mati syahid." Beliau Rasulullah SAW bersabda: "Kalau begitu, sedikit sekali jumlah umatku yang mati syahid." Para sahabat berkata, "Lantas siapakah mereka wahai RasululLah?" Beliau Rasulullah SAW bersabda: "Barangsiapa terbunuh di jalan Allah maka dialah syahid, dan siapa yang mati di jalan Allah juga syahid, siapa yang mati karena penyakit kolera juga syahid, siapa yang mati karena sakit perut juga syahid," kata Erni berdecak kagum dengan mengutip kalimat hadits.

Erni pun menjelaskan beberapa hal tentang jenis mati syahid, semata-mata untuk memberikan pelajaran kepada Inayah agar faham dan bertambah wawasannya mengenai pengetahuan agama.

"Alim ulama terdahulu seperti Syekh Nawawi Al-Bantani dan Syekh Wahbah Zuhaili menyebut bahwa mati syahid itu ada tiga jenis. Pertama, mati syahid di dunia, namun bukan di akhirat. Artinya, seseorang mati di medan perang untuk mendapatkan dunia bukan untuk menegakkan agama Allah SWT.

Mati syahid yang kedua, tidak dihitung di dunia tetapi dihitung di akhirat. Seperti contoh meninggal karena tenggelam, tertiban benda yang rubuh, dan meninggal karena kecelakaan (tertabrak).

Seperti apa yang dialami oleh Zahra beberapa hari yang lalu yang meninggal akibat tabrakan. Selain itu, mati syahid yang tidak dihitung di dunia tetapi di akhirat juga termasuk pada jenazah yang meninggal karena penyakit di perut, terbakar, ketika melahirkan, berada jauh dari tempat tinggal, dan karena semacam penyakit paru-paru.

Terakhir, mati syahid di dunia maupun di akhirat. Artinya, orang yang melakukan ini mati di medan perang dengan niat bersungguh-sungguh menegakkan agama Allah SWT.

Sedangkan apa yang dialami Ustad Barnas merupakan jenis mati syahid yang kedua yaitu meninggal dalam keadaan sakit perut."

****