webnovel

Tegar

Kedua gadis cantik itu langsung berangkat dengan mengemudikan mobil sedan mewah. Mereka hendak menuju ke sebuah rumah sakit yang ada di kota tersebut yang jaraknya tidak terlalu jauh dari kediaman mereka.

"Mau beli makanan dulu tidak, Nay?" tanya Erni sedikit menoleh ke arah Inayah yang duduk di sebelahnya.

"Nanti di dekat rumah sakit juga ada, Teh!" jawab Inayah lirih.

"Oh, ya, sudah. Kita beli di sana saja!" Erni sedikit mempercepat laju mobil yang dikemudikannya, untuk segera tiba di rumah sakit yang mereka tuju.

"Hati-hati, Teh. Jangan terlalu kencang!" kata Inayah mengingatkan.

Erni tersenyum sedikit menoleh ke arah Inayah yang tampak dilanda kegundahan itu. "Kesabaran adalah kunci yang menjaga kita bertahan. Penat yang datang sesekali pasti selalu ada di sepanjang jalan cerita kehidupan!" kata Erni sembari terus mengemudikan mobil.

Inayah tersenyum dan membalas dengan untaian kata mengarah kepada Erni, "Ketika masalah datang menghampiri, itu artinya Allah menyayangi, bukan membenci. Allah hanya menguji keimanan dan kesabaranku."

"Nah, itu baru adik Teteh," tandas Erni tersenyum lebar

*

Setibanya di halaman parkir rumah sakit, Erni langsung menepikan mobil di ujung area parkir tersebut. Berjajar rapi di antara deretan mobil-mobil lainnya.

"Antar ke mini market dulu, Teh!" pinta Inayah keluar dari mobil.

"Iya, Nay." Erni pun bergegas keluar dari dalam mobil.

Setelah mengunci pintu mobil, Erni langsung mengikuti langkah Inayah menuju ke sebuah mini market yang ada di sebelah kiri, bersebelahan dengan rumah sakit tersebut. Inayah membeli banyak makanan untuk bekal keluarga Syaiful selama berada di rumah sakit. Setelah berbelanja, Inayah dan Erni langsung melangkah menuju ke rumah sakit.

Mereka naik ke lantai dua tempat dirawatnya Syaiful sesuai keterangan dari Pak Andri yang sudah memberitahu Inayah ruangan tempat dirawatnya Syaiful.

Loop"Assalamu'alaikum," ucap Inayah lirih.

"Wa'alaikum salam," jawab seorang wanita berkulit sawo matang, menyambut kedatangan Inayah dan Erni sembari menggendong anak perempuan yang berusia sekitar dua tahunan.

Wanita tersebut merupakan istri Syaiful. "Silahkan duduk, Bu!" ucapnya lirih.

"Iya, Teh." Inayah duduk di samping Syaiful yang terbaring lemah dengan kepala dan pergelangan tangan dibalut perban.

Saat itu, Syaiful sudah terlihat sedikit membaik. Inayah langsung melakukan perbincangan dengan Syaiful mengenai kronologi kejadian yang menimpanya. Syaiful pun, langsung menceritakan kejadian yang menimpa dirinya. "Mereka berjumlah sekitar enam orang, Bu," terang Syaiful.

"Ya, Allah! Pantas saja kamu terluka parah seperti ini," ucap Inayah merasa kasihan melihat kondisi Syaiful. "Ya, sudah. Kamu yang sabar, yah! Dan jangan memikirkan masalah pekerjaan dulu. Pikirkan kondisi kamu supaya cepat sembuh!" sambung Inayah.

Usai berbincang dengan Syaiful, Inayah bangkit dan langsung pamit kepada Syaiful dan juga istrinya, Inayah pun memberikan uang dalam sebuah amplop kepada istri Syaiful.

Setelah itu, Inayah dan Erni langsung melanjutkan perjalanan menuju kantornya, untuk mengecek kantor tersebut yang mengalami kerusakan akibat ulah orang-orang yang tak dikenal itu.

Kebetulan di kantor tersebut ada Ahmad yang sedang melaksanakan tugas. "Masuk ke dalam saja mobilnya, Teh!" pinta Inayah.

Tanpa menjawab, Erni langsung membelokkan stir mobil yang ia kemudian dan langsung memasuki area parkir dan berhenti tepat di depan kantor tersebut. "Ya, Allah! Kacanya hancur semua, Nay!" kata Erni tampak kaget melihat pemandangan kantor yang porak-poranda itu.

Inayah hanya tersenyum dan keluar dari mobil, kemudian melangkah menghampiri Ahmad di pos keamanan kantor tersebut.

"Assalamu'alaikum," ucap Inayah berdiri di hadapan Ahmad.

"Wa'alaikum salam," jawab Ahmad. "Selamat siang, Bu," sambung Ahmad menyambut hangat kedatangan Inayah dan Erni dengan bersikap penuh rasa hormat terhadap atasannya itu.

Inayah tersenyum ke arah Ahmad dan menghela napas dalam-dalam ketika melihat kondisi kantornya.

"Kamu jaga sendirian?" tanya Inayah lirih, pandangannya lurus mengarah kepada pria berseragam itu.

"Iya, Bu," jawab Ahmad.

"Memangnya, Fahmi tidak mencari orang untuk menemani kamu?" tanya Inayah.

"Nanti malam katanya, Bu. Ada dua orang yang akan menemani saya di sini," terang Ahmad menjawab lirih pertanyaan dari Inayah.

"Oh, ya, syukur kalau sudah ada." Inayah langsung mengajak Erni untuk masuk ke dalam kantor.

Kebetulan saat itu sedang ada beberapa orang yang ditugaskan Fahmi untuk merapikan ruangan kantor yang berantakan itu.

"Parah juga ya, Nay?" kata Erni lirih sembari terus mengamati ruangan kantor yang sudah mulai dirapikan itu.

"Entah siapa pelakunya?" ujar Inayah menghela napas dalam-dalam.

Raut wajah Inayah tampak sedih melihat kondisi kantor yang seperti itu. "Maafkan aku Ayah. Aku tidak bisa menjaga amanahmu dengan baik," bisik Inayah berkata dalam hati.

Dalam waktu satu hari, Inayah mendapatkan dua kabar buruk dari bisnis yang ia jalankan itu. Produknya dibajak oleh saingan bisnis dan kantor cabang perusahaannya dirusak oleh oknum tak dikenal.

Hal tersebut sedikit mengganggu ketenangan hidup Inayah, setelah kehilangan Rangga orang yang ia cintai berbagai problem dan masalah bermunculan.

"Ya, sudah. Kita pulang sekarang, Nay! Serahkan saja semua kepada Fahmi biar dia yang urus!" kata Erni lirih.

"Iya, Teh." Inayah langsung melangkah bersama Erni dan pamit kepada Ahmad.

"Saya pulang sekarang, Mad. Kamu hati-hati kalau jaga malam jangan lengah!"

"Iya, Bu," jawab Ahmad.

Setelah mengucapkan salam, Inayah dan Erni langsung melangkah menuju ke area parkir. Kedua gadis cantik itu langsung berlalu dari tempat tersebut.

*

Malam harinya, Rafie menghubungi Inayah melalui panggilan telepon. Mereka berbincang hampir setengah jam, sekadar saling menanyakan kabar dan bercerita tentang apa yang saat itu sedang mereka lakukan.

Usai berbincang dengan Rafie, Inayah sedikit merasa terhibur dan tidak terlalu larut dalam permasalahan yang sedang ia alami. Rafie sudah banyak memberikan nasihat kepadanya untuk tetap ikhlas dan bertawakal ketika dalam menghadapi ujian.

"Suaranya lembut dan terdengar enak di telinga," ucap Inayah tersenyum-senyum.

"Maksud kamu suara Teteh?" sahut Erni yang tiba-tiba muncul di belakang Inayah.

"Astaghfirullahal'adziim." Inayah tampak terkaget-kaget dengan kedatangan Erni yang secara tiba-tiba itu.

Erni tertawa lepas dan duduk di samping Inayah dengan penuh rasa penasaran Erni memandang wajah Inayah yang tampak semringah. Kemudian Erni bertanya lirih, "Yang suaranya lembut dan enak didengar itu siapa?" Erni mengangkat kedua alisnya tinggi-tinggi sebagai ungkapan rasa penasarannya terhadap apa yang diucapkan oleh Inayah.

"Teteh sekarang berubah, ya? Jadi kepo!" gurau Inayah bangkit dan berlalu dari hadapan Erni.

"Woy, Anak gadis!" seru Erni. "Teteh juga tahu, itu kamu tujukan untuk Ustadz Rafie, 'kan?" sambung Erni berteriak.

Inayah terus melangkah dan masuk ke dalam kamar, ia tak menghiraukan teriakan dari Erni. "Dasar," umpat Erni.

Sore harinya, Erni pamit kepada Inayah untuk menemui Jubaedah sesuai permintaan Inayah dengan maksud mengajak Jubaedah untuk bekerja di kediamannya menemani Fatimah. Inayah merasa kasihan melihat Fatimah yang sedikit kelelahan dalam mengurus rumahnya yang berukuran besar itu.

"Bismillahirrahmanirrahim," ucap Erni keluar dari dalam mobil, dan langsung melangkah menuju ke sebuah rumah sederhana yang berdiri kokoh di antara deretan rumah-rumah warga di sebuah kampung yang jaraknya tidak jauh dari komplek perumahan tempat tinggal Inayah dan Erni.

Setibanya di depan pintu rumah tersebut, Erni perlahan mengetuk pintu dan mengucapkan salam, "Tok ... tok ... tok... Assalamu'alaikum," ucapnya lirih.

"Wa'alaikum salam," jawab ibu setengah baya, bangkit dan bergegas melangkah untuk segera membuka pintu rumahnya.

Setelah pintu terbuka, ibu setengah baya itu langsung menyapa ramah Erni yang berdiri di hadapannya. "Iya, Neng. Cari siapa ya, Neng?"

Erni tersenyum dan meraih tangan ibu setengah baya itu seraya menciumnya. "Saya Erni teman Jubaedah," kata Erni lembut.

"Oh, kakaknya Neng Inayah, 'kan?" Ibu setengah baya itu balas tersenyum dan langsung mempersilahkan Erni untuk masuk ke dalam rumah.

"Ya, sudah. Silahkan masuk, Neng!"

"Iya, Bu." Erni langsung masuk mengikuti langkah ibu tersebut.

Setelah berada di dalam rumah, ibu itu langsung mempersilahkan Erni untuk duduk di lantai yang sudah digelari tikar karena rumah tersebut tidak memiliki kursi.

Erni merasa iba melihat kondisi rumah sahabatnya itu. Mengingatkannya akan kondisi tempat tinggalnya beberapa tahun silam sebelum ia dipercaya oleh Inayah untuk mengelola butik, yang keadaannya jauh lebih parah dari kondisi rumah yang ia singgahi itu.

"Sebentar ya, Neng. Ibu mau buatkan minum dulu!" ucap ibu itu.

"Tidak usah, Bu. Saya sudah minum teh tadi!" tolak Erni penuh kelembutan.

"Oh, iya, Neng. Maaf yah, kondisi rumah Ibu seperti ini!"

Erni hanya tersenyum dan langsung berkata lirih di hadapan ibunya Jubaedah, "Tidak apa-apa, Bu. Ngomong-ngomong Jubaedahnya ke mana, Bu?"

"Bedah sedang ke warung, sebentar lagi juga pulang," jawabnya lembut.

Selang beberapa menit kemudian, Jubaedah sudah tiba di kediamannya. Ia tampak bahagia dengan kehadiran Erni, Jubaedah memeluk hangat sahabat seperjuangannya itu.

"Ya, Allah! Teh Erni, sekarang sudah sukses punya mobil," kata Jubaedah berdecak kagum.

Erni hanya tersenyum menatap wajah Jubaedah yang terlihat semringah. Kemudian Erni langsung mengatakan maksud kedatangannya itu, yang bertujuan untuk mengajak Jubaedah bekerja di kediaman Inayah.

Jubaedah tampak bahagia dan langsung menyetujui ajakan dari Erni. "Iya, Teh. Aku mau," jawab Jubaedah merasa senang.

****