webnovel

Kunjungan Rangga

Satu bulan kemudian, Rangga pun menepati janzi yang pernah ia ucapkan ketika bertemu dengan Inayah di kota Subang. Ia datang berkunjung ke kediaman Inayah dengan menggunakan mobil jip miliknya yang dulu sering ia pakai waktu masih duduk di bangku SMA. Saat itu, kebetulan Inayah sedang berada di teras rumah bersama Erni.

Tampak gagah dan tampan penampilan Rangga siang itu, Rangga langsung melangkah menuju ke arah teras. Melihat kedatangan Rangga, Inayah dan Erni bangkit menyambut untuk menyambutnya.

“Assalamu'alaikum," ucap Rangga lirih.

Tersenyum memandang wajah Inayah dan juga Erni. Kedua gadis itu pun balas melontar senyum dan menjawab lirih ucapan salam dari Rangga. “Wa'alaikum salam."

“Silahkan duduk, Ga!” sambut Inayah tersenyum manis menatap wajah pemuda tampan tersebut.

Inayah tampak salah tingkah, jantungnya berdetak kencang saat menatap wajah Rangga. Dulu Inayah sangat membenci pemuda itu, karena sikap angkuh dan kesombongan Rangga di saat ia belum berhijrah.

Namun, saat ini perasaan Inayah sudah berubah dari benci menjadi sayang, seiring dengan perubahan sikap yang Rangga tunjukkan. Perlahan Rangga mampu meluluhkan hati dan perasaan Inayah, sehingga Inayah pun mulai luluh.

“Masya Allah, Nay! Kok, malah bengong sih?” gertak Erni sedikit menepuk pundak Inayah.

Inayah tampak tercengang dengan penampilan dan sikap ramah yang ditunjukkan oleh Rangga. “Astagfirullaahal'adziim,” ucap Inayah terkaget-kaget.

Rangga hanya tersenyum-senyum memperhatikan sikap Inayah yang tampak gugup itu. Kemudian, Erni bangkit. “Aku masuk ke dalam dulu ya, Ga!” ucap Erni mengarah kepada Rangga.

"Oh, iya, Teh," jawab Rangga tersenyum sambil menganggukan kepala ke arah Erni.

“Maaf, Teh. Tolong sampaikan kepada Teh Fatimah, buatkan kopi hitam untuk Rangga!" pinta Inayah lirih.

“Iya, Nay," jawab Erni berlalu dari hadapan Inayah dan Rangga melangkah menuju ke dalam rumah.

“Maaf, Nay. Tasbihnya masih ada, 'kan?" tanya Rangga memandang wajah gadis cantik berkerudung putih itu.

“Masih ada, Ga. Selalu aku pakai zikir setiap kali selesai salat," jawab Inayah tertunduk, Inayah tidak kuasa untuk menatap wajah Rangga.

"Alhamdulillah, itu artinya tasbih yang aku berikan tidak sia-sia, Nay," kata Rangga tampak semringah.

Beberapa saat kemudian, Fatimah datang dengan membawa secangkir kopi hitam untuk Rangga.

“Ini kopinya, Den!” kata Fatimah meletakan secangkir kopi hitam di atas meja tepat di hadapan Rangga.

“Iya, Teh. Terima kasih,” jawab Rangga melontarkan senyum ke arah Fatimah.

"Iya, Den. Sama-sama," sahut Fatimah lirih, kemudian bangkit dan kembali masuk ke dalam rumah.

Inayah menarik napas dalam-dalam. “Selain kegiatan di pesantren, kegiatan apa saja yang kamu lakukan di Purwakarta, Ga?” tanya Inayah mulai memberanikan diri menatap wajah Rangga.

“Di Purwakarta, aku mengelola usaha ternak sapi milik ayahku,” jawab Rangga sedikit menggeser posisi duduknya.

Perbincangan Inayah, terus berlanjut hingga pada akhirnya terucaplah satu kalimat dari Rangga yang sangat mengejutkan Inayah.

“Aku sayang kamu, Nay!” ucap Rangga lirih dengan tatapan bola mata tajam.

Inayah hanya diam terpaku, menahan rasa haru mendengar kalimat yang Rangga ucapkan. Inayah sudah tak bisa berkata apa-apa lagi, diam dan terkesima sukar untuk dipercaya.

Teman sekolah yang dulu sangat ia benci, berubah menjadi sosok Arjuna yang berbudi pekerti baik. “Kamu mau, 'kan, aku halalkan?” tanya Rangga memandang bias wajah Inayah.

“Insya Allah, aku bersedia. Semoga Allah meridhoi niat baik kamu,” jawab Inayah dengan raut wajah berbinar-binar.

Apa yang Inayah harapkan akhirnya terkabul juga, ia sangat berharap niat baik dari Rangga mendapatkan kemudahan dari Allah, serta hubungan mereka bisa berlanjut hingga jenjang pernikahan.

"Simpan baik-baik tasbih itu, karena itu merupakan pemberian dari Ustadz Rafie!" Rangga terus menerus menebar senyum, memandang wajah gadis nakal yang kini sudah berubah menjadi gadis Muslimah yang berbudi pekerti baik.

Inayah mengerutkan kening dan berkata lirih. "Ustadz Rafie itu, siapa?"

"Beliau adalah guruku, usianya terpaut dua tahun lebih tua dariku," terang Rangga menjawab pertanyaan dari Inayah. "Suatu saat nanti, beliau pasti akan ke sini menjumpai kamu," sambung Rangga.

"Untuk apa, Ga?" Inayah semakin penasaran dengan ucapan yang terlontar dari mulut sang pemuda tampan itu.

Rangga tersenyum, kemudian menjawab lirih, "Insya Allah! Jika Allah berkehendak kalian pasti akan berjumpa."

Setelah mengungkapkan isi hati dan niat baiknya, Rangga langsung pamit hendak menemui pamannya yang ada di kota Bandung.

"Aku pamit dulu ya, Nay."

"Iya, Ga. Hati-hati di jalan, jangan ngebut bawa mobilnya!" jawab Inayah penuh perhatian.

Rangga hanya tersenyum, kemudian pamit juga kepada Erni, setelah mengucap kalimat salam, Rangga langsung melangkah menuju mobil jip kesayangannya dan berlalu dari kediaman Inayah.

*

Malam harinya selepas menjalankan kewajiban Salat Isya. Inayah hanya duduk santai di teras kediamannya, menikmati keindahan malam. Langit tampak begitu cerah dengan dihiasi gemerlap bintang-bintang, rembulan pun memancarkan sinarnya menerangi gelapnya malam.

"Ya Allah, Ya Rabb! Andai Rangga tercipta menjadi imamku dalam kehidupan ini, tolong mudahkan jalannya ya, Allah! Ridhoi hubungan kami, Amiin," ucap Inayah penuh doa dan harapan.

Tiba-tiba saja, Erni datang sedikit mengagetkan Inayah yang saat itu sedang termenung memikirkan pemuda tampan yang sudah menjadi tambatan hatinya.

"Bahagia itu sederhana, di mana hati selalu bersyukur atas apa yang kita dapat!" ucap Erni mencium kening Inayah penuh kasih sayang layaknya kakak kepada sang adik.

Inayah balas dengan memeluk hangat tubuh Erni. “Terima kasih ya, Teh. Selama ini kamu setia menjadi bahu tempatku bersandar!” bisik Inayah lirih. "Kamu adalah Tetehku yang paling baik di dunia ini," sambung Inayah.

Kemudian, Erni melepaskan pelukannya, tersenyum menatap wajah Inayah. “Tadi Rangga langsung pulang ke Purwakarta atau mau dulu di Bandung?” tanya Erni.

“Katanya sih, Rangga mau menjumpai pamannya yang ada di daerah sini,” jawab Inayah balas menatap wajah Erni.

“Rangga sudah benar-benar berubah ya, Nay? Dari gaya bicara dan sikapnya sangat mencerminkan pribadi yang berakhlak,” tandas Erni penuh rasa kagum terhadap Rangga.

“Iya, Teh," jawab Inayah sambil menarik napas dalam-dalam. Kemudian berkata lagi, "Aku sudah jadian, Teh. Mudah-mudahan Rangga serius dan mau berjuang untuk menghalalkan aku," terang Inayah.

"Sungguh?!" Seakan-akan Erni ragu dengan ucapan Inayah.

"Iya, Teh. Dia sendiri yang mengungkapkan isi hatinya," jawab Inayah meyakinkan Erni.

“Ahamdulillah, Teteh selalu mendukung, dan selalu berdoa semoga kalian bisa sampai ke pelaminan, dan hidup bahagia dalam ikatan pernikahan!” pungkas Erni mengangkat kedua tangannya, kemudian mengusap wajah dengan kedua telapak tangannya.

****