webnovel

Kabar Tentang Rangga

Setelah itu Erni kembali masuk ke dalam rumah, membantu Fatimah menyiapkan makan malam untuk mereka bertiga. Inayah hanya duduk termenung, pandangannya menerawang ke atas langit, yang tampak indah dengan pancaran sinar bulan dan gemerlapnya bintang-bintang. Seakan-akan alam ikut merayakan dan menyambut hari pertama Inayah menjalin kasih asmara dengan Rangga Al-Fatih.

Tak ada yang tidak mungkin, jika Allah sudah menghendaki, terjadi maka terjadilah. Sebagai mana kisah hidup Inayah yang diawali dengan sifat buruk dan tabiat yang tidak terpuji. Namun, Allah telah memberikan hidayahnya melalui ujian besar dengan meninggalnya kedua orang tua Inayah. Secara perlahan, Inayah mampu merubah segala sifat dan sikap buruknya menjadi sifat dan sikap yang baik. Meskipun, masih belum sempurna, namun Inayah yakin dengan niat yang sungguh-sungguh, ia bisa menjadi wanita Muslimah yang berakhlak dan tetap bergaul dengan orang-orang yang baik yang selama ini turut andil dalam membimbingnya ke arah jalan yang lebih baik dalam kehidupannya.

Seperti apa, yang telah dituturkan oleh Umi Kulsum dari komunitas Wanita Muslimah. “Adapun orang-orang yang bergaul dengan manusia dengan akhlak yang baik akan tetapi dengan tujuan dunia, dia tidak akan mendapatkan dari dunianya kecuali apa yang telah dituliskan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala untuknya. Dan dia tidak akan mendapatkan balasan di akhirat. Bahkan dia akan menemukan hal yang buruk disebabkan dia hanya menginginkan balasan dari orang lain. Karena di antara manusia banyak yang tidak mampu untuk membalas kebaikan bahkan tidak mampu membalas kebaikan dengan kebaikan. Di antara mereka ada yang akhlaknya sangat buruk. Apabila seseorang berbuat baik kepadanya sebaliknya dia berbuat buruk kepada orang tersebut. Seorang yang baik adalah orang yang tidak menunggu balasan dari manusia jika dia berbuat baik kepada mereka. Akan tetapi dia hanya mengharapkan pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.”

"Aku percaya dengan kekuatan doa dan kerja kerasku selama ini, Allah akan mengabulkan semuanya. Meskipun, bertahap, seperti halnya aku percaya akan terbitnya mentari di esok pagi. Harapanku adalah menjadi makmum yang baik dan mendapatkan imam yang baik pula. Semoga Rangga mampu jadi imam yang baik menuntunku kelak, dalam sebuah hubungan yang penuh cinta dan kasih sayang, yang terikat dengan tali pernikahan," ucap Inayah dalam kesendiriannya. Kemudian, ia bangkit dan masuk ke dalam rumah.

"Nay, kita makan dulu, yuk!" ajak Erni tersenyum ke arah Inayah.

"Iya, jangan lupa Teh Fatimah ajak juga!" jawab Inayah balas tersenyum, mengikuti langkah Erni menuju ke ruang makan.

"Sudah, Fatimah sudah ada di ruang makan," sahut Erni sambil terus melangkah.

*

Pagi itu, Inayah tampak terkejut ketika membaca sebuah pesan singkat dari Rangga.

'Sebuah cinta dalam hidupmu akan pergi untuk selama-lamanya, dan akan berganti dengan cinta baru yang lebih baik dan akan membawamu ke pintu kebahagiaan!' tulis Rangga dalam pesan tersebut.

Inayah tidak memahami kalimat yang dituliskan oleh Rangga dalam pesan itu. Kemudian, ia mencoba menghubungi Rangga. Namun, nomor tersebut sudah tidak aktif, Inayah tampak cemas dan khawatir.

"Ya, Allah! Semoga tidak terjadi apa-apa dengan Rangga," ucap Inayah lirih.

Inayah beberapa kali menghubungi nomor Rangga. Namun, sudah tidak aktif lagi, hingga menimbulkan rasa khawatir dalam diri Inayah. "Ya, Allah! Apa yang terjadi dengan Rangga?" bisik Inayah.

Pukul 16:00, sepulang dari butik, Erni menyempatkan diri membeli makanan ringan untuk Inayah sesuai permintaannya sebelum Erni berangkat ke butik.

"Tolong dikemas ke dalam kotak ya, Wan!" kata Erni lirih mengarah kepada sang pemilik toko.

"Iya, Neng." Pria berjanggut tebal itu langsung memasukkan satu kilogram kurma ke dalam kotak berukuran sedang.

"Apa lagi, Neng?" tanya sang pemilik toko menatap wajah Erni.

"Biasa, Wan. Kacang Arab satu kilogram sama kue mangkuk dua dus!" jawab Erni.

Pria blasteran Arab itu langsung mengemas semua yang sudah dipesan oleh Erni, kemudian langsung menyerahkannya kepada gadis cantik berkulit putih itu.

"Jadi berapa, Wan?"

"Seratus ribu pas, Neng," jawab sang pemilik toko makanan itu.

Erni langsung meraih satu lembar uang pecahan seratus ribu dari dalam dompet dan menyerahkannya kepada pemilik toko itu. Kemudian, Erni langsung melangkah dan berlalu dari toko makanan tersebut, ia langsung melangkah menuju tempat parkir untuk segera pulang.

"Bismillahirrahmanirrahim," ucap Erni mulai mengemudikan mobilnya keluar dari halaman parkir pusat pertokoan itu.

Setibanya di rumah, Erni mendapati Inayah sedang termenung duduk bersandar di sebuah sopa yang ada di ruangan tengah kediamannya. Setelah mengucapkan salam, Erni duduk di samping Inayah. Lalu bertanya lirih, "Ada apa, Nay?" Erni memandang wajah Inayah yang tampak diselimuti kesedihan.

Inayah meluruskan posisi duduknya dan menghela napas panjang. Lalu, menjawab pertanyaan Erni, "Rangga, Teh."

Inayah tampak diliputi rasa cemas yang begitu mendalam, jelas terlihat dari raut wajah dan sikapnya saat itu.

Dengan penuh rasa penasaran yang mendalam, Erni berkata lagi mempertanyakan permasalahan apa yang sedang Inayah alami dengan Rangga. "Rangga kenapa?" tanya Erni. "Kamu bertengkar dengan Rangga?" sambung Erni terus memandang wajah Inayah.

"Tidak, Teh." Inayah menyandarkan kepalanya di bahu Erni.

Erni sangat penasaran dengan jawaban dari Inayah, ia semakin tidak paham apa yang di maksud oleh Inayah tentang Rangga. "Lantas, ada masalah apa? Antara kamu dengan Rangga?"

"Aku punya firasat buruk tentang Rangga, Teh. Aku takut terjadi sesuatu pada diri Rangga," kata Inayah dengan berlinang air mata.

"Ya, Allah! Istigfar, Nay! Itu hanya dugaan kamu saja." Erni terus meyakinkan Inayah kalau Rangga tidak akan mengalami apa-apa.

Inayah bangkit dan langsung menunjukkan pesan singkat yang dikirim oleh Rangga melalui sebuah aplikasi di ponsel tersebut.

"Ya, Allah! Kok, Rangga bisa mengirimkan kata-kata seperti ini. Apa maksud dari kalimat yang ditulisnya ini?" kata Erni tampak bingung.

"Entahlah, Teh," jawab Inayah rendah.

"Ya, sudah! Berpikir baik-baik saja tentang Rangga, jangan berpikiran jelek!" kata Erni menyarankan.

*

Keesokan harinya, Inayah mendapatkan kabar dari seseorang yang menelepon dirinya dengan menggunakan nomor milik Rangga. Orang tersebut meminta Inayah untuk datang ke salah satu rumah sakit yang ada di kota Bandung.

"Saya harap, kamu datang sekarang ke rumah sakit Hasan Sadikin!" ucap orang tersebut di sela perbincangannya dengan Inayah.

"Iya, saya pasti datang. Tapi, Rangga tidak apa-apa, 'kan?" Inayah balas bertanya dengan sedikit gugup dan panik.

"Rangga baik-baik saja," jawab si penelepon itu.

Kemudian ia langsung mengakhiri panggilan telepon tersebut dengan kalimat salam.

Inayah terduduk lesu di antara sederet kepanikan dan rasa cemas yang membelenggu jiwa dan pikirannya.

"Ya, Allah! Semoga Rangga tidak apa-apa," desis Inayah lirih.

****