webnovel

Meninggalnya Rangga

Inayah bangkit dan langsung melangkah menghampiri Fatimah yang saat itu sedang menyetrika pakaian di ruangan yang bersebelahan dengan kamarnya.

"Teh!" kata Inayah lirih dengan bola mata berkaca-kaca.

"Ada apa, Neng?" tanya Fatimah memandang wajah Inayah.

"Tidak apa-apa, Teh." Inayah berusaha menyembunyikan kesedihannya kala itu. Kemudian, ia bertanya tentang Erni, "Teh Erni ke mana ya, Teh?"

"Erni tadi berangkat ke butik. Katanya sih hanya sebentar," jawab Fatimah tampak penasaran dan terheran-heran melihat sikap Inayah yang tampak bersedih itu.

"Terima kasih, Teh." Inayah kembali melangkah menuju ke lantai dua untuk menenangkan pikiran di sebuah ruangan khusus tempat kerjanya itu.

"Ada apa dengan Inayah? Sepertinya ia sedang dalam keadaan sedih?" gumam Fatimah bertanya-tanya.

Satu jam kemudian, Erni sudah tiba di rumah. Ia langsung menghampiri Fatimah dan segera menanyakan tentang keberadaan Inayah.

"Inayah ke mana, Fat?"

"Tadi sih naik ke atas, Er," jawab Fatimah lirih.

"Oh, ya, sudah. Aku ke atas dulu, yah," pungkas Erni langsung berlalu dari hadapan Fatimah–sang asisten rumah tangga di kediaman megah itu.

Erni langsung melangkah naik ke lantai dua, untuk menghampiri Inayah yang masih berada di ruangan tempat kerjanya

"Tok ... tok ... tok. Assalamu'alaikum," ucap Erni lirih.

"Wa'alaikum salam," jawab Inayah. "Masuk saja, Teh!" sambungnya dari dalam ruangan itu.

"Iya." Erni langsung mendorong pintu ruangan tersebut, kemudian melangkah masuk, dan langsung menghampiri Inayah.

"Kamu kenapa, Nay?" tanya Erni memandang wajah adik angkatnya itu, yang tampak dirundung kesedihan.

"Kita harus ke rumah sakit sekarang, Teh. Ada sesuatu yang terjadi dengan Rangga!" jawab Inayah penuh rasa panik.

Erni merasa penasaran mendengar jawaban Inayah. Lantas ia pun kembali bertanya, "Ada apa dengan Rangga, Nay?"

"Rangga sedang dirawat di rumah sakit, tadi ada temannya yang meneleponku."

"Ya, sudah. Kita berangkat sekarang!" kata Erni.

"Iya, Teh." Inayah langsung berkemas.

Setelah itu, Inayah dan Erni langsung berngkat ke rumah sakit untuk memastikan bahwa kabar tersebut memang benar adanya.

Setibanya di rumah sakit, Inayah dan Erni langsung melangkah menuju ke bagian resepsionis untuk mencari tahu daftar pasien yang dirawat di rumah sakit tersebut.

Setelah mendapatkan info dari petugas resepsionis tentang ruangan tempat dirawatnya Rangga, Inayah dan Erni bergegas melangkah menuju ke salah satu ruangan yang berada di lantai dua rumah sakit tersebut.

Setibanya di tempat yang dituju, Inayah langsung disambut oleh kedua orang tua Rangga yang saat itu sudah berada di depan ruangan tempat dirawatnya Rangga.

"Rangga kenapa, Bu?" Inayah tampak cemas dengan berlinang air mata.

Ibu paruh baya itu, hanya diam dan tidak dapat menjawab pertanyaan dari Inayah, bibirnya kelu tak dapat bicara. Kemudian, Tara yang merupakan sepupu Rangga menghampiri Inayah.

"Rangga sedang kritis, kamu berdoa saja!" ucap Tara tertunduk lesu di hadapan Inayah.

"Apa yang terjadi dengan Rangga, Ra?" tanya Inayah penasaran, matanya membola tajam memandang wajah Tara.

Tara langsung menceritakan apa yang menimpa saudaranya itu, "Rangga terjebak di dalam mobil, karena mobil yang ia kemudikan jatuh ke jurang. Rangga menghindari sebuah mobil yang melaju cepat dari arah berlawanan," tutur Tara dengan suara rendah. Tara kembali duduk di sebelah ayahnya Rangga.

Mendengar penuturan dari Tara, Inayah semakin merasa bersedih.

"Maafkan Inayah ya, Bu!" Inayah memeluk erat tubuh Bu Fatma.

"Kamu berdoa dan serahkan semua kepada Allah! Jika Rangga masih diberikan kesempatan untuk hidup, Insya Allah Rangga akan kembali pulih!" jawab Bu Fatma menahan isak.

Inayah dan Erni langsung duduk di sebelah Bu Fatma, mereka tampak cemas dan khawatir menunggu kabar pemeriksaan terkini dari dokter. Tak hentinya Inayah memanjatkan doa untuk kesembuhan Rangga, ia sangat berharap Rangga bisa melewati masa-masa kritisnya.

Setengah jam kemudian, dokter dan dua perawat yang menangani Rangga keluar dari ruangan ICU tempat dirawatnya Rangga. Bu Fatma dan suaminya bangkit, mereka langsung bertanya kepada dokter tersebut mengenai kondisi Rangga.

"Bagaimana kondisi anak kami, Dok?" tanya Bu Fatma penuh kecemasan.

"Maafkan kami, Bu. Kami tidak dapat menolong putra Ibu," jawab dokter tersebut. "Saya harap Ibu dan Bapak tabah dan ikhlas!" pungkas sang dokter langsung berlalu dari hadapan kedua orang tua Rangga.

Sontak, Bu Fatma menangis histeris mendengar kabar tersebut. Ia tidak bisa menerima kenyataan pahit itu, meskipun sedari awal berusaha untuk tegar. Namun, setelah mendengar putranya tak dapat tertolong lagi, ia tampak sock dan menangis meratapi kepergian Rangga untuk selama-lamanya.

Hal tersebut sama seperti apa yang dirasakan oleh Inayah, ia merasa terpukul mendengar kekasihnya sudah meninggal dunia. Erni berusaha untuk menenangkan Inayah mendekap erat tubuh gadis berkerudung putih itu.

"Kamu harus tegar dan ikhlas!" bisik Erni menenangkan pikiran Inayah yang tengah dilanda kesedihan.

*

Seminggu setelah meninggalnya Rangga, Inayah masih belum bisa menghilangkan kesedihan yang dialaminya itu. Ia masih tetap berada di rumah dan belum melakukan aktivitasnya seperti biasa.

Erni sebagai orang dekat merasa khawatir dengan kondisi Inayah, ia terus menerus tanpa lelah memberikan nasihat dan hiburan agar Inayah tidak terlalu lama larut dalam kedukaan.

"Bagaimana kalau sore nanti kita jalan ke mall! Mau, 'kan?" Erni memandangi wajah Inayah yang masih dirundung duka itu.

"Tidak, Teh! Aku masih kurang enak badan," Inayah menolak halus ajakan dari Erni.

Dengan demikian, Erni pun menghela napas panjang. Dalam benaknya terus berpikir dan mencari gagasan bagaimana cara untuk menghibur Inayah agar tidak terpuruk.

Tanpa bosan-bosannya, Erni kembali berkata, "Atau kita masak nasi liwet saja di rumah! Nanti, Teteh beli ikan mas atau beli ayam kampung. Kamu mau, 'kan?" bujuk Erni sembari mengelus lembut pundak Inayah yang sudah ia anggap sebagai adiknya sendiri.

Inayah mengangkat wajah dan tersenyum memandang wajah Erni. Lalu, berkata lirih, "Iya, Teh. Tapi ajak juga Safira, yah!" jawabnya.

"Alhamdulillaahirabbil'alamin," ucap Erni dalam hati, ia tampak senang melihat adik angkatnya sudah kembali tersenyum.

"Ya, sudah. Nanti Teteh telepon Safira supaya datang ke sini," pungkas Erni berbinar-binar.

Erni bangkit dan langsung bersiap untuk melaksanakan Salat Asar. Sementara Inayah sudah lebih dulu melaksanakan salat bersama Fatimah–sang asisten rumah tangganya.

****

Kutifan:

"Sesungguhnya kubur itu awal persinggahan dari persinggahan-persinggahan akhirat. Barang siapa yang selamat darinya, maka yang sesudahnya lebih mudah darinya. Barang siapa yang tidak selamat darinya, maka yang sesudahnya lebih sukar darinya. (HR Tirmizi, Ibnu Majah dan Ahmad dari Utsman bin Affan RA).