webnovel

Fahmi Dipukuli Orang Tak Dikenal

Dua Minggu kemudian, sepulang dari kantor Fahmi duduk santai di ruang tengah. Kedua orang tuanya saat itu sedang tidak ada di rumah, mereka sedang pulang kampung karena ada salah satu kerabat yang sedang mengadakan pesta pernikahan di kampung halamannya.

Derit pintu terdengar begitu nyaring, Fahmi sedikit terperanjat kemudian bangkit dari duduknya. Belum sempat menyapa sang tamu, pukulan keras sudah menghantam wajahnya. Sehingga Fahmi terjatuh dan tersungkur di atas sopa tempat duduknya itu.

Fahmi berusaha keras untuk bangun, namun pukulan demi pukulan terus didaratkan oleh tamu tak diundang itu tepat mengenai kepala dan juga perut Fahmi, hingga pada akhirnya Fahmi terjatuh ke lantai dalam kondisi tak sadarkan diri.

Dua orang pria bertubuh kekar membungkukkan badan dan berjongkok di hadapan Fahmi yang sudah dalam keadaan pingsan.

"Kita masukkan ke dalam mobil sekarang juga!" perintah salah satu pria tersebut mengarah kepada rekannya.

"Baik, Bos." Dua pria itu langsung mengangkat tubuh Fahmi hendak mereka bawa keluar untuk segera dimasukkan ke dalam mobil jip putih yang sudah terparkir di halaman rumah tersebut.

Di luar rumah, Andra dan Riko baru saja tiba. Mereka tampak kaget melihat ada sebuah mobil jip putih terparkir di depan halaman rumah Fahmi, dan keadaan pintu rumah pun tampak terbuka lebar.

"Itu mobil siapa, Dra?" Riko bertanya sambil menatap wajah Andra.

Andra mengerutkan kening, ia sungguh tidak mengenali mobil tersebut. "Aku tidak kenal itu mobil siapa," jawab Andra tampak bingung.

Andra dan Riko bergegas keluar dari dalam mobil dan langsung melangkah menuju ke beranda rumah. Baru beberapa langkah saja hampir mendekati pintu kediaman tersebut, Andra dan Riko dikagetkan dengan keluarnya dua orang pria berperawakan tinggi besar yang sedang mengangkat Fahmi yang sudah dalam keadaan tak sadarkan diri.

"Itu Fahmi, Ko!" kata Andra tampak kaget melihat kondisi kawannya yang dalam keadaan tidak sadarkan diri dibawa oleh dua pria tidak dikenal.

"Siapa kalian?" tanya Riko menatap tajam wajah kedua pria tidak dikenal itu.

Kedua pria tersebut meletakkan tubuh Fahmi di atas lantai beranda rumah. Kemudian mereka menghampiri Andra dan Riko.

"Kalian mau seperti teman kalian?" tanya pria berjanggut tebal itu, tersenyum hambar menatap tajam ke arah Andra dan Riko.

Riko sedikitpun tidak merasa gentar dengan ucapan pria tersebut. "Aku harap kalian jangan mengganggu dan mencelakai sahabatku!" Riko maju beberapa langkah ke depan sembari terus menatap tajam wajah dua pria sangar itu.

"Anak ingusan mau ikut campur?" bentak salah seorang dari mereka sambil tertawa lepas.

Kedua pria berwajah sangato itu tak hentinya menghina dan mencibir Riko dan Andra. Seakan-akan mereka menyepelekan kemampuan Riko dan Andra.

Sikap mereka, sudah barang tentu membuat Riko dan Andra tersulut emosi. Tanpa pikir panjang lagi, mereka langsung menyerang kedua pria tersebut.

Dengan demikian, perkelahian pun tidak dapat dihindari, mereka saling menyerang dan baku hantam saling melancarkan serangan satu sama lain.

Perkelahian tersebut, membuat gaduh suasana dan didengar oleh warga sekitar, terutama para tetangga Fahmi yang rumahnya dekat dengan kediaman Fahmi.

Mereka pun berdatangan dan langsung melerai perkelahian tersebut, Riko meminta warga untuk menangkap kedua pria itu, "Tangkap mereka, Pak! Mereka itu penjahat yang berusaha mencelakai Fahmi!" teriak Riko mengarah kepada para warga yang sudah berdatangan itu.

Namun, warga tidak mampu menahan ataupun menangkap kedua orang tidak dikenal itu. Mereka melakukan perlawanan dengan menodongkan pistol ke arah warga, hingga membuat warga takut dan enggan mendekati kedua orang tersebut.

Mereka pun langsung tancap gas dengan mengemudikan mobil jip, kabur meninggalkan kediaman Fahmi.

"Mereka itu penjahat, kenapa dibiarkan lari!" teriak Riko merasa kesal kepada warga yang tadi berusaha melerainya, padahal Riko dan Andra hampir saja mengalahkan kedua pria itu.

Seorang pria paruh baya melangkah menghampiri Riko. Kemudian, ia berkata lirih meminta maaf kepada Riko, karena ketidaktahuan mereka dan juga kelalaian mereka yang tidak bisa mencegah kedua penjahat itu.

"Kami benar-benar meminta maaf dan kami tidak tahu kalau mereka itu orang jahat yang berusaha menculik Nak Fahmi. Kami kira itu kawanmu juga," kata pria paruh baya itu mewakili warga lainnya yang hanya diam tidak dapat berbuat apa-apa ketika dua penjahat itu melarikan diri. "Saya ketua rukun tetangga di sini, kejadian ini nanti akan saya laporkan kepada pihak yang berwajib," sambungnya lirih.

"Iya, Pak. Tidak apa-apa!" jawab Riko sambil terengah-engah.

Andra dibantu oleh warga lainnya sudah membawa masuk Fahmi ke dalam rumah. Setelah itu ia langsung kembali keluar menghampiri Riko dan ketua RT setempat yang sedang berbincang di beranda rumah itu, "Maaf, Pak. Di sini apa ada dokter yang bisa dipanggil ke rumah?" tanya Andra mengarah kepada pria paruh baya itu.

"Ada, Mas. Sebentar saya mau minta tolong kepada warga dulu!" jawab Pak RT lirih.

Ia langsung memanggil salah satu warga dan meminta warga tersebut untuk segera memanggil seorang dokter yang ada di sekitaran kampung tersebut untuk segera datang ke kediaman Fahmi.

"Iya, Pak RT. Sebentar ya!" jawab seorang pemuda langsung menjalankan tugas dari orang nomor satu di lingkungannya itu.

**

Satu jam kemudian, Fahmi sudah mulai sadar. Tampak perban putih sudah melekat di kening dan bahu serta pergelangan tangan, wajah Fahmi tampak memar dan bengkak.

"Terima kasih, Dok," ucap Riko mengarah kepada dokter yang baru saja merawat dan membersihkan luka Fahmi.

"Iya, Pak. Sama-sama, ini obatnya nanti tolong diberikan langsung sesuai dosis!" kata dokter tersebut dengan sikap ramahnya.

Riko balas tersenyum dan langsung menerima beberapa jenis obat yang diberikan oleh dokter itu. Selanjutnya dokter tersebut langsung pamit dan berlalu dari kediaman Fahmi, begitupun dengan para warga satu persatu mereka pamit dan berlalu dari rumah itu.

Andra tampak menyesal dan ia merasa terpukul dengan kejadian yang baru saja menimpa sahabatnya itu,

"Maafkan aku ya, Mi. Aku janji akan membalas semua perbuatan mereka!" ungkap Andra tertunduk di hadapan Fahmi yang saat itu sudah bisa duduk.

"Ini musibah, Dra. Tidak ada sangkut pautnya dengan rencana kamu itu," ujar Fahmi tersenyum memandang wajah Andra yang tampak merasa bersalah.

Riko tampak penasaran dengan apa yang dialami oleh sahabatnya itu, ia pun langsung menanyakan kepada Fahmi awal mula peristiwa itu terjadi. Dengan senang hati Fahmi menceritakan semuanya.

"Oh, berarti benar dugaan Andra. Ini ada kaitannya dengan si Burhan." Riko tampak kesal dan mulai dirasuki rasa emosi yang tinggi.

"Aku janji akan melindungi kamu, Mi," timpal Andra dengan suara rendah.

"Apa kita harus membalas semua perbuatan Burhan terhadap kamu?" kata Riko mengarah kepada Fahmi.

"Jangan, Ko!" cegah Fahmi.

Esok harinya, kabar tentang penganiayaan terhadap Fahmi didengar oleh Inayah. Ia langsung mengutus Erni dan Pak Andri agar segera mendatangi kediaman Fahmi dan melihat kondisi orang kepercayaannya itu.

Erni pun tampak cemas mendengar kabar tersebut, ia bergegas berangkat bersama Pak Andri untuk segera menemui Fahmi di kediamannya, "Semoga Fahmi baik-baik saja," ucap Erni dalam hati.

"Rumah Pak Fahmi di perumahan apa, Bu?" tanya Pak Andri lirih.

"Bukan di perumahan, Pak," jawab Erni. "Di kampung belakang kantor cabang itu, Bapak tahu, 'kan?" sambung Erni menjelaskan.

"Oh, iya, Bu." Pak Andri sedikit mempercepat laju mobil untuk segera tiba di kediaman Fahmi.

Sepanjang jalan, Erni tampak gelisah dan penuh kekhawatiran terhadap Fahmi yang secara diam-diam sudah menjalin hubungan asmara dengannya.

****