webnovel

Bertemu Kembali

Pagi harinya sekitar pukul enam, Inayah dapat telepon dari Pak Adim, Pak Adim melaporkan hasil panen sawah milik almarhum orang tua Inayah yang ada di Karawang dan Cikarang. Inayah sangat bahagia dengan hasil panen yang ia dapatkan saat itu, panen yang sangat bagus dibandingkan dengan panen di tahun yang lalu.

“Alhamdulillah! Ya, Allah! Atas berkah rizki yang Engkau anugerahkan kepada hamba, semoga hamba amanah dengan titipan-Mu Ya Rabb!" bisik Inayah penuh dengan rasa syukur.

Singkat cerita...

Beberapa bulan kemudian, ponsel yang tersimpan di dalam tas berdering, Inayah bangkit dan langsung meraih tas tersebut. Kemudian ia membuka tas miliknya itu dan mengambil ponselnya, Inayah tersenyum-senyum ketika membuka beberapa pesan di dalam ponselnya itu. Pesan tersebut merupakan pesan dari Rangga.

'Assalamu'alaikum,' tulis Rangga.

Inayah menjawab lirih dalam hati, "Wa'alaikum salam." Kemudian, ia kembali membaca pesan berikutnya.

'Wanita yang baik untuk lelaki yang baik, dan lelaki yang baik adalah untuk wanita yang baik pula!'

'Doakan aku supaya menjadi pria yang baik!'

'Pesan ini tidak usah kamu balas, cukup untuk direnungkan saja, suatu saat nanti kamu akan paham dengan apa yang kutuliskan ini!'

'Rangga sahabatmu'

Seperti itulah kutipan teks yang Rangga kirimkan melalui aplikasi hijau yang ada di ponsel tersebut.

Entah kenapa? Pikiran Inayah tentang Rangga malam itu, tumbuh membahana mengisi ruang jiwa dan menyelimut sukma, ada benih-benih rasa, berakar dan perlahan tumbuh. Entahlah, malam itu tidak seperti biasanya pikiran Inayah terus tertuju kepada Rangga menambah kegelisahan dan perlahan-lahan membuat Inayah terbalut rasa rindu terhadap Rangga sahabatnya itu.

Berulang kali, Inayah mencoba menghubungi Rangga melalui ponselnya. Namun, tidak pernah tersambung, nomor Rangga sudah tidak aktif lagi, Inayah hanya pasrah dalam kerinduan. Menantikan saat yang tepat bersua kembali dengan Rangga dan mengharap hari indah bisa bertemu dengan sahabatnya itu.

Beberapa saat kemudian, Inayah bangkit dan meraih tasbih kecil pemberian dari Rangga memadangi dan menyentuh tasbih kecil itu dengan penuh kelembutan.

Seperti yang pernah Rangga ucapkan di hadapan Inayah, ia berjanzi, akan merubah hidupnya dan berhijrah mengikuti langkah Inayah untuk menyelaraskan aturan hidup yang hakiki dan berjuang menjadi pria baik, dalam sepuluh hal kebaikan yang didambakan setiap wanita Muslimah.

Beragama Islam, taat beragama, menjauhkan diri dari kemaksiatan, berasal dari keluarga baik-baik, santun dan taat kepada kedua orang tua, mandiri dalam ekonomi, berjiwa pemimpin, bertanggung jawab, lemah lembut dan berketurunan subur.

**

Hampir satu tahun, kabar dari Rangga tak pernah Inayah dapatkan. Entah seperti apa keadaan Rangga saat itu? Nomor yang dulu sering Inayah hubungi sudah tidak aktif lagi, Inayah sangat kesulitan untuk mendapatkan informasi tentang keberadaan Rangga. Keluarga Rangga pun, sudah tidak tinggal di Bandung lagi, mereka sudah pindah ke Purwakarta kembali ke kampung halaman mereka.

Inayah hanya pasrah dan menahan rasa rindu yang setiap hari terus membahana dalam jiwa dan pikirannya.

'Jika Allah menghendaki suatu saat nanti aku dan Rangga pasti akan dipertemukan kembali, hanya terselip doa untuk sahabatku itu, dari setiap sujudku semoga niat hijrahnya Rangga diberikan kemudahan dan senantiasa istiqomah dalam menjalankannya," tulis Inayah melalui status di sosial media pribadinya, dengan harapan ada orang yang kenal dengan Rangga membaca suara isi hatinya tersebut, dan menyampaikan hal itu kepada yang bersangkutan.

Suatu ketika, sahabat-sahabat dari komunitas Wanita Muslimah, mengadakan acara bantuan sosial di salah satu kampung yang ada di Subang Jawa barat. Kebetulan Inayah dan Erni ikut terlibat di acara tersebut.

Acara berlangsung hanya satu hari saja, bekerja sama dengan lembaga bantuan untuk kaum dhuafa, salah satu organisasi yang bergerak di bidang sosial.

“Nay, tolong kamu persiapkan data-data warga yang sudah terdaftar!” pinta Kartika mengarah kepada Inayah.

“Sudah, Kar. Semua sudah ada padaku,” jawab Inayah lirih, mengangkat buku catatan kecil seraya memperlihatkannya kepada Kartika.

“Oh, ya, sudah. Acara kita mulai ba'da zuhur ya, Nay. Kita nunggu Fatih dulu!” ucap Kartika menatap wajah Inayah.

“Fatih itu siapa, Kar?” tanya Inayah penasaran.

“Fatih itu, ketua Lembaga Bantuan Untuk Kaum Dhuafa, dari Purwakarta,” jawab Kartika tersenyum ke arah Inayah.

“Kamu tetap di sini ya, Nay! Aku mau menemui Pak Kades dulu!” sambung gadis cantik itu berlalu dari hadapan Inayah melangkah menuju tenda sebelah.

Tampak Erni berjalan menuju ke arah Inayah dengan membawa beberapa kotak makanan warna putih polos.

“Apa itu, Teh?” tanya Inayah mengamati kotak putih tersebut dari tangan Erni.

“Roti, Nay. Tadi Teteh dikasih oleh pak kades," jawab Erni, kemudian meletakannya di atas meja di belakang tempat duduk Inayah.

*

Satu jam kemudian, rombongan dari LBUKD (Lembaga Bantuan Untuk Kaum Dhuafa) dari Purwakarta sudah tiba di lokasi BANSOS dengan membawa ratusan paket sembako untuk diserahlan kepada Kartika sebagai ketua panitia penyelenggra bantuan sosial tersebut. Pak Kades dan Kartika sebagai perwakilan dari panitia, langsung menyambut kedatangan rombongan tersebut.

Tampak sosok pria berkopiah putih dengan kemeja jasko warna biru langit berdiri dan bersalaman dengan pak kades, Inayah hanya mengamati pria tersebut dari kejauhan, pria itu berdiri dalam posisi membelakanginya.

“Masya Allah! Kok, pria itu mirip dengan Rangga ya, Nay?" ucap Erni bertanya mengarah kepada Inayah yang duduk di sampingnya, kemudian Erni bangkit pandangannya terus mengarah kepada orang-orang yang ada di tenda tersebut.

“Ah, Teteh, hanya mirip saja, Teh!” jawab Inayah lirih sambil meraih ponsel yang ia simpan di dalam tas.

Inayah bermaksud hendak mengabadikan momen tersebut, dengan memotretnya menggunakan ponsel.

“Coba kamu perhatikan dengan jelas Nay!” pinta Erni meluruskan jari telunjuknya ke arah pria yang sedari tadi ia amati.

"Yang mana sih, Teh?" tanya Inayah penasaran meluruskan pandangan ke tempat kerumunan orang yang ada di tenda sebelah.

"Itu pria berkemeja jasko biru langit, yang mengenakan kopiah putih itu!" terang Erni.

Inayah hanya tersenyum, ia tidak terlalu menanggapi ucapan-ucapan Erni, Inayah paham sifat Erni yang suka bergurau, apalagi kalau sedang bersamanya, Erni paling sering menggoda Inayah dengan gurauan-gurauannya.

Beberapa menit kemudian, pak kades menyambut kedatangan rombongan tersebut dengan menggunakan mikropon.

“Selamat datang untuk Pak Fatih sebagai ketua dari LBUKD Purwakarta yang sudah turut serta memberikan bantuan berupa paket sembako, yang nanti akan kita salurkan kepada masyarakat dalam acara bantuan sosial ini, yang diprakarsai oleh Komunitas Wanita Muslimah dari Bandung,” ujar pak kades lirih dengan posisi berdiri dan menggenggam sebuah mikropon.

Setelah itu, mereka langsung berjabat tangan dan melakukan serah terima secara simbolis dan diabadikan oleh beberapa orang yang ada dalam tenda tersebut, termasuk oleh awak media lokal yang saat itu turut hadir meliput gelaran acara bansos tersebut.

Inayah bangkit dan melangkah menuju tenda tempat dilakukannya serah terima bantuan tersebut, dengan maksud ingin mengabadikan momen serah terima itu dengan ponsel miliknya.

Baru saja beberapa langkah menuju ke tenda itu, pria berkopiah putih itu membalikkan posisi tubuhnya tepat ke arah tempat Inayah berdiri. Sontak Inayah menghentikan langkahnya seketika, saat pandangan pria tersebut terarah kepadanya.

****