webnovel

Al-Qur'an itu Wajib Diamalkan

Selepas menunaikan kewajibannya sebagai Muslimah, Erni meminta Fatimah segera belanja kebutuhan untuk acara masak nasi liwet yang akan diadakan nanti malam di rumah tersebut.

"Kamu belanja dulu ke pasar ya, Fat!" pinta Erni lirih. "Minta antar sama Pak Andri saja!" sambung Erni berdiri di belakang Fatimah yang saat itu sedang merapikan pakaian.

"Iya, Er," jawab Fatimah.

"Ya, sudah. Ini uangnya. Aku mau menemani Inayah dulu!" Erni menyerahkan tiga lembar uang pecahan seratus ribuan kepada Fatimah.

Setelah itu, ia kembali melangkah menghampiri Inayah yang sedang duduk termenung di antara kepedihan dan duka yang sedang ia alami saat itu.

"Bagaimana acara masak nasi liwetnya. Jadi tidak, Teh?" tanya Inayah menatap wajah Erni.

"Jadi, Cantik." Erni duduk di sebelah Inayah sembari mengeluarkan laptop dari dalam tas yang tergeletak di atas meja di hadapannya.

"Bantu ini, Nay! Teteh kesulitan membuat desain baru untuk hijab kekinian!" pinta Erni lirih.

Erni sengaja berinisiatif seperti itu, semata-mata hanya ingin melihat Inayah sibuk dan tidak murung lagi.

"Ya, Allah! Dulu Teteh sudah bisa, 'kan?" Inayah balas bertanya sembari meraih laptop dari pangkuan Erni.

"Iya, itu dulu. Tapi yang ini keluaran baru desainnya harus baru juga, 'kan?" kelit Erni beralasan.

"Sebentar! Aku bantu berikan contoh dasarnya. Nanti Teteh yang meneruskan!" Inayah langsung mengerjakan apa yang diminta oleh Erni, sekadar memberikan contoh awal untuk desain hijab terbaru yang akan dirancang oleh Erni.

Erni tampak semringah, ia bahagia ketika melihat Inayah kembali tersenyum dan tidak murung lagi. Sejatinya, Erni sudah selesai membuat desain terbaru beberapa hari yang lalu. Sore itu ia sengaja meminta bantuan kepada Inayah sebagai trik untuk memancing Inayah agar mau melakukan aktifitasnya dan tidak terlalu memikirkan Almarhum Rangga. Dengan demikian, Inayah akan sedikit mempunyai kesibukan dan tidak larut lagi dalam kesedihan.

Beberapa menit kemudian, Fatimah pamit kepada Inayah dan juga Erni. "Aku berangkat sekarang, yah," kata Fatimah lirih.

"Iya, Fat," sahut Erni.

"Teh, tunggu!" kata Inayah.

Fatimah urung melangkah keluar, dan ia kembali menghampiri Inayah. "Ada apa, Neng?" tanya Fatimah menatap wajah gadis cantik berkulit putih itu.

"Aku titip makanan ringan!" jawab Inayah sembari menyerahkan selembar uang pecahan limbah puluh ribu kepada asisten rumah tangganya itu.

Fatimah langsung meraih uang tersebut, dan kembali melangkah menuju keluar rumah untuk segera berangkat ke pasar bersama Pak Andri yang merupakan supir pribadi di rumah tersebut.

*

Pukul 17:00, Inayah mendapatkan telepon dari ibunya Almarhum Rangga–Bu Fatma mengatakan kalau dirinya akan berkunjung ke kediaman Inayah esok lusa, entah apa yang akan Bu Fatma bicarakan kepada Inayah? Menurutnya itu adalah kunjungan penting, dan meminta Inayah agar tidak ke mana-mana.

Usai berbincang dengan Bu Fatma, Inayah kembali meletakkan ponselnya di tempat semula, kemudian bangkit dan menghampiri Erni yang saat itu sedang berada di beranda rumah.

"Teh Fatimah belum pulang, Teh?" tanya Inayah duduk di hadapan Erni.

"Mampir ke butik dulu, Teteh telepon tadi. Teteh minta Fatimah untuk mengambil berkas yang kemarin ditandatangani," jawab Erni meluruskan pandangannya ke wajah Inayah.

"Oh, ternyata sifat pelupanya tidak hilang juga, yah?" gurau Inayah.

"Ah, kamu bisa saja," hardik Erni mendelik.

Kemudian, Inayah langsung menceritakan kepada Erni tentang niat Bu Fatma yang akan berkunjung ke rumahnya. Mendengar penuturan dari Inayah, Erni tersenyum-senyum seperti paham dengan rencana Bu Fatma.

"Kok, senyum-senyum, sih? Memangnya Teteh tahu maksud Bu Fatma mau datang ke sini?"

"Kalau tahu betul sih, tidak! Tapi ini hanya dugaan Teteh saja. Jangan-jangan, Bu Fatma itu datang membawa kabar baik untuk kamu," kata Erni menduga-duga.

Inayah mengerutkan kening tanda tidak memahami apa yang diucapkan oleh Erni. "Maksudnya?" Inayah mengangkat alis kirinya tinggi, sembari menatap tajam wajah wanita cantik berhijab merah itu.

"Ya, pokoknya kabar baik saja. Entah apa itu(?) Yang jelas kabar terbaik untuk kamu," tandas Erni menegaskan.

"Peramal berhijab," ketus Inayah ragu dengan ucapan Erni.

"Bukan peramal tapi dukun santet," seloroh Erni tertawa lepas.

Beberapa saat kemudian, Pak Andri dengan mengendarai mobil F warna hitam mengkilat sudah memasuki area parkir halaman rumah megah itu. Tampak Fatimah keluar dari dalam mobil membawa belanjaan dengan dibantu oleh Pak Andri, mereka langsung melangkah menuju beranda rumah.

"Maaf, Pak. Tolong bantu bawa langsung ke dapur, Pak!" pinta Fatimah lirih, sembari menyerahkan barang belanjaan kepada Pak Andri.

"Iya, Neng. Yang itu sekalian saja Bapak bawa!" pinta pria paruh baya itu.

"Tidak usah, ini berkas kerja milik Erni!" jawab Fatimah lirih.

"Oh, ya sudah," pungkas Pak Andri melangkah masuk ke dalam rumah untuk menyimpan belanjaan ke ruang dapur.

Fatimah langsung melangkah menuju ke arah teras menghampiri Inayah yang sedang duduk bersama Erni.

"Sudah diambil berkasnya, Fat?" tanya Erni menatap wajah Fatimah.

"Ini sudah aku bawa!" Fatimah menyerahkan map besar yang sudah dikemas dalam sebuah plastik kepada Erni.

"Terima kasih ya, Fat," kata Erni lirih.

"Iya, Er," jawab Fatimah lirih.

"Kue pesanan aku mana, Teh?" tanya Inayah mengarah kepada Fatimah.

"Dibawa ke dalam tadi sama Pak Andri," jawab Fatimah.

"Ya, sudah. Tidak apa-apa, nanti simpan di tempat biasa saja, Teh!" kata Inayah kembali melanjutkan perbincangannya dengan Erni.

Fatimah langsung melangkah masuk ke dalam rumah.

Di dalam rumah, Fatimah langsung bersiap untuk segera mandi. Karena waktu magrib tinggal beberapa menit lagi, Erni dan Inayah pun saat itu sudah masuk ke dalam rumah. Mereka sudah bersiap untuk melaksanakan Salat Magrib berjamaah.

Seperti biasa sebelum waktu magrib tiba mereka menyempatkan diri untuk membaca dan memperdalam Al-Qur'an yang merupakan kebiasaan setiap hari menjelang magrib yang rutin mereka lakukan di Musala yang ada di dalam rumah tersebut.

Fatimah selalu berbicara tentang keutamaan belajar membaca ayat suci Al-Qur'an di setiap hari secara istiqamah. Meskipun ia sudah mahir dalam membacanya. Namun, setiap sore selalu menyempatkan untuk kembali belajar dan mengkaji kitab suci tersebut.

Seperti apa yang tertuang dalam sebuah hadits.

Dalam kitab Shahihnya, Imam Al-Bukhari meriwayatkan sebuah hadits dari Hajjaj bin Minhal dari Syu’bah dari Alqamah bin Martsad dari Sa’ad bin Ubaidah dari Abu Abdirrahman As-Sulami dari Utsman bin Affan Radhiyallahu Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ .

“Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Al-Qur`an dan mengajarkannya.”

Masih dalam hadits riwayat Al-Bukhari dari Utsman bin Affan, tetapi dalam redaksi yang agak berbeda, disebutkan bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

إِنَّ أَفْضَلَكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ

“Sesungguhnya orang yang paling utama di antara kalian adalah yang belajar Al-Qur`an dan mengajarkannya.”

****