webnovel

Buku Catatan Rangga

Dua hari kemudian, Bu Fatma benar-benar menempati janzi yang pernah ia tulis dalam sebuah pesan singkat kepada Inayah. Ia datang berkunjung ke kediaman Inayah dengan seorang pemuda tampan berpakaian rapi dengan dagu sedikit ditumbuhi janggut memperindah tampilan wajah pemuda tersebut.

"Assalamu'alaikum," ucap Bu Fatma lirih.

"Wa'alaikum salam," jawab Inayah bergegas bangkit dan langsung melangkah menuju ke arah pintu.

Setelah pintu terbuka tampak sosok ibu cantik dan pria tampan berdiri di depan pintu tersebut. "Ibu!" sapa Inayah menyambut hangat kehadiran ibu dari Almarhum Rangga.

Inayah langsung mencium tangan ibu paruh baya itu, kemudian memeluk erat penuh rasa haru.

"Kamu sehat, Neng?" Bu Fatma melepas pelukannya dan memandangi wajah Inayah.

"Alhamdulillah sehat, Bu," jawab Inayah tersenyum manis balas memandang wajah Bu Fatma.

Setelah itu, Inayah langsung menyapa pemuda tampan yang berdiri di samping Bu Fatma. Mereka saling mengangguk dan saling melontarkan senyum.

"Ayo, silahkan masuk!" Dengan ramahnya Inayah mempersilahkan masuk kepada kedua tamunya itu.

Bu Fatma dan pemuda tampan itu langsung melangkah masuk ke dalam rumah, dan Inayah langsung mempersilahkan kedua tamunya untuk duduk, "Silahkan duduk, Bu, A!" kata Inayah mengarah kepada Bu Fatma dan pemuda tersebut.

Inayah memanggil Fatimah dan memintanya untuk segera membuatkan air minum dan menyuguhkan makanan ringan untuk tamunya itu.

"Kedatangan Ibu ke sini ingin menyampaikan pesan dari Almarhum Rangga yang menurut Ibu sangat penting dan harus kamu ketahui!" kata Bu Fatma mengawali perbincangannya dengan Inayah.

"Iya, Bu. Silahkan saja!" jawab Inayah lirih sambil tersenyum lebar memandang wajah ibu paruh baya itu.

Bu Fatma mengeluarkan sesuatu dari dalam tas kecilnya, berupa buku catatan berukuran sedang. Kemudian menyerahkannya kepada Inayah, "Kamu baca ini, Neng!" ucap Bu Fatma tersenyum manis.

Dengan senang hati Inayah meraih buku tersebut dari tangan ibu paruh baya itu, dua bola matanya mengamati buku yang sedang ia pegang. Seketika pandangan Inayah mulai redup terhalang bulir bening. Perlahan Inayah mencoba untuk membuka buku itu, belum sempat membuka dan membaca isi buku catatan yang diberikan Bu Fatma.

Sementara itu, Fatimah pun sudah datang dengan membawa dua cangkir teh panas beserta dua toples makanan ringan untuk kedua tamu sang majikannya.

"Ini tehnya, Bu, Kang!" kata Fatimah tersenyum ramah meletakkan dua cangkir teh dan dua toples makanan ringan berukuran kecil di atas meja tepat di hadapan kedua tamu itu.

"Terima kasih, Neng," kata Bu Fatma balas melontarkan senyum ke arah Fatimah.

"Iya, Bu." Fatimah pun tersenyum, ia kembali melangkah menuju ke arah dapur.

Inayah langsung membuka buku catatan milik Almarhum Rangga dan ia langsung membacanya.

'Aku harap pemilik tasbih kecil yang sudah aku berikan kepadamu, datang dan menginjakkan kaki di rumahmu. Titipan terindah darinya sudah aku sampaikan kepadamu. Jika aku sudah tidak ada lagi di dunia ini, aku harap kamu bersedia menjadikan orang yang mempunyai tasbih itu menjadi imam dan pembimbingmu!' tulis Almarhum Rangga dalam buku catatannya.

Dan masih banyak lagi tulisan dari Almarhum Rangga dalam buku tersebut, yang secara gamblang meminta Inayah untuk menjadikan Rafie sebagai pendamping hidupnya.

Kata-kata yang dituliskan oleh Almarhum Rangga banyak mengandung pesan yang berarti bagi Inayah. Tidak terasa bola mata indahnya kembali mengeluarkan bulir bening yang menetes mengikuti alur garis wajah cantiknya hingga jatuh ke buku kecil dalam genggaman tangannya.

"Semua itu, Rangga tulis seminggu sebelum ia mengalami kecelakaan," terang Bu Fatma lirih. "Ini adalah wasiat terakhir dari Rangga, Ibu harap kamu bersedia melaksanakan apa yang dipesankan oleh anak Ibu!" sambung ibu paruh baya itu menahan isak.

Rafie hanya diam tertunduk menyimak dengan baik perbincangan Inayah dengan Bu Fatma. Perlahan, Inayah menoleh ke arah Rafie kemudian ia berkata lirih, "Jika A Rafie menghendaki, aku tidak akan menolak apa yang dipesankan oleh Almarhum Rangga. Dulu, Rangga juga pernah bicara tentang tasbih kecil itu. Ia mengatakan kalau tasbih itu milik A Rafie yang diberikan untuknya. Kemudian ia berkata lagi, 'Jika aku tidak ada, maka pemilik tasbih inilah yang akan menggantikan aku!" terang Inayah menirukan ucapan Almarhum Rangga.

Rafie menghela napas panjang dan menjawab apa yang diutarakan oleh Inayah, "Insya Allah, kita matangkan niat kita, dalam sebuah ta'aruf!" kata Rafie lirih.

Antara Rafie dan Inayah sudah mulai menyatakan diri untuk melaksanakan pesan dari Almarhum Rangga, dan mereka siap untuk ta'aruf sebelum menuju ke jenjang pernikahan.

Bu Fatma tampak semringah dan merasa bahagia mendengar ungkapan dari Inayah dan Rafie.

"Semoga hari ini menjadi awal kebahagiaan kalian. Ibu yakin, Rangga akan bahagia di alam Sana dan tidak mempunyai beban lagi," ungkap Bu Fatma tersenyum penuh rasa haru. "Ibu sudah kehilangan putra kesayangan Ibu, dan kamu sudah kehilangan kedua orang tuamu. Maka dari itu, anggap saja Ibu adalah Ibumu!" sambung Bu Fatma memandang wajah Inayah penuh kasih sayang.

"Iya, Bu. Sedari awal Inayah mengenal Ibu. Inayah sudah menganggap Ibu sebagai ibu Inayah," kata Inayah.

Hampir satu jam keberadaan Bu Fatma dan Rafie di kediaman Inayah. Mereka berbincang banyak mengenai Almarhum Rangga sewaktu di pesantren dan lainnya, Rafie banyak menceritakan hal baik yang dilakukan Almarhum Rangga selama tinggal di pesantren dengannya.

Inayah menyimak penuturan Rafie dengan bola mata tak hentinya meneteskan butiran air bening, tampak sedih, kagum dan bangga terhadap Almarhum Rangga yang menyisakan cerita baik di akhir hidupnya.

Rangga dulu sewaktu masih sekolah dan tinggal di Bandung merupakan pemuda brengsek, pemakai narkoba dan senang berpesta hura. Seiring dengan berjalannya waktu, Rangga pun dapat merubah kebiasaan dan tabiat dalam dirinya.

Itu semua berkat Inayah, yang hijrah lebih dulu dan Rangga pun mengikuti jejak Inayah berhijrah di jalan Allah menuju kehidupan yang baik

*

Dalam Al Qur'an surah Al-Anfal ayat 74, Allah SWT berfirman yang artinya:

"Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang Muhajirin), mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki (nikmat) yang mulia." (al-Anfal: 74).

Rasulullah SAW menjelaskan makna hijrah sebagaimana disebut dalam Hadits Riwayat Al-Bukhori, "Orang-orang yang berhijrah adalah mereka yang meninggalkan segala sesuatu yang dilarang oleh Allah SWT."

*

"A Rafi awal mengenal Almarhum Rangga dari siapa, A?" tanya Inayah lirih.

"Rangga adalah sahabatku sewaktu melakukan riset di Bogor dan aku dipertemukan dengan Rangga karena diperkenalkan oleh Lina," jawab Rafie dengan lirihnya. "Satu bulan bersama, Rangga memintaku untuk menuntunnya dalam belajar agama. Tak lepas dari itu, Rangga pun langsung meminta bantuanku untuk daftar di salah satu komunitas Pemuda Hijrah yang ada di Bogor. Hingga pada akhirnya Rangga benar-benar taubat dan menjalankan hidup normal tanpa harus bergantung kepada narkoba, alkohol, dan pesta yang selama itu menjadi kebiasaannya," sambung Rafie menuturkan.

Inayah terus bertanya kepada Rafie dan juga Bu Fatma tentang cerita hidup Rangga yang hampir beberapa tahun tidak pernah bertemu dengannya. Dengan senang hati Bu Fatma pun menceritakan semuanya sembari tak hentinya meneteskan air mata.

****