webnovel

Suaramu Mengalun Lewat Mimpiku

Adalyn Zada adalah gadis sederhana yang magang di sebuah kantor pemerintah. Suatu waktu dia menerima warisan sebuah alat musik petik yang membawanya ke zaman 1000 tahun sebelumnya melalui mimpi. Di tempat lain, seorang Tuan Muda anak sang wali kota juga mengalami mimpi yang sama. Hingga suatu hari mereka terlempar ke masa yang ada dalam mimpi mereka secara nyata. Keduanya melakukan petualangan bersama untuk memecahkan sebuah rahasia yang berhubungan dengan takdir mereka. Sebuah takdir cinta yang pahit. Apakah mereka bisa menemukan takdir rahasia tersebut?

AeRi_purplish · Fantasy
Not enough ratings
13 Chs

Simpul Masa Lalu

🍁🍁🍁

Saat denting dawai senar mengalun lembut.

Saat suaranya mengirama syahdu

Saat rambut panjangnya melambai gemulai

Membelai, menerpa gaunnya yang indah membalut tubuhnya.

Senyumnya mengirimkan getaran pesona alam surgawi

Beresonansi dalam syair kerinduan nan kelam.

Jika kelak aku tak dapat menemukanmu dalam rimba alam nyataku.

Maka biarlah suaramu tetap mengalun lewat mimpiku.

***

Perempuan itu masih bernyanyi di antara hembusan angin malam yang menggugurkan kelopak bunga Tabebuya di taman Lotus. Jun memandang lekat wajah halus dan putih itu dengan binar kerinduan di sorot matanya.

Paviliun taman Lotus menjadi saksi pertemuan mereka. Pertemuan yang merangkai takdir panjang dan kelam, yang akan berakhir setelah seribu tahun. Entah siapa yang akan mengakhirinya.

"Apakah kamu suka lagu ini, Tuan?" tanya Myria setelah usai menyanyikan sebuah lagu dengan guzhengnya.

Jun mengangguk tanpa melepas senyum di bibirnya. Sungguh suara Myria telah menjadi candu baginya.

Jika tiga bulan lalu pertemuan dalam mimpi ini menjadi hal yang begitu menekan pikirannya, kini pertemuan dengan perempuan pemain guzheng itu adalah hal yang sangat dinantikannya. Dalam setiap tidurnya dia hanya ingin bertemu dengannya.

"Myria, apakah kamu akan selalu bernyanyi untukku?" tanya Jun penuh harap.

"Mengapa Tuan bertanya seperti itu?" Myria balik bertanya.

"Rasanya aku sulit jika kelak kamu pergi dan tidak bertemu denganmu lagi," jawab Jun.

"Pertemuan ini adalah takdir dan takdir pula yang akan mengakhirinya,"

"Apakah itu artinya suatu saat kamu akan benar-benar pergi?" Wajah Jun berubah sendu.

"Jika waktunya tiba. Seperti halnya aku berhenti bertemu dengan kekasihku. Semua itu takdir. Sebuah takdir berantai."

"Takdir berantai," Jun kembali menggumamkan ucapan Myria.

"Mimpimu bukan hanya sekedar mimpi biasa. Tapi mimpi ini adalah takdir berantai yang dialami oleh dua garis kehidupan yang hidup dalam masa yang sama namun tidak berdampingan. Hingga saatnya kedua garis itu bertemu untuk mengakhiri sebuah dendam, sebuah perseteruan, sebuah permusuhan abadi. Penyatuan dua garis kehidupan itu akan menyempurnakan janji yang belum terlaksana sebelumnya."

Jun mengernyitkan dahi mendengar penjelasan Myria. Ada banyak tanda tanya dalam benaknya. Ucapan Myria laksana benang kusut yang melingkupi sebuah misteri.

"Jika aku adalah satu sisi garis kehidupan itu, maka siapa sisi satunya?" tanya Jun.

"Aku tidak tahu, Tuan. Kemampuan ingatanku hanya berputar di masa hidupku. Aku tidak tahu arah selanjutnya. Yang aku tahu di setiap masa aku bertemu dengan orang-orang dalam garis hidupmu dan menceritakan hal yang sama." Myria menghela napas berat seolah ingin melepas beban yang tertimbun di dadanya.

"Suatu saat Tuan akan menyadari keberadaannya dan menemukannya. Ini sudah waktunya. Lambat laun aku merasa bayangannku semakin pudar. Dapat ku pastikan bahwa Tuan-lah yang akan menyelesaikan semuanya."

"Namun semua tidak mudah karena akan banyak orang yang akan menghalangi seperti yang telah terjadi di masa lalu. Sekali lagi Tuan juga akan berkorban untuk menyelesaikan perseteruan ini."

Perempuan itu lalu tersenyum lembut.

"Myria jangan tinggalkan aku," lirih Jun dengan nada sendu.

"Aku tidak pernah meninggalkanmu Tuan. Meski wujudku tak bersamamu namun kelak jiwaku akan selalu menemanimu."

Suara Myria kian melemah seakan terbang terbawa angin yang menabur alam kosmis yang pekat dengan kabut pagi yang kian memutih.

Sinar mentari menembus celah jendela, menerpa kelopak mata Jun yang perlahan terbuka. Ada genangan bulir bening di sudut matanya.

Jun masih enggan bangun dari pembaringannya. Sebelah lengannya dia gunakan untuk menutup matanya yang masih mengalirkan sungai airmata.

Meski hanya dalam sebuah mimpi namun di setiap pertemuan akan ada perpisahan. Seperti kata Myria, sudah saatnya dia pergi dan Jun harus menyelesaikan misteri ini sendiri.

Kini dia harus mencari satu garis kehidupan lain yang hidup di waktu yang sama dengannya.

🍁🍁🍁

Hari ini Nenek Mydita sedang ada urusan di rumah sakit umum ibukota. Dia tidak memberitahukan kedatangannya kepada putranya, Tuan Liang. Nenek Mydita berencana akan memberikan kejutan setelah dia menyelesaikan urusannya.

Setelah bertemu dengan Dokter Jian dan berkonsultasi tentang kesehatannya, Nenek Mydita lalu pamit. Ketika sampai di lobi rumah sakit, seseorang memanggil namanya.

"Mydita?"

Nenek Mydita menoleh ke sumber suara dan menemukan Tuan Yelu Byram berdiri beberapa meter darinya.

"Ternyata aku tidak salah. Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Tuan Yelu dengan senyum menghias wajahnya. Dia melangkah ke arah perempuan yang berdiri tertegun melihat kedatangannya.

Nenek Mydita hanya menanggapi datar sapaan pria tua di depannya.

"Saya hanya ingin menikmati udara ibukota yang luar biasa. Sepertinya putramu berhasil menjadi seorang Wali Kota Metro Raya yang sukses," sindir Nenek Mydita. Tuan Yelu hanya menyeringai mendapat sindiran itu.

"Semua tak lepas dari peran masa lalu. Aku tahu Zada juga sukses di masa lalu namun sayang dia terlalu lemah untuk mempertahankan posisinya. Rakyat butuh pemimpin yang loyal dan punya pendirian teguh," sahut Tuan Yelu.

"Setidaknya Zada tidak mengotori tanganya hanya untuk meraih kekuasaan. Saya tidak mengerti bagaimana bisa kejayaan Klan Naga Selatan di masa lalu dirusak oleh turunannya yang begitu ambisius dan menghalalkan segala cara," sarkas Nenek Mydita lagi.

Tuan Yelu memandang tajam ke arah Nenek Mydita lalu mendehem seraya membetulkan letak dasinya yang masih rapi.

"Apa kabar putramu yang idealis itu? Ku dengar cucu perempuanmu juga sudah akan selesai belajar di universitas. Dia cantik dan berbakat sebagai penerus Klan Meygu." Tuan Yelu menyeringai licik. Nenek Mydita terpaku di tempatnya. Wajahnya berubah muram.

"Jangan pernah ganggu putra dan cucuku. Mereka tidak tahu apa-apa," tegur Nenek Mydita. Tuan Yelu kian tersenyum lebar.

"Mydita, kamu pikir aku bodoh. Kita sama-sama tahu cerita itu. Sepertinya cucuku Jun sudah bertemu Myria juga. Bagaimana dengan cucumu? Apakah kamu sudah menceritakan dongeng itu? Perlukah kita bernostalgia dengan masa lalu?"

"Yelu, sekeras apa pun kamu berusaha membelokkan takdir itu namun dia akan kembali pada asalnya. Sekeras apa pun kalian menutupi kebenaran, suatu saat cucumu akan menemukan kebenaran itu. Saya yakin Jun pria yang cerdas. Dan kamu pun tahu bahwa suatu saat mereka pasti akan bertemu dan mencari jejak kebenaran itu," tutup Nenek Mydita lalu melangkah pergi dari hadapan pria yang pernah menghancurkan hidupnya di masa lalu itu.

Jika dia bisa mengulang waktu, maka Nenek Mydita akan menghindari setiap masa di saat dia mengenal Tuan Yelu. Demi apa lagi selain untuk mempertahankan harga diri mendiang suaminya, Tuan Zada.

Sementara Tuan Yelu hanya memandangi punggung Nenek Mydita yang kian menjauh. Wanita itu dan cucunya begitu mirip dengan Myria.

'Mydita, meskipun seumur hidup kamu tidak memaafkanku namun hatiku tidak pernah berubah.'

Flashback on

"Tuan, ini informasi yang Anda minta," ucap seorang pria yang merupakan pesuruh Tuan Yelu Byram.

Pria tua itu lalu memgeluarkan isi amplop cokelat yang disodorkan orang kepercayaannya itu.

Beberapa lembar foto seorang gadis berambut pendek dalam setelan kemeja putih serta rok hitam dan sedang tersenyum menampilkan lesung pipinya.

Tuan Yelu lalu membuka sebuah laci meja kerjanya, mengambil selembar foto seorang wanita versi dewasa dari gadis dalam foto sebelumnya kemudian menyandingkan keduanya.

Tuan Yelu lalu mengambil beberapa lembar catatan tentang gadis itu. Raut wajahnya berubah dingin sembari tangannya meremas kertas dalam genggamannya.

Flashback off.

🍁🍁🍁

Adalyn sedang sibuk membantu Huan dan Yuanita memilah beberapa foto material pameran saat Oza menghampirinya.

"Adalyn, apakah kamu sudah menyelesaikan rancangan kostum?" tanya Oza.

Ketiga orang itu langsung menoleh pada asisten kepala divisi yang tidak menampakkan senyum sedikit pun. Sepertinya atasan mereka telah memberikan tugas yang sangat banyak pada asistennya itu.

Dengan sigap Adalyn meraih sebuah map di atas mejanya.

"Bawa ke ruangan Pak Jun," perintahnya kemudian berlalu ke ruangan kepala divisi. Adalyn lalu mengekor di belakangnya.

Setelah mengetuk pintu, terdengar suara berat dari dalam mempersilahkan mereka masuk.

Jun sedang berdiri di depan jendela yang menghadap ke taman kota. Pria itu sedang menikmati pemandangan indah bunga-bunga di sana. Wajahnya terlihat muram.

"Pak, ini rancangan kostum kita. Jika Anda menyetujuinya maka Yuanita akan segera menyelesaikan tahap pembuatannya," kata Oza menyerahkan map dari tangan Adalyn.

Jun berbalik, menatap tajam Adalyn sejenak lalu beralih ke desain gambar di atas meja. Ada dua gambar kostum di sana, sebuah kostum pria dengan model berlapis berwarna biru tua lengkap dengan mahkotanya dan sebuah kostum wanita berwarna merah dilengkapi hiasan kepala bernama Dulina.

Jun melebarkan matanya saat melihat rancangan kostum wanita itu.

'Ini kan gaun yang digunakan Myria,' batin Jun. Tatapan matanya kembali ke wajah Adalyn seakan sedang menyelidiki sesuatu.

"Apakah benar kamu yang membuatnya?" Jun menguarkan aura mengintimidasi di antara pertanyaannya. Adalyn mengangguk takut. Takut rancangannya juga ditolak dan ditendang dari kantor itu karena tidak becus menyelesaikan tugas.

"Dimana kamu melihat rancangan ini?" tanya Jun. Adalyn tampak ragu untuk menjawab.

Setelah didesak oleh Oza akhirnya Adalyn mencoba menjawab apa adanya.

"Saya melihatnya di mimpiku,"

Jun dan Oza sama-sama terkejut dan tidak percaya. Lalu Oza terkekeh geli.

"Adalyn apakah kamu yakin seperti ini kostum di kerajaan Seribu Puri. Apakah kamu sudah mencoba menemukan contoh gambarnya di museum kota atau artikel?" tukas Oza.

"Saya yakin, Pak. Model kostum di museum memang berbeda tapi saya yakin ini rancangan yang benar," Adalyn mencoba meyakinkan.

"Bagaimana kamu yakin?" cecar Oza.

"Karena aku bertemu seseorang yang mengaku dari kerajaan Seribu Puri dan dia memakai kostum itu," sanggah Adalyn.

Jun dan Oza kembali terperanjat mendengar pengakuan Adalyn yang terdengar tidak masuk akal.

"Dimana?" kejar Oza.

Jun terus memperhatikan raut wajah Adalyn saat berbicara. Ada sorot keyakinan di sana tetapi tertutupi oleh rasa takut.

"Di mimpiku," lirih Adalyn hampir tak terdengar. Kali ini Oza tertawa terbahak-bahak sampai mengeluarkan airmata. Dia lalu menunjuk Adalyn dengan nada mencibir.

"Apakah kamu begitu tertekan dengan tugas ini hingga kamu mencapai batasmu? Adalyn, jika memang kamu tidak bisa membuatnya maka katakan saja. Jangan ngawur seperti ini. Nanti saya akan mencari perancang terbaik untuk ..."

"Kita akan pakai rancangan ini." Tiba-tiba Jun menyela Oza. "Dan Adalyn yang akan menyelesaikan pembuatannya."

Oza ternganga tak percaya. "Apakah Anda yakin, Pak?"

"Kamu harus bisa meyakinkan saya kalau rancangan ini pantas ditampilkan di festival," ujar Jun ditujukan pada Adalyn.

Adalyn memandang takjub pada Jun yang kali ini begitu percaya padanya. Mereka saling bertatapan beberapa saat mencoba untuk menyelami pikiran satu sama lain.

Bersambung ...

🍁🍁🍁

Maaf kalau part ini agak susah dipahami karena part ini adalah tahap menghubungkan satu masalah dengan yang lain sekaligus menjelaskan hubungan rumit dua keluarga Klan Meygu dan Naga Selatan.

Enjoy reading, dan yuk mampir di novel aku yang lainnya berjudul "Bukan Wonder Woman" dan "Sekretarisku Pengawalku".

See you next chapter 😉