webnovel

Suaramu Mengalun Lewat Mimpiku

Adalyn Zada adalah gadis sederhana yang magang di sebuah kantor pemerintah. Suatu waktu dia menerima warisan sebuah alat musik petik yang membawanya ke zaman 1000 tahun sebelumnya melalui mimpi. Di tempat lain, seorang Tuan Muda anak sang wali kota juga mengalami mimpi yang sama. Hingga suatu hari mereka terlempar ke masa yang ada dalam mimpi mereka secara nyata. Keduanya melakukan petualangan bersama untuk memecahkan sebuah rahasia yang berhubungan dengan takdir mereka. Sebuah takdir cinta yang pahit. Apakah mereka bisa menemukan takdir rahasia tersebut?

AeRi_purplish · Fantasy
Not enough ratings
13 Chs

Dark Past

🍁🍁🍁

Suasana kantor Divisi Perencanaan dan Promosi sedikit mencekam hari ini. Sedari pagi tak satu pun pegawai yang berbicara keras apalagi sekedar bercanda dengan teman tetangga meja. Mereka berusaha meminimalkan gerakan-gerakan tak bermanfaat agar tidak memancing kemarahan sang Kepala Divisi.

Yup. Sedari pagi semua orang dibuat uring-uringan dengan tingkah Jun Byram yang marah-marah tidak jelas. Bahkan Oza pun dibuat kelimpungan dengan sikap dingin dan menutup diri sang bos. Jun hanya mengurung diri dalam ruangannya, namun beberapa kali Oza harus berlari bergegas masuk ke ruangan Jun saat pria berkacamata itu berteriak marah bila ada pekerjaan yang tidak sesuai dengan keinginannya.

Seperti kali ini, Jun meminta dibuatkan secangkir kopi karena dia sedang kesal dan tidak puas dengan rancangan kostum untuk festival. Yuanita yang biasanya bertugas menyediakan minuman untuk Jun segera membuatnya dan mengantarkan ke ruangan pria itu. Lima menit kemudian Jun kembali memanggil Oza dan menyuruh sang asisten mengganti kopi itu dengan teh.

"Kenapa, Pak. Apakah kopinya tidak enak?" tanya Oza was-was.

"Tidak usah banyak tanya. Cepat ganti," geram Jun seraya mendorong cangkir kopi dengan kasar. Oza segera berlari keluar untuk meminta Yuanita membuat teh.

Kali ini Yuanita tidak mau. Dia benar-benar takut untuk masuk ke ruangan itu lagi. Pegawai wanita yang lain pun lebih mengkeret ketakutan. Akhirnya Adalyn yang menjadi tumbal untuk mengantar teh ke ruangan Jun.

Dengan tangan gemetar memegang nampan Adalyn menghampiri ruangan Jun, mengetuk pintu dan mendorong daun pintu perlahan. Saat pintu setengah terbuka, tiba-tiba sekumpulan kertas melayang ke arah Adalyn. Dengan sigap Adalyn kembali menarik hendel untuk menutup pintu agar dirinya tidak menjadi sasaran lemparan kertas-kertas itu.

Oza kembali berlari ke ruangan Jun disusul Adalyn yang belum pulih dari keterkejutannya.

"Buat teh saja lama, kamu bisa kerja tidak sih?" bentak Jun dengan wajah frustasi.

"Maaf, Pak," Adalyn hanya bisa meminta maaf lalu meletakkan cangkir teh di atas meja.

"Mengapa tidak ada yang bisa bekerja dengan baik. Waktu festival sudah dekat dan kostum belum siap. Ada apa dengan gambar-gambar ini? Apakah ini kostum untuk badut?" Jun menggeram marah seraya menunjuk kertas yang berserakan.

Baru kali ini Adalyn mendengar atasannnya itu berbicara panjang lebar. Itu pun dalam keadaan marah.

Oza dan Adalyn segera memungut kertas-kertas yang tadi beterbangan tak tentu arah. Adalyn juga harus menyingkirkan cangkir kopi yang ikut jadi sasaran lalu membersihkan bekas tumpahannya. Ruangan itu benar-benar kacau balau.

"Kendalikan diri Anda, Pak. Kami akan menangani ini segera. Adalyn sangat jago dalam merancang kostum, dia akan menyelesaikan ini segera," cerocos Oza menenangkan Jun.

"What??? Pak saya tidak bisa ...," pekik Adalyn.

"Adalyn, bukankah ini idemu? Saya yakin kamu sudah mempersiapkan konsep yang sesuai, kan?" Oza menekankan setiap kata yang diucapkan. Matanya melotot memberi kode agar Adalyn mengiyakan.

Adalyn ingin sekali menabok kepala sang asisten kepala divisi. Berani-beraninya dia mengatakan hal itu saat Adalyn sendiri tidak punya ide sama-sekali di kepalanya. Dan tega-teganya juga sang asisten memasang Adalyn di depan Jun menjadi sajen untuk menenangkan kemarahan pria dingin itu.

Adalyn ingin mengamuk juga.

Namun semua gerutuan dan umpatan itu hanya dilakukan dalam hatinya.

"Adalyn, kamu akan melakukannya kan?" Oza kembali mendesak Adalyn. Wajah Adalyn pias apalagi mendapat tatapan 'jika-kamu-tidak-melakukan-pekerjaanmu-dengan-baik-bersiaplah-untuk-mati' dari Jun.

Adalyn meneguk ludahnya yang terasa seperti pasir melewati kerongkongannya. Dia tidak bisa apa-apa lagi untuk menolak perintah Oza. Nilai kelulusan magangnya dipertaruhkan di sini.

"Ba-baiklah, Pak. Saya akan menggambar rancangan ko- kostum itu, Pak," kata Adalyn terbata-bata.

"Apakah kamu yakin? Dengan waktu yang semakin sempit," bentak Jun.

Adalyn tergeragap. Bolehkan dia mengatakan tidak yakin? Dan tentu saja setelah itu dirinyalah yang dilempar keluar dari ruangan.

"Sa-saya ya-yakin, Pak," jawab Adalyn.

"Oke. Silahkan keluar sekarang lalu kerjakan apa yang sudah kamu sanggupi tadi," Jun memberi kode 'mengusir' dengan tangannya. Oza manggutkan kepalanya memberi semangat pada Adalyn.

Dengan ekspresi minta dikasihani, Adalyn keluar dari ruangan itu.

"Sekarang justru aku sendiri yang menyodorkan leherku ke tiang gantungan.'

***

Para pegawai lain menatap cemas ke arah pintu ruangan kepala divisi yang sejak tadi tertutup. Entah apa yang dilakukan oleh ketiga orang di dalam sana. Lebih tepatnya mereka mencemaskan nasib Adalyn, entah apa yang terjadi padanya.

Tiba-tiba pintu ruangan terbuka kemudian Adalyn keluar dengan bahu lemas tak bersemangat. Yuanita segera menghampiri si gadis magang dengan khawatir.

"Apa kamu baik-baik saja?" Yuanita memindai seluruh tubuh Adalyn seandainya ada luka. Adalyn hanya pasrah saat tubuhnya diputar kiri kanan oleh Yuanita.

"Aku baik-baik saja, Kak," jawab Adalyn seraya duduk di kursi kerjanya.

"Apa yang terjadi pada Pak Jun? Mengapa mood-nya begitu buruk pagi ini?" tanya seorang wanita berbaju hijau.

"Entahlah." Adalyn tidak ada selera untuk mengetahui penyebab buruknya mood sang atasan. Dia malah mencemaskan tugas yang harus diselesaikan hanya dalam seminggu. Ingin rasanya menangis tapi dia malu jika nanti dianggap cengeng oleh senior-seniornya.

"Kak Huan, bisakah Kakak membantuku?" Adalyn menatap mengiba pada mentornya.

"Apa yang bisa aku bantu, Adik Manis?" Seperti biasa Huan menebar senyum manisnya pada Adalyn. Wajah Yuanita seketika cemberut melihat sikap manis Huan ke gadis magang.

"Aku disuruh membuat rancangan kostum untuk stan dan waktunya tinggal seminggu. Aku bingung Kak mau ngapain." Mata Adalyn mulai berkaca-kaca sembari meremas kedua tangannya.

"Hmm... sudah, tenanglah. Aku pasti bantu. Sudah, tidak usah sedih gitu," Huan mengusap puncak kepala Adalyn pelan untuk menenangkan gadis itu.

Wajah Yuanita semakin tegang melihat interaksi kedua orang di hadapannya. Wajahnya panas. Sekian detik kemudian Yuanita beranjak dari hadapan mereka dengan mengentakkan kakinya. Adalyn memandang heran punggung Yuanita yang kian menjauh. Sementara Huan hanya cuek saja.

🍁🍁🍁

Di Kediaman Tuan Yelu Byram, Kakek Jun.

Suasana hening melingkupi ruang kerja Tuan Yelu. Tuan Ken duduk diam di sofa sambil fokus pada macbook di tangannya. Tak lama Tuan Yelu masuk ke dalam ruangan dan duduk di sofa berseberangan dengan putranya.

"Apakah ada masalah di kantormu?" tanya Tuan Yelu. Tuan Ken mengalihkan perhatiannya dari benda pipih persegi di tangannya.

"Tidak ada masalah berarti. Hanya saja oposisi masih terus berusaha merengsek masuk dalam urusan internal. Ayah pasti tahu kalau mereka adalah orang-orang yang masih pro dan setia pada Zada." cetus Tuan Ken.

"Seharusnya kamu bisa mengatasi mereka. Mereka hanya cacing-cacing kecil yang tidak berarti. Bukankah aku sudah melemahkan induk mereka si Zada itu. Tidak mungkin aku harus turun tangan juga mengatasi pengikutnya," Tuan Yelu menatap tajam putranya.

"Aku tahu Ayah. Ayah tenang saja," sahut Tuan Ken.

"Lalu bagaimana dengan Jun? Anak itu sangat susah dikendalikan. Kamu harus bisa membuatnya memihak kita di masa depan. Dia harus bisa meneruskan ambisi Klan Naga Selatan untuk tetap kokoh di pemerintahan bagaimana pun caranya. Entah mengapa akhir-akhir ini aku merasakan hal buruk akan terjadi." Tuan Yelu memijit pelipisnya yang mulai berdenyut.

"Apa maksud Ayah?" tanya Tuan Ken.

"Ayah mulai mendapat firasat bahwa Jun juga mulai mengalami mimpi itu."

"Maksud Ayah mimpi yang sering Ayah alami dulu?" tanya Tuan Ken lagi.

"Sudah lama Myria tidak pernah mengunjungiku lagi. Mungkin sudah lebih dari dua puluh tahun sejak Jun lahir. Namun, kemarin malam perempuan itu kembali dan menyampaikan perpisahan," ujar Tuan Yelu. Matanya menerawang jauh seolah berusaha mengingat seseorang yang sangat dirindukannya.

"Kita tidak pernah bisa menolak takdir ini meskipun kita berusaha menghindarinya. Dan Myria- demi perempuan itu kita harus mengorbankan orang-orang di samping kita hanya untuk mempertahankannya dan kedudukan kita. Lalu apakah Jun juga harus melakukan hal yang sama Ayah?" Tuan Ken mengetatkan gerahamnya saat mengucapkan itu.

"Jika memang benar apa yang diucapkan Myria maka kita harus bersiap dengan segala kemungkinan terburuk. Tentu Mydita Meygu sudah mendapatkan firasat yang sama denganku," ucap Tuan Yelu sambil beranjak dari sofa menuju meja kerjanya.

"Lalu, apa yang disampaikan oleh Myria pada Ayah," tanya Tuan Ken dengan rasa penasaran.

Tuan Yelu berbalik pada putranya.

"Perempuan itu mengatakan bahwa sudah waktunya takdir ini dituntaskan. Aku rasa kamu paham siapa yang akan menuntaskannya," jawab sang ayah.

"Jun?"

Tuan Yelu mengangguk.

"Cari tahu siapa keturunan terakhir Klan Meygu dan lakukan hal-hal yang perlu dilakukan," pinta Tuan Yelu dengan suara dingin.

"Baik Ayah,"

Bersambung ...

🍁🍁🍁

Happy reading and don't forget click power stone and give your comment to improve this story. Love U all 😘