webnovel

Suaramu Mengalun Lewat Mimpiku

Adalyn Zada adalah gadis sederhana yang magang di sebuah kantor pemerintah. Suatu waktu dia menerima warisan sebuah alat musik petik yang membawanya ke zaman 1000 tahun sebelumnya melalui mimpi. Di tempat lain, seorang Tuan Muda anak sang wali kota juga mengalami mimpi yang sama. Hingga suatu hari mereka terlempar ke masa yang ada dalam mimpi mereka secara nyata. Keduanya melakukan petualangan bersama untuk memecahkan sebuah rahasia yang berhubungan dengan takdir mereka. Sebuah takdir cinta yang pahit. Apakah mereka bisa menemukan takdir rahasia tersebut?

AeRi_purplish · Fantasy
Not enough ratings
13 Chs

Festival Ulang Tahun Kota (bag.1)

🍁🍁🍁

Seminggu sebelum festival ulang tahun kota, panitia acara dari Dinas Pariwisata kota telah sibuk di alun-alun taman kota yang akan menjadi pusat penyeleggaraan acara. Tak tanggung -tanggung, Wali Kota menggelontorkan dana jutaan dolar untuk membiayai perhelatan ini.

Ulang tahun kota kali ini bertepatan dengan satu millenium berdirinya Kerajaan Seribu Puri yang menjadi cikal bakal berdirinya negara Transnisia. Dan sesuai ramalan, pada malam harinya akan terjadi gerhana bulan penuh.

Seluruh warga kota begitu suka cita menyambut acara ini. Seminggu jelang acara semua warga kota memperindah halaman rumah mereka dengan ornamen-ornamen khas Kota Metro Raya, memasang umbul-umbul warna-warni, dan menghias pohon dengan lampu kerlap-kerlip.

Wali Kota Metro Raya, Tuan Ken Byram, mengharuskan semua warganya menanam pohon di depan rumah masing-masing, terutama pohon bunga Tabebuya yang menjadi ciri khas kota ini. Hanya dalam kurun waktu tiga tahun kota Metro Raya menjadi kota yang rindang dan berwarna.

Staf dari Divisi Perencanaan dan Promosi sedang sibuk menata stan pameran Kantor Pariwisata kota. Sedangkan staf dari divisi lain ditugaskan oleh Kepala Pimpinan untuk mengatur dan menata panggung utama. Jun Byram tampak sibuk di panggung utama memberikan instruksi kepada sekelompok tukang di sana.

Adalyn sangat sibuk di stan pameran bersama Huan dan Yuanita serta beberapa staf lain. Sebagai satu-satunya anak magang di divisinya, dia harus rela ditugaskan banyak pekerjaan kasar seperti mengangkat gulungan banner, meja, beberapa kotak yang tampak berat. Meskipun dengan sedikit bersungut-sungut. Huan sedang serius mengamati gambar model stan, disampingnya Yuanita berdiri menempel pada Yuan sambil pura-pura melihat gambar di tangan Huan.

Sedangkan Oza, pria itu tentu saja hanya berdiri di tempat teduh sambil sibuk perintah sana perintah sini dengan telunjuknya. Terkadang dia bersuara keras jika ada yang bermalas-malasan. Bahkan Adalyn tak luput dari hardikannya karena menjatuhkan kotak perlengkapan yang begitu berat ke tanah.

Adalyn memberenggut kesal dibuatnya.

'Dasar pria pemarah, mulutnya itu ganas sekali. Mungkin emaknya ngidam mercon waktu hamil Pak Oza,' gerutu Adalyn.

Hari kedua mereka bekerja di alun-alun, hampir semua stan sudah berdiri dan dihias sedemikian rupa. Ada puluhan stan dengan bentuk dan gaya khas masing masing mewakili citra instansi atau perusahaan masing-masing. Di tengah alun-alun telah berdiri sebuah panggung besar nan megah yang belum rampung sepenuhnya. Karena panggung itu akan menjadi tempat pertunjukkan utama yang akan ditampilkan pada malam puncak ulang tahun kota. Sedangkan stan pameran akan dibuka tiga hari lebih awal.

Saat sedang sibuk-sibuknya, tiba-tiba terdengar suara riuh dari arah pintu gerbang alun-alun. Banyak orang berkerumun di sana. Sepertinya ada orang penting yang datang ke lokasi. Selebriti kah?

Tak lama muncul Wali Kota Ken didampingi oleh Kepala Pimpinan Kantor Pariwisata dan beberapa pejabat pemerintah. Sepertinya Tuan Ken Byram sedang melakukan inspeksi terhadap persiapan acara. Sejenak semua orang yang sedang berada di lokasi acara menghentikan aktifitas mereka, berdiri dan menyambut sang Wali Kota dengan sikap satu tangan disilangkan di depan dada lalu badan membungkuk tanda hormat.

Saat melewati stan Dinas Pariwisata kota, Tuan Ken menyapa Oza yang merupakan asisten Jun, putranya. Oza dan semua staf membungkuk dengan satu tangan disilangkan di dada. Saat akan berlalu sekejap matanya bersirobok dengan tatapan Adalyn yang berdiri paling belakang.

Tuan Ken terkejut sejenak lalu segera menyembunyikan ekspresi terkejutnya dengan menyunggingkan senyum pada semua orang kemudian berlalu menuju stan lainnya.

Adalyn memandang punggung sang Wali Kota yang kian menjauh dengan ekspresi rumit. Ada kilatan kebencian tersirat di kedua bola matanya.

"Ada apa?" Oza menepuk bahu Adalyn yang hanya diam mematung.

Adalyn terkejut dan menoleh ke arah Oza dengan raut yang sulit diartikan.

"Mengapa kamu terus memandang Pak Wali Kota? Apakah ini pertama kali kamu bertemu dengannya?" tanya Oza ikut mengalihkan pandangannya ke kumpulan orang-orang yang kian menjauh.

"Tidak. Saya sudah pernah bertemu sebelumnya," jawab Adalyn dengan nada dingin.

Oza heran mendengar nada dingin dalam suara si gadis magang.

"Apakah ada sesuatu yang salah?" tanya Oza memandang lekat wajah gadis di depannya. Adalyn yang menyadari tatapan menyelidik Oza segera mengubah ekspresinya lebih ceria.

"Auwwh ... punggungku sakit sekali. Hari ini terlalu melelahkan. Bolehkah istrahat sejenak Bos?" Adalyn pura-pura menepuk punggungnya dengan sebelah tangannya.

"Baiklah, istrahat sejenak untuk makan siang. Setelah itu kita selesaikan sebelum malam. Ingat besok sudah pembukaan pameran," seru Oza.

"Ok, Bos!!!" teriak mereka serempak lalu menghampiri tempat kotak makan siang mereka.

Di dalam aula utama gedung alun-alun, Tuan Wali Kota sedang makan siang bersama rombongan pejabat yang datang bersamanya.

Tak lama Jun masuk ke aula lalu duduk di salah satu kursi kosong di sudut meja makan besar itu saat makan siang akan dimulai. Pria itu hanya memasang wajah datar tanpa menyapa ayahnya, Tuan Ken Byram.

"Pak Wali Kota, terima kasih sudah membuang waktu berharga Anda untuk berkunjung dan memantau persiapan festival ini," kata Kepala Pimpinan Kantor Pariwisata yang dipercayakan jadi ketua panitia kegiatan.

"Hmmm ... tentu saja saya harus memantau semuanya agar tidak ada kesalahan dalam pelaksanaan acara," ujar Tuan Ken.

"Tuan Wali Kota tidak perlu khawatir, kami bekerja sangat keras untuk acara akbar ini. Itu karena Tuan begitu murah hati memberi anggaran yang begitu besar demi kesuksesan acara," tambah Kepala Pimpinan. Semua pejabat yang hadir mengamini.

'Pria tua itu mulai menjilat lagi,' gumam Jun dalam hati dengan seringai mengejek.

Bukannya Jun tidak tahu kelicikan mereka. Mereka orang-orang yang berlindung di belakang punggung ayahnya, menjilat kaki ayahnya demi jabatan, namun perlahan menghancurkan kekuasaan ayahnya dengan keserakahan mereka. Mereka mungkin bisa mengelabui ayahnya dengan mudahnya karena pria tua itu begitu percaya dan menganggap mereka adalah pendukung setianya.

"Tentu saja kalian harus bekerja sangat keras agar tidak mengecewakanku," Tuan Ken terkekeh dengan pandangan tajam ke arah Kepala Pimpinan.

Kepala Pimpinan hanya meneguk ludahnya. Dia sangat paham, jika acara ini gagal maka nyawanya yang dipertaruhkan. Sebagai bawahan sang Wali Kota, dia dan pejabat lainnya, tak satu pun dari mereka yang tidak tahu sepak terjang keluarga Byram yang merupakan turunan Klan Naga Selatan. Salah satu Klan yang sangat berpengaruh di negara Transnisia selama satu milenium. Boleh dikatakan bahwa negara ini juga dibangun dengan darah keluarga klan tersebut. Bahkan kekuasaan Presiden negara ini bisa dikendalikan oleh mereka.

Jika demikian, mengapa Tuan Ken tidak menjadi presiden saja? Tidak banyak orang yang tahu sejarah hitam keluarga ini. Itu karena mereka berusaha bermain bersih di permukaan dengan menanamkan citra positif di tengah-tengah publik dengan memanjat tahta pemerintahan dari bawah dengan cara wajar. Tetapi yang tidak diketahui adalah peran keluarga ini di balik layar cukup untuk menggulingkan sebuah tahta pemerintahan.

Kembali ke acara makan siang.

Kepala Pimpinan menganggukkan kepala antusias.

"Jangan khawatir Tuan. Dalam hal ini Tuan Jun juga memiliki andil besar. Tuan Jun bekerja luar biasa dengan ide-ide yang sangat brilian." Sekali lagi orang-orang yang hadir mengamini ucapan sang Kepala Pimpinan.

Jun semakin muak mendengarnya.

"Jun, apakah ada yang kamu ingin utarakan?" tanya Tuan Ken pada putranya yang sedari tadi hanya diam menyaksikan pembicaraan mereka.

Jun mengamati seisi ruangan. Semua pejabat di ruangan itu menatap Jun dengan pandangan was-was. Bukan tanpa alasan mereka bersikap waspada karena untuk seorang Jun Byram bukan hal mustahil untuk menduduki jabatan tinggi selevel menteri dengan kekuasaan yang dimiliki keluarganya, namun mengapa pria cerdas itu malah memilih menjadi Kepala Divisi di sebuah kantor pemerintahan kota. Bukan hal mustahil pula jika keberadaan Jun di antara mereka karena maksud tertentu. Tentu mereka harus berhati-hati jika tidak ingin pria tajam nan cerdas itu mengendus skandal-skandal mereka dan melaporkan pada sang Wali Kota. Maka tamatlah riwayat mereka.

"Tidak ada," sahut Jun pendek. Semua orang menarik napas panjang. Lega.

Jun tersenyum miring. Dia sangat paham dengan situasi saat ini. Namun belum saatnya dia bergerak. Dia harus membersihkan noda kelam di keluarganya terlebih dahulu baru akan membersihkan para parasit yang menempel pada ayahnya yang terus-menerus memanfaatkan masa lalu keluarganya.

Makan siang berakhir dan Tuan Wali Kota akan kembali ke kediamannya.

Ketika keluar dari aula, Tuan Ken memberi isyarat pada rombongannya untuk pulang terlebih dahulu. Sedangkan pria paruh baya yang masih tampak gagah itu mengambil jalan memutar ke arah stan dikawal oleh dua pengawalnya yang berbadan tegap dalam setelan serba hitam.

Tuan Ken menghampiri sebuah stan dimana seorang gadis berambut pendek sedang serius membongkar beberapa kotak besar. Posisinya membelakangi sang Wali Kota.

"Eheem." Suara deheman mengalihkan perhatian Adalyn. Saat berbalik dia terkejut mendapati pemimpin kota ini telah berdiri di belakangnya ditemani dua pengawal dengan wajah menyeramkan.

Adalyn menunduk memberi hormat. Adalyn menundukkan pendangannya sebagai bentuk kesopanan. Sementara Tuan Wali Kota mengamati wajah gadis di depannya dengan seksama.

'Dia benar-benar mirip dengan perempuan di lukisan itu.' Tuan Ken bergumam dalam hati.

"Siapa namamu, Nona?" tanya Tuan Ken dengan senyum terlukis di bibirnya.

"Adalyn Zada, Tuan," jawab Adalyn sambil tetap menunduk. Tuan Ken kembali terkejut namun cepat menetralisir keterkejutannya.

"Apakah margamu ... Zada?" selidik Tuan Ken.

"Iya, Tuan," jawab Adalyn seraya mengangkat wajahnya dan manik matanya bertemu langsung dengan manik mata Tuan Ken.

Tuan Ken terpaku memandang keberanian di bola mata bening milik gadis muda itu. Bukan hanya keberanian dan tekad, namun juga tersirat kilatan kebencian di sana.

Sorot mata itu mengingatkannya pada sorot mata penuh amarah seorang gadis remaja lima tahun yang lalu. Mungkinkah dia putrinya Liang Zada?

"Ayah. Apa yang ayah lakukan di sini?" Sebuah suara yang tidak asing di telinga Adalyn terdengar di belakang punggung Tuan Ken.

Sepersekian detik kemudian muncullah Jun di samping Tuan Ken. Jun heran mendapati ayahnya berbincang dengan pegawai magangnya. Adalyn hampir tak dapat menyembunyikan keterkejutannya saat menyadari bahwa atasannya itu juga bermarga Byram sama dengan Tuan Ken Byram. Wajar saja jika dia memanggilnya ayah.

"Oh, ayah mau pulang tapi ada hal yang membuat ayah tertarik. Stan pameran ini unik dan berbeda," kilah Tuan Ken.

"Ini ide Adalyn. Saya rasa ayah sudah berkenalan dengannya tadi," ujar Jun seraya menunjuk Adalyn. Tuan Ken hanya manggut-manggut. Sementara Adalyn hanya diam.

"Baiklah ayah pulang dulu. Apakah kamu akan ikut?" tawar Tuan Ken pada putranya. Jun mengangguk lalu mengikuti langkah ayahnya tanpa menoleh pada Adalyn lagi.

'Ternyata dia putra pria kejam itu,' batin Adalyn memandangi kedua pria Byram yang semakin menjauh. Kedua tangannya mengepal erat.

'Adalyn kini telah mengetahui latar belakangku. Apakah dia akan membalas dendam padaku atas perlakuan ayah pada keluarganya? Myria, ku mohon. Apa yang harus ku lakukan untuk menghentikan takdir kelam ini?' Jun mendesah dalam hati. Sudut matanya masih menangkap raut benci di wajah Adalyn yang masih memandang kepergian dia dan ayahnya.

Bersambung ...

🍁🍁🍁

Silahkan mampir di novel aku yang lainnya judulnya Bukan Wonder Woman. Thanks a lot.