webnovel

Lucknut 7

Dhena masih merasa sangat canggung. Baru kali ini dia bersikap seperti itu pada seorang pria, selain pada papa dan ketiga kakak lelakinya. Tapi itu pun sebelum dia lulus SMA. Setelah kuliah dan kost di Bogor, tak pernah seperti itu lagi.

Tapi Dhena tahu, dia harus membiasakan diri seperti ini. Lelaki yang menyentuhnya sekarang adalah lelaki yang berhak atas dirinya. Dhena telah berjanji untuk memasrahkan diri sepenuhnya pada Rayan, mulai hari ini hingga hari-hari berikutnya.

"Sayang," ucap Rayan perlahan.

"Eh? Sayang?"

"Hehe, iya. Gak papa kan? Kan sekarang udah resmi, jadi boleh manggil sayang? atau mau dipanggil yang lain? Maunya apa? Mama, bunda, ummi, atau apa? Hehe."

"Hehe, apa aja boleh deh." Dhena kembali tersipu. "Tapi, aku manggilnya tetep Uda atau Rayan aja ya? Aku belum terbiasa soalnya."

"Iya gak papa, senyamannya kamu aja. Nggak penting juga mau manggil apa, yang penting kan perasaan kita, iya gak?"

Dhena hanya mengangguk. Kali ini usapan tangan Rayan sudah mengarah ke kepalanya. Dhena merasa semakin nyaman berada dalam pelukan Rayan. Rasanya hangat, dan aman, penuh dengan kasih sayang.

"Sayang, pindah yu!" ajak Rayan.

"Pindah kemana?"

"Ke tempat tidur, hehe."

"Ooh, hehe."

Dhena tahu apa yang diinginkan oleh suaminya. Malam ini untuk pertama kalinya mereka akan melakukan kewajiban sebagai suami istri. Sebenarnya Dhena masih agak takut, tapi dia sadar harus melakukannya. Lagipula dia tahu, Rayan orang yang berpengalaman dalam hal ini, dan pasti akan menuntunnya dengan baik.

Sebenarnya Dhena sudah cukup banyak mencari tahu tentang apa yang akan dia lakukan malam ini, mulai dari bertanya pada mamanya, juga mencari dari berbagai sumber. Tapi semua itu hanyalah teori, dan saat ini dia akan mempraktekkan langsung, jelas saja ada gugup setengah mati.

Dhena menurut saja saat Rayan menariknya ke arah tempat tidur. Dia masih sedikit menundukkan kepala karena merasa malu. Mereka kemudian duduk di pinggir ranjang, dan kembali terdiam, tapi ketika sadar Rayan sedang memandanginya, Dhena pun mengangkat wajahnya, melihat Rayan tersenyum. Mau tak mau, ditengah kegugupannya diapun ikut tersenyum.

"Da, aku..." ucap Dhena terbata-bata, bingung mau mengungkapkan kalau sebenarnya dia sangat gugup.

"Udah, gak usah dipikirin. Terus terang aku juga gugup kok, tapi kita jalani aja ya, biar mengalir," balas Rayan sambil tersenyum, membuat Dhena mengangguk meskipun di wajahnya masih tersirat kegugupan.

Rayan melanjutkan aksinya dengan melepas kunciran rambut Dhena hingga membuat terurai lurus sepundak. Rayan kembali dibuat terkagum dengan kecantikan istrinya.

"Da, kok ngeliatnya gitu sih? Malu tau," protes Dhena malu-malu dengan tatapan kekaguman dari Rayan.

"Kamu, cantik banget, Sayang. Aku bener-bener bersyukur dan merasa menjadi lelaki paling beruntung se-dunia."

"Iih gombal mulu nih."

Dhena membalikkan badannya, memunggungi Rayan karena malu. Dia tahu suaminya sama sekali tidak bermaksud menggodanya, tapi memang benar-benar jujur menyuarakan isi hatinya. Dhena yang tomboy masih tak terbiasa diperlakukan seperti itu. Dia memunggungi Rayan untuk menyembunyikan rasa malunya.

"Maaf ya, Sayang, aku bukannya gombal. Ini jujur, kamu bener-bener cantik sempurna."

Rayan langsung mendekati istrinya, lalu memeluknya dari belakang. Tak ada protes lagi dari Dhena. Dia juga membiarkan Rayan memeluknya. Tapi tak lama kemudian Rayan melepas pelukannya, dan membalikkan tubuh Dhena, hingga sekarang berhadapan lagi. Lalu dia membelai lembut pipi istrinya yang tiba-tiba menutup mata beberapa saat lalu dibuka kembali.

"Da...."

"Hemm?"

"Ajari aku ya?" pinta Dhena dengan lirih. Wajahnya semakin merona setelah memberanikan diri mengucapkan kata-kata itu.

Rayan tersenyum, tahu maksud istrinya dan dia pun menganggukkan kepalanya.

Perlahan, Rayan mendekatkan wajahnya ke wajah Dhena. Dada Dhena pun semakin berdegup kencang. Rayan pun demikian, tapi dia sadar kali ini harus mengambil peran lebih, karena istrinya benar-benar lugu dalam hal ini.

Rayan kemudian berhenti saat jarak wajah mereka sudah sangat dekat. Matanya menatap lekat mata Dhena. "Dhena, aku sayang kamu. Aku cinta sama kamu," bisiknya

"Aku juga sangat mencintai dan menyayangimu, Rayan," balas Dhena dengan suara bergetar.

Rayan kembali menggerakkan wajahnya, hingga bibir mereka bertemu. Dhena sedikit kaget. Baru kali ini ada seorang lelaki yang menyentuh bibirnya.

Bibir mereka terus bersentuhan, tanpa ada yang bergerak. Perlahan Dhena mulai menutup matanya yang sayu. Perlahan-lahan Rayan mulai melumat bibir Dhena. Dia ingin memberikan pengalaman ciuman pertama yang mengesankan untuk Dhena.

Dhena yang tadinya pasif, lama-lama mulai membalas lumatan bibir suaminya. Dia mengikuti apa yang dilakukan Rayan, seraya membiarkan nalurinya sebagai wanita untuk mulai mengambil alih. Kini keduanya sudah mulai berciuman, dengan lembut, dan hangat. Tubuh mereka semakin merapat, hingga keduanya saling berpelukan.

Mereka larut dalam ciuman pertama sebagai sepasang suami istri. Dhena tampak sudah mulai enjoy, dan mulai bisa mengikuti alur yang diciptakan Rayan.

Setelah beberapa saat berciuman, Rayan menarik wajahnya untuk menghentikan ciuman itu. Dia kemudian menatap wajah Dhena, yang matanya sudah terbuka. Pipi Dhena merona merah, diiringi senyum malu-malu. Saking malunya Dhena langsung memeluk Rayan, membenamkan kepala di dada suaminya.

Rayan tak buru-buru melanjutkan. Dia tahu harus melakukan ini dengan perlahan, agar Dhena merasa nyaman.

Setelah beberapa saat, Dhena menarik tubuh dan menatap wajah suaminya. Rayan menangkap ini sebagai tanda bahwa Dhena sudah siap untuk melanjutkan permainan.

Rayan pun kembali mendekatkan wajahnya. Kali ini Dhena juga melakukan hal serupa. Kembali mereka berciuman dan saling lumat bibir masing-masing. Lidah mereka juga sudah mulai ikut bermain, meskipun Dhena masih sangat kaku.

Sambil tetap berciuman, Rayan perlahan mendorong tubuh Dhena hingga rebah di ranjang. Dalam posisi ini mereka terus berciuman, dan tangan Rayan mulai bergerak ke bawah, pada pinggang Dhena. Memegangi ujung bawah kaus Dhena.

Rayan menghentikan ciumannya dan mengangkat wajahnya. Dia menatap Dhena, meminta persetujuan. Dhena mengerti itu, dan diapun mengangguk.

Perlahan, Rayan menarik ke atas kaos lengan panjang yang dipakai istrinya. Dhena pun membantu dengan mengangkat sedikit tubuhnya seraya merentangkan kedua tangannya ke atas. Kaus itupun terlepas dari tubuh Dhena.

Kembali Rayan dibuat terpana dengan tubuh istrinya. Dhena juga kembali dibuat tersipu, karena akhirnya dia menunjukkan tubuh yang selama ini ditutupnya dengan sangat rapat.

Tangan Rayan kemudian bergerak ke balik punggung Dhena. Sang istri perawan pun segera mengangkat tubuhnya. Membiarkan Rayan melepaskan kaitan bra putih berenda yang menutupi kedua gundukan di dadanya. Lalu Rayan menariknya hingga lepas dari tubuh Dhena. Lagi lagi Rayan terpana.

Buah dada Dhena begitu indah bulatannya. Ukurannya tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan yang pernah dilihat oleh Rayan dari wanita lain. Payu dara ini salah satu bagian tubuh Dhena yang belum sekalipun terjamah.Itulah yang membuatnya begitu indah.

Sepasang gundukan putih bersih, dengan bilur biru kehijauan yang menghiasinya, serta puncak mungilnya yang berwarna coklat muda, kian menambah keerotisan dua gunung kembar itu.

Rayan tersenyum menatapi kedua gunung kembar itu. Dhena sebenarnya sangat malu, tapi tak menutupi dadanya. Dia tahu, ini adalah hak Rayan, suaminya. Rayan pun bangkit dan melepaskan kausnya, membuat posisinya berimbang, sama-sama telanjang dada.

Rayan kembali mencium bibir Dhena, yang langsung disambut oleh istrinya yang masih merasa malu-malu melampiaskannya dengan membalas ciuman Rayan, yang terasa lebih panas dari sebelumnya. Di titik ini, Dhena benar-benar membiarkan nalurinya mengambil alih.

"Haaaaa aaaaah mmmmhhhh..." desahan Dhena tertahan saat merasakan dadanya disentuh oleh Rayan. Bukan hanya disentuh, tapi mulai diremas dengan lembut. Tubuh Dhena bereaksi sedikit mengejang, kemudian dia memeluk tubuh Rayan.

Rayan kembali melanjutkan. Sambil masih terus mencium bibir Dhena, tangannya terus meremas payudara istrinya dengan lembut. Bergantian kiri dan kanan, membuat tubuh Dhena mulai menggeliat geli.

"Eeeh aaaah mmmhhh..." Dhena mendesah tertahan, tubuhnya makin menggeliat saat puting payudaranya disentuh Rayan. Dia merasakan geli bercampur nikmat saat jari-jari Rayan memilin dan memutar-mutar putingnya dengan lembut. Dhena melampiaskan semua rasanya dengan semakin panas membalas ciuman Rayan.

Permainan berlanjut. Rayan menyudahi ciumannya di bibir Dhena, kini bergerak ke arah telinga dan leher Dhena. Dicumbunya dengan lembut dan penuh perasaan di daerah itu dan sukses membuat Dhena berkali-kali mendesah dan menggeliat. Ditambah lagi rangsangan Rayan di buah dadanya yang terus tak henti.

"Daaaaa, Yaaaanssss aaaahh..." Tanpa bisa ditahan lagi, desahan Dhena meluncur bebas saat bibir Rayan sampai di dadanya.

Rayan mengecup dan mengulum puting payudara Dhena yang sudah mulai mengeras. Saat puting sebelah kiri dikulum, sebelah kanan dimainkan dengan jarinya. Begitupun sebaliknya. Benar-benar membuat Dhena makin tak karuan. Baru kali ini dia merasakan geli bercampur nikmat yang sangat luar biasa. Matanya terpejam, mulutnya terus mendesah.

Cukup lama Rayan memainkan buah dada Dhena, hingga membuat tubuh wanita itu berkeringat. Napas Dhena juga sudah semakin memburu. Nafsu birahinya telah dibangkitkan oleh Rayan dengan sempurna. Dan masih belum berhenti sampai di situ.

Setelah cukup lama bermain di dada istri perawannya, Rayan kemudian bangkit. Mereka berdua saling tatap. Rayan yang masih tersenyum menatap Dhena dengan senyum yang sedikit dipaksakan dan napas yang mulai terengah-engah. Tangan Rayan kemudian bergerak ke celana panjang Dhena.

Sekali lagi dia menatap Dhena, meminta persetujuan. Dan kembali Dhena hanya mengangguk pasrah, membiarkan suaminya mengambil haknya.

Dhena mengangkat pantatnya saat Rayan mulai menarik turun celana panjang dan celana dalamnya sekaligus sampai terlepas.

Lagi-lagi Rayan dibuat terpana dengan pemandangan yang dilihatnya. Daerah paling pribadi milik Dhena, yang selama ini tak pernah terlihat dan terjamah oleh siapapun, dapat dia lihat dengan bebas karena telah menjadi miliknya.

Pangkal paha yang bebas dari bulu, terlihat hanya seperti sebuah garis. Putih bersih, sama seperti bagian tubuh yang lainnya. Kali ini Dhena sedikit berusaha untuk menutup kakinya saking malunya dipandangi seperti itu, tapi Rayan menahannya. Akhirnya Dhena hanya bisa memalingkan wajahnya yang benar-benar memerah.

Tak menunggu terlalu lama, Rayan kemudian berdiri dan melepaskan celana dan celana dalamnya sendiri. Dan kini mereka berdua sudah sama-sama telanjang bulat. Dhena memberanikan diri melihat tubuh polos suaminya.

Dhena agak terkejut melihat sesuatu yang berada di pangkal paha Rayan. Untuk pertama kalinya dia melihat secara langsung kemaluan seorang pria dewasa. Dia pernah melihatnya dari gambar, tapi melihat langsung seperti ini tentunya berbeda. Apalagi benda itulah yang akan sering dia lihat setelah malam ini.

'Oh my God! Besar dan panjang amat, sakit gak?' seru Dhena dalam hati. Jantungnya semakin dag-dig-dug tak karuan. Penasaran bercampur takut.

^^^