webnovel

Lucknut 8

Rayan kembali merebahkan diri, menghampiri Dhena dan mencium bibirnya. Tangannya juga kembali memainkan sepasang payudara istrinya. Dhena pun sudah tak sungkan lagi memeluk tubuh Rayan dan membalas ciumannya.

Ada perasaan bergetar dalam diri Dhena saat tubuh telanjang mereka bersentuhan. Ada sensasi aneh yang baru kali ini dia rasakan Dhena. Dan sontak menyebar ke sekujur tubuhnya, membuatnya kembali menggeliat.

Rayan memegang tangan Dhena, lalu menuntunnya agar memegang batang kejantanannya yang belum tegang maksimal. Saat menyentuh batang itu, Dhena terkejut bukan main, dia bahkan sempat menarik keras tangannya, namun kembali Rayan menuntunnya untuk menyentuh lagi.

"Dipegang saja, Sayang. Jangan takut, itu punya kamu sekarang," bisik Rayan lembut. Dhena pun menurut.

Dhena kembali memegang benda itu, digenggamnya dengan telapak tangannya. Dhena kini tak lagi menarik tangannya, tapi juga tak bergerak. Dia hanya terus memegangnya tanpa tahu harus bagaimana.

Dhena bisa merasakan, kalau benda yang dipegangnya mengalami perubahan. Membesar, panas dan mendadak keras. Dhena tahu ini reaksi alami dari seorang laki-laki, seperti yang pernah dibacanya.

Sementara itu tangan Rayan juga mulai bergerak mengelus daerah pribadi Dhena. Perlahan dia menggesek bibir kewanitaan Dhena yang masih sangat rapat itu. Hal itu tak ayal membuat Dhena bereaksi. Tubuhnya kembali tersentak dan menggeliat, akibatnya genggamannya di batang kejantanan Rayan semakin kuat.

Rayan terus berusaha merangsang daerah intim istrinya. Dia terus menggesekkan jarinya disana, sambil menciumi buah dada Dhena. Kondisi Dhena sudah semakin tak karuan. Tubuhnya yang sudah berkeringat terus menggelinjang.

"Aaaaahh Yaaaa, Daaaa aaah, Udaaaaaa uuuh ssssst..." desahan Dhena terdengar saat jari Rayan perlahan membuka bibir kewanitaannya. Jari-jari itu terus saja menggesek bibir kewanitaannya, sampai kemudian menemukan sesuatu yang dari tadi dicarinya, biji kltoris Dhena.

"Rayaaaaansss aaaaahs Udaaaa aaaah sssst aaah sststss..."

Badan Dhena menggelinjang tak karuan saat biji itu tersentuh dan dimainkan Rayan. Secara naluriah, Dhena bereaksi dengan menggerakkan tangannya yang menggenggam batang kejantanan Rayan.

Tak bisa ditahan lagi, batang kejantanan Rayan pun kini sudah tegang maksimal, tapi dia tak ingin buru-buru. Rayan tahu Dhena belum cukup siap untuk diajak ke tahap selanjutnya, karena itulah dia masih berusaha memainkan daerah intim Dhena dengan jarinya.

"Yanssss, akuuu mau pipiiiss..."

"Keluarin aja, Sayang, Keluarin, jangan ditahan," perintah Rayan lembut.

Rayan semakin mempercepat gesekannya di daerah kemaluan Dhena. Mendapat perlakuan seperti itu tubuh Dhena makin menggelinjang tak jelas, hingga akhirnya mengejang hebat disertai dengan sebuah desahan panjang.

"Udaaaaaaaaaaa aaaaah Rayaaaaaan oooh sssst aaaaa Yaaaan sssst."

Rayan merasakan daerah kemaluan Dhena berkedut. Dhena orgasme. Orgasme pertama dalam hidupnya. Dan itu membuat nafasnya benar-benar tak karuan, terengah-engah. Untuk sesaat, Rayan menghentikan gerakan jarinya, membiarkan Dhena menikmati orgasme pertamanya. Dia mencium kening Dhena dengan hangat dan penuh kasih sayang.

Setelah menunggu beberapa saat, kembali Rayan melakukan hal yang serupa. Dia ingin membuat istrinya ini benar-benar siap untuk dimasuki, membuat daerah kewanitaannya cukup basah agar nantinya tidak terlalu sakit.

"Aaahh maaassshhhh..." desahan Dhena makin intens dan Rayan semakin mempercepat gerakan jarinya. Tubuh Dhena kembali menggelinjang, napasnya kembali memburu, bahkan dia menarik kepala Rayan untuk kemudian menciumi bibirnya. Rayan mengimbangi ciuman Dhena yang lebih panas dari sebelum-sebelumnya.

"Eeehhh Yaaaan ssssj aaaah mmmmppphhhh..."

Kembali Dhena mengejang, memeluk Rayan dengan sangat erat, saat dihantam gelombang orgasme oleh jemari Rayan. Rayan merasa kalau jarinya sudah mulai basah oleh cairan cinta Dhena. Kali ini dia merasa istrinya sudah cukup siap, namun ingin memberi waktu kepada Dhena yang masih ngos-ngosan.

Setelah merasa Dhena sudah lebih tenang, Rayan bergerak. Tubuhnya kini menindih tubuh Dhena. Dhena membuka lebar matanya, tahu apa yang selanjutnya akan terjadi. Tanpa diminta, dia membuka kedua kakinya, dan Rayan pun menempatkan tubuhnya diantara kedua kaki Dhena.

"Eehhmmm..."

Dhena sedikit mendesah saat merasakan sesuatu menyentuh bibir kewanitaannya. Dia menatap Rayan dengan pandangan sayu. Merasa takut. Takut karena ini adalah saat-saat yang dinanti, takut dengan rasa sakit yang mungkin akan segera dirasakannya. Tapi kemudian Rayan membelai kepala Dhena dan mengusap keningnya yang sudah basah oleh keringat.

"Aku masukin ya, Sayang?"

"Yan, aku..."

"Jangan takut, Sayang. Pasrahin aja. Nanti akan terasa sakit, tapi jangan kamu lawan, karena akan makin sakit lagi kalau dilawan. Rileks aja ya, Sayang.." Rayan menenangkan hati istrinya yang ketakutan.

Dhena mengangguk mendengar ucapan Rayan. Dia memang pernah mendengar ini dari mamanya, kalau dia merasa kesakitan dan malah melawannya, itu akan membuat dinding kewanitaannya semakin menyempit, dan akan membuatnya semakin kesakitan dengan penetrasi suaminya.

"Aku mulai ya, Sayang?" sekali lagi Rayan bertanya pada Dhena.

Dhena pun mengangguk, "Pelan-pelan, Yan," ucapnya lirih.

Rayan tersenyum dan mengangguk, memcoba membuat istrinya nyaman dan tenang.

Rayan kemudian bangkit. Duduk berlutut di depan Dhena yang kedua kakinya terbuka lebar. Dia bisa melihat bibir kemaluan Dhena yang sedikit terbuka, berwarna kemerahan. Rayan kemudian mengarahkan batang kejantanannya ke bibir kewanitaan Dhena.

Begitu kepala batang kejantanan itu menyentuh bibir kewanitaannya, Dhena sudah mengernyitkan dahi dan menutup matanya dengan sangat kuat. Hal itu membuat bibir kewanitaannya terlihat menyempit. Mengetahui istrinya ketakutan, Rayan pun menggenggam tangannya.

"Sayang, jangan takut, jangan dilawan ya, biar nggak terlalu sakit."

Dhena kembali hanya mengangguk, mencoba untuk lebih menenangkan dirinya.

Melihat istrinya sudah lebih tenang, Rayan pun kembali melanjutkan. Perlahan dia gesek-gesekkan dulu kepala batang kejantanannya di bibir kewanitaan yang sudah sah jadi miliknya.

Cukup lama dia melakukan itu sampai terdengar desisan dari mulut Dhena. Terasa juga oleh Rayan kalau bibir kemaluan istrinya mulai basah lagi.

Perlahan, Rayan mulai mendorong kepala batang kejantanannya untuk membuka bibir kewanitaan Dhena. "Aaaah Yaaaaan sshhh..." Dhena vginaik, dia sudah mulai merasakan sedikit sakit saat kepala batang kejantanan Rayan menekannya.

Rayan kembali menggesekan kepala batang kejantanannya, lalu mulai mencoba untuk menekan lagi. Terasa cukup sulit untuk Rayan, karena lubang itu masih benar-benar sempit, sama sekali belum pernah dimasuki sebelumnya. Tapi hal itu makin membuat Rayan semangat.

"Aaaaarrhhhhh..." pekik Dhena makin keras, saat kepala batang kejantanan Rayan berhasil menerobos dan membuka bibir kemaluannya. Dia merasakan perih, tapi mencoba untuk menahannya. Rayan pun kembali menindih tubuh Dhena dan mencium bibirnya, untuk mengalihkan rasa sakit Dhena di selangkangannya.

Setelah merasa rasa sakitnya mereda, Dhena mengangguk memberi kode kepada Rayan untuk melanjutkannya. Dengan sangat perlahan, Rayan menekan masuk batang kejantanannya.

Dhena kembali bereaksi, tapi kali ini hanya membuka mulutnya lebar-lebar tanpa suara. Mengetahui istrinya kesakitan Rayan pun menghentikan sejenak gerakannya. Dia coba merangsang Dhena dengan memilin kedua putingnya.

"Terusin aja Da, aku nggak papa kok," ucap Dhena.

"Tahan bentar ya, Sayang."

Dhena mengangguk. Rayan kembali menggerakkan batang kejantanannya, memajukan pelan-pelan, sedikit demi sedikit.

Wajah Dhena masih menunjukkan ekspresi kesakitan, tapi dia sudah sampai di titik ini, dan tak bisa mundur lagi. Dia juga mencoba untuk tak melawan, agar memudahkan Rayan memasukinya. Sampai pada akhirnya gerakan Rayan terhenti saat merasa ada sesuatu yang menghalangi, selaput dara Dhena.

Rayan pun memeluk istirnya, mendekatkan bibirnya ke telinga Dhena. Dan dengan lirih dia berbisik "Tahan ya, Sayang, ini akan sedikit sakit."

"Iya Da, lanjutin. Ambil mahkota yang selama ini aku jaga buatmu seorang. Mulai malam ini, aku milikmu sepenuhnya. Buat aku jadi wanita dewasa, Da.."

Rayan mengangkat wajahnya, kemudian mencium bibir Dhena. Dhena memeluk erat pundak Rayan. Perlahan, Rayan menarik sedikit batang kejantanannya, lalu dengan sebuah gerakan cepat, dia mendorong batang kejantanannya hingga masuk seluruhnya di lubang kewanitaan Dhena yang masih teramat sempit itu.

"Heeeeeemm aaaaah ssssst ppppphhhhmmm..." Mata Dhena terbelalak, bahkan air matanya keluar. Jeritannya tertahan oleh bibir Rayan.

Dhena benar-benar merasakan sakit yang teramat hebat saat selaput dara keperawanannya dirobek oleh suaminya sendiri. Dhena makin mempererat pelukannya di pundak Rayan, sementara itu Rayan terus menciumi bibir Dhena, kedua tangannya juga memilin puting Dhena untuk memberinya rangsangan agar rasa sakit Dhena sedikit teralihkan.

Untuk beberapa saat Rayan tak menggerakkan batang kejantanannya, membiarkan istrinya beradaptasi dengan batang kejantanannya. Terasa olehnya, dinding kewanitaan Dhena yang masih sempit itu makin menyempit dan memijat-mijat seluruh batang kemaluannya. Sungguh sangat nikmat, tapi dia masih belum ingin bergerak.

^^^