webnovel

(22)

Jeno membuka matanya lalu melihat jam kecil di samping tempat tidurnya.

Masih pukul 03.00 pagi ternyata, tapi dia tak bisa tertidur nyenyak sedari malam.

Anak lelaki bermata sipit itu mengambil remote kecil untuk mengatur suhu di kamarnya.Dia menaikkan suhu udaranya yang menurutnya sekarang sangat dingin, padahal memang suhu udara di kamarnya dari semalam pun sudah ia atur menjadi hangat tapi ia merasa ini masih sangat dingin.

Ia kembali menaikkan selimut tebalnya untuk menutupi seluruh tubuhnya yang sekarang panas.Namun yang ia rasakan sangatlah dingin.

Beberapa kali dia bolak-balikkan tubuhnya untuk mencari posisi yang nyaman, berharap bisa tertidur karna hari ini ia masih bersekolah.

Ia harap saat ia bersiap ke sekolah, suhu tubuhnya kembali seperti biasa karna hari ini ayahnya tak ada, tak mungkin kan ia minta bantuan sang kakak untuk merawatnya.

Jeno rasa dirinya tak pantas di rawat oleh sang kakak karna sekarang tubuhnya sedang drop akibat ia yang sering tertidur larut malam karna belajar dan kelelahan karna aktivitas yang ia lakukan.

Haechan dengan semangat masuk ke dalam rumah besar keluarga Lee yang masih sepi.Ia yakin sekali jika sahabat yang selalu ia tempeli itu masih bersiap di kamarnya, sedangkan kakak dari sang sahabat pasti sudah pergi ke sekolah, mengingat dia yang naik bus ke sekolah.Berbeda dengannya dan sahabatnya yang naik mobil pribadi jadi mereka tak harus sekali berangkat pagi.

Seperti biasa, Haechan akan masuk saja ke kemar yang di pintu depannya terdapat tulisan 'Nono atau Jenjen atau Jeno tampan' tertempel di pintu berwarna biru laut.

Dahinya menyergit saat tak mendapati sang sahabat yang biasanya sudah berpakaian rapi atau biasanya tengah merapikan buku-buku sekolahnya, tapi Haechan sama sekali tak melihat tanda-tanda sahabatnya di dalam kamarnya jadi ia melihat ke kamar mandi.Namun sama, di kamar mandi juga tak ada sahabatnya disana, sampai ia kembali lagi keruangan tengah kamar Jeno.

Haechan menghembuskan napas kesal saat menyadari ada gundukan besar di tempat tidur Jeno.

Haechan tau, itu pasti Jeno yang masih bergelung di dalam selimut tebalnya.Langsung saja dia naik ke kasur Jeno yang empuk.

Ia akan membangunkan sahabat karibnya itu dengan tak elit, tak perduli nantinya ia akan di semprot omelan oleh Jeno.

Haechan tak habis pikir dengan Jeno, bagaimana bisa, sahabatnya ini masih tertidur sedangkan hari ini adalah hari sekolah dan seharusnya sahabatnya itu sudah rapih dengan seragamnya.Mereka kan nantinya tinggal sarapan bersama.

"Jenong, Nono, Nyenyo, Jenjen, Jenooooo"panggil Haechan dengan memanggil berbagai nama Jeno sambil menggoyangkan tubuh Jeno yang masih berada di dalam selimut tebalnya dengan lumayan kencang.

Karna kesal tak dapat respon dari Jeno, Haechan kembali menggoyangkan tubuh Jeno.Namun kali ini sembari tubuhnya tak bisa diam, ini membuat kasur Jeno bergerak akibat ulahnya.

Jeno membuka kasar selimut yang menutupi seluruh tubuhnya.Ia tahu siapa yang sangat berisik dan siapa yang tak mau diam di kasurnya ini kalo bukan sahabat sekaligus tetangganya yang sangat cerewet plus berisik, dimana pun dia berada.

Haechan tersenyum kemenangan melihat Jeno yang sekarang tengah berusaha terduduk.Namun ia langsung menyentuh kening Jeno saat melihat wajah sahabatnya yang pucat dan tampak sangat berbeda dengan biasanya.

"Kau sakit Jen?"tanya Haechan khawatir apalagi saat tadi punggung tangannya menyentuh kening Jeno yang ternyata sangat panas.Pantas saja Jeno belum bangun, ternyata dia sakit.Haechan jadi tak enak kan.

Jeno tak menjawab, dia malah berusaha bangun dari tempat tidurnya untuk bersiap-siap ke sekolah.

Ia kesiangan karna semalaman tak bisa tidur nyenyak akibat ia yang merasa kedinginan terus, padahal tubuhnya panas juga posisi tidurnya yang tak nyaman untuknya tidur.

Haechan memperhatikan terus sahabatnya yang sekarang berusaha berjalan.Ia langsung berlari menghampiri Jeno untuk menahan tubuhnya yang hampir ambruk ke depan.

Sepertinya sahabatnya ini benar-benar sedang dalam kondisi yang tidak baik jadi Haechan dengan susah payah membawa Jeno kembali ke tempat tidurnya.Ia jadi merasa sangat bersalah karna telah membangunkannya dengan tak elit tadi.

"Jen...kau sakit kan?badanmu panas dan wajahmu juga pucat"tanya Haechan sambil berusaha membaringkan Jeno yang terus menolak di baringkan kembali olehnya.

"Aku baik baik-baik saja...Aku harus bersiap-siap Haechan.Nanti kita terlambat"ujar Jeno.

Bahkan suaranya pun serak, ini membuat Haechan semakin khawatir.

Bisa-bisanya Jeno sekolah yang ada sahabatnya ini ambruk di sekolah atau lebih parahnya pingsan.

"Kau gila!nanti kau pingsan di sekolah bagaimana?Tak usah sekolah Jen!aku akan mengijinkanmu.Lagipun guru-guru pasti percaya dan tak akan banyak bertanya"jelas Haechan.Lebih baik Jeno beristirahat daripada nanti di sekolah hal buruk menimpanya.Lagipun pasti guru-guru yang sekarang mengajar di kelas mereka berdua mengerti karna yah, taulah Jeno itu siapa.

Jeno tak memberontak lagi, dia pasrah pada Haechan yang kembali membaringkannya dan kembali menyelimuti tubuhnya yang panas dengan selimut tebalnya sampai sebatas dada.

Kepalanya pusing dan tubuhnya juga lemas jadi Jeno menurut saja.

Benar kata Haechan, sepertinya ia tak bisa pergi sekolah hari ini, apalagi hari ini ada pelajaran olahraga.Bisa-bisa Jeno pingsan di lapangan karna kondisinya yang sedang tidak baik, nanti yang ada ayahnya mengamuk di sekolah karnanya.Jeno tak mau sampai itu terjadi.

"Yasudah...aku berangkat dulu yah, keburu siang, nanti aku di hukum karna telat"tutur Haechan sambil merapikan kembali selimut tebal Jeno bahkan ia juga mengatur suhu ruangan di kamar Jeno agar menjadi hangat.

"Dengan paman Kim saja Chan...Dia pasti sudah menunggu.Ambil beberapa makanan ku di kulkas juga minuman disana, kau harus sarapan"ujar Jeno yang di angguki 'iya' oleh Haechan.

Walau Jeno sering sekali membuat Haechan darah tinggi akibat sikapnya yang seenak jidatnya, tapi Jeno itu sangat baik kepadanya.

Dia akan memberikan apapun yang ia punya pada orang-orang yang ia sayangi dan menunjukkan rasa sayangnya dengan caranya sendiri, yang menurut Haechan sih aneh.

"Yasudah, kau tidur lagi.Nanti kalo sudah pulang sekolah, aku akan kemari lagi jika ayahku belum pulang tapinya.Cepat sembuh Jen...aku kesepian tanpamu "ujar Haechan yang diangguki pelan oleh Jeno.

Haechan keluar kamar Jeno sembari memakai tas di punggungnya kembali yang tadi ia lempar sembarang saat masuk ke dalam kamar Jeno.

Sekarang ia ingin mengambil beberapa makanan dan minuman di kulkas besar milik keluarga Lee, sesuai apa yang tadi Jeno suruh padanya.

Haechan butuh sarapan, ia tak bisa berkonsentrasi di kelas jika perutnya pagi-pagi kosong dan bisa-bisa ia akan terus memarahi teman-temannya karna lapar lalu setelahnya ia akan menghampiri paman Kim yang biasanya mengantarkannya dan Jeno ke sekolah.

Sebelumnya, Haechan melihat pintu kamar yang paling ujung.Sepertinya dugaannya benar kalo Mark sudah pergi ke sekolah.

Haechan berniat memberi tahu kakak dari sahabatnya itu jika adiknya sakit.Pasti Mark akan merawat Jeno apalagi sekarang ayah keduanya sedang tidak ada, tak mungkin kan jika Jeno hanya di biarkan saja.Bisa-bisa kondisinya memburuk nantinya.

Ia akan berbicara dengan Mark di jam istirahat untuk memberitahu bahwa Jeno sakit.

Mark berhak tau karna ia yakin, Jeno tak akan meminta bantuan pada Mark karna hubungan keduanya masih belum membaik.

"aku tau...pasti kak Mark akan merawatmu Jen".

"Kak Mark!"panggil Haechan pada Mark yang sedang menuruni anak tangga.

Haechan dengan cepat menghampiri Mark yang juga berjalan menghampirinya.

Tadinya Haechan ingin memberitahukan Mark tentang Jeno yang sakit saat jam istirahat pertama.Tapi di jam istirahat tersebut, gurunya meminta bantuannya jadilah ia tak sempat ke kelas Mark dan di jam istirahat selanjutnya ia memilih ke kantin karna di jam istirahat pertama Haechan tidak makan jadilah sepulang sekolah ia buru-buru ke kelas Mark yang berada di lantai dua untuk memberitahukannya kalo Jeno sakit.

"Ada apa Haechan?"tanya Mark saat sudah berada di hadapan Haechan yang masih sibuk mencari pasokan oksigen karna ia harus berlari menuju ke kelas Mark walaupun untungnya ia bertemu dengan Mark di tangga menuju lantai dua.

"Loh, Jeno mana?"tanya Mark lagi.Tak biasanya Haechan sepulang sekolah menemuinya, pastinya Haechan akan mengintili Jeno karna mereka berdua kan pulang bersama.

"Hari ini Jeno tak sekolah karna tadi pagi tubuhnya panas dan lemas...Bahkan dia tadi hampir terjatuh karna memaksa ingin sekolah tapi yah, pada akhirnya ia menurut padaku untuk tak pergi sekolah"jelas Haechan membuat raut wajah Mark menjadi khawatir.

Ia tak menyadari jika adiknya sendiri sakit.Mark merasa bersalah karna seharusnya Mark ke kamar Jeno untuk memastikan seperti biasanya.Tapi tadi pagi karna ia ada tugas di kelas yang mengharuskan datang pagi, jadilah ia tak mengintip Jeno dulu di kamarnya.

"Yasudah...kakak pergi dulu yah"pamit Mark.Namun ia menatap Haechan bingung, pasalnya ia yang hendak berlari menuju halte bus untuk pulang, Haechan malah menahan tangannya.

"Kenapa Haechan?"tanya Mark dengan wajah superkhawatirnya.Ia ingin segera menemui Jeno karna ayahnya sedang tidak ada di rumah.

Hanya ada bibi Kim yang pastinya juga akan pulang ke rumahnya lagi setelah pekerjaannya selesai juga bibi Kim tak akan masuk ke kamar adiknya karna tak di perbolehkan begitupun kamarnya juga Dae Eun.

"kakak ikut aku pulang dengan supir Jeno kak.Tak mungkin kan, kakak naik bus.Itu lama kakak "tutur Haechan sambil menarik lengan Mark agar mengikutinya ke depan sekolah, dimana supir yang mengantarnya dan Jeno ke sekolah seperti biasanya berada.

"Baiklah...Terimakasih Haechan"ujar Mark karna tak mungkin jika ia ke halte bus, itu membutuhkan waktu lumayan lama.

Mark benar-benar sudah sangat mencemaskan Jeno yang sedang sakit dan hanya sendirian di rumahnya.Lebih baik ia ikut dengan Haechan, pasti akan semakin cepat ia sampai ke rumah.

"Itu juga fasilitas kakak sebenarnya"celetuk Haechan sambil terus menarik tangan Mark agar terus mengikutinya.

Ia tak habis pikir, bagaimana bisa Mark berterimakasih padanya sedangkan yang di terimakasih kannya itu fasilitas milik Mark.

Menurut Haechan, Mark memang sama anehya dengan Jeno.Bedanya, Mark tak menyebalkan.

"kakak.....aku....sayang.... kalian".

Jeno terbangun dari tidurnya bahkan keringat sudah membasahi tubuhnya.Ia berusaha mengatur napasnya yang memburu.

Tanpa sadar, mata sipitnya mengeluarkan air mata saat mengingat mimpi buruk yang membangunkannya.

Ia baru saja memimpikan sang adik yang kecelakaan 1 tahun yang lalu, dimana mimpi itu ia bisa melihat kembali tubuh sang adik yang sudah mengeluarkan banyak darah, itu adalah saat-saat terakhir sang adik berbicara padanya dan juga kakaknya.

Jeno mengusap air matanya yang mengalir di kedua pipi mulusnya.Mimpinya sangat terasa nyata, persis seperti saat kejadian kecelakaan itu terjadi, itu membuatnya mengingat kembali adik perempuannya yang sudah tiada.

Dengan perlahan, Jeno bangun dari tempat tidurnya.Ia sampai berpengangan ke tembok agar bisa menyeimbangkan tubuhnya yang lemas.

Suhu badannya masih sangat panas dan wajah Jeno pun semakin pucat karna Jeno sama sekali tak meminum obat apapun.

Ia dengan sekuat tenaga berjalan keluar kamarnya untuk menuju kamar yang terletak di antara kamarnya dan kakaknya.

Jeno membuka pintu berwarna pink soft yang terdapat tulisan 'milik tuan putri'dengan perlahan.Ia masuk ke dalam kamar bernuansa merah muda tersebut sambil terus menyeimbangkan tubuhnya yang lemas.

Jeno terduduk di kasur sang adik yang sama sekali tak di ubah letaknya.Masih sangat sama seperti layaknya adiknya tempati.

Ia melihat sekeliling ruangan kamar adik perempuannya yang sama sekali tak berubah walau sudah tak di tempati oleh sang pemilik.

Ayahnya memang sengaja tak mengubah kamar adik perempuannya, apalagi membuang barang-barang sang adik karna kata sang ayah, ini bisa membuat mereka merasakan adanya Dae Eun di tengah-tengah mereka semua.

Kamar adik perempuannya tetap sama, tak ada yang berubah.Letak barang-barangnya pun tetap di letakkan di tempat yang sama sang adik taruh.

Jeno membaringkan dirinya di tempat tidur sang adik.Ia memang akan ke kamar adik perempuannya jika tiba-tiba ia mengingat dan merindukan adik jailnya yang sudah tak bisa bersamanya.

Ia kembali menumpahkan kesedihannya karna kembali mengingat mimpi yang membuatnya terbangun.

Sebuah memori yang berusaha ia buang jauh-jauh.Ia benar-benar tak mau mengingat kejadian dimana adiknya bersimpah banyak darah yang membuatnya kini tak ada lagi di sampingnya.

Jeno benar-benar berusaha membuang memori itu dan selalu berpikiran bahwa sebenarnya itu tak pernah terjadi pada adiknya.

Ia selalu berpikir jika adiknya itu masih ada, hanya saja adiknya sedang mengurung dirinya di kamar karna adiknya marah padanya dan juga ayahnya.itu adalah kebiasaan sang adik jika tengah bertengkar dengannya atau ngambek dengan sang ayah.

"Hiks...aku merindukanmu Dae Eun".