webnovel

4

CHAPTER 4 – BORN TO DIE

Heesun dan Jimin terpaksa pulang ke rumah ayahnya. Padahal keduanya telah menyusun sebuah rencana untuk menginap dan menjalani sisa hari di rumah Jungkook kemudian pulang sebelum pukul lima sore.

Mereka membayangkan bertiga makan bersama sembari mendengarkan siaran radio, membaca buku bersama karena Jungkook sangat menyukai kegiatan itu, dan akhirnya mereka harus membicarakan siapa yang sebaiknya ikut dalam perlombaan hari jadi Kyuhak Highschool. Akan sangat menyenangkan lagi jika keadaan keluarga mereka bukan salah satu faktor penyebab mereka malas berkegiatan, bukan? Namun bagaimana lagi, pasalnya Jimin terus saja menyuruh Heesun untuk mengikuti perlombaan bola tangan, karena Heesun dinilai sangat baik dalam hal itu. Di sepanjang jalan, Jimin terus memberi dukungannya untuk sang adik, namun yang didukung justru mengomeli sang kakak.

"Oppa, aku pikir ada banyak hal baik yang bisa kaukatakan selain kata penuh pemaksaan."

"Coba sebutkan satu."

"Tawari aku makan, misalnya. Toh aku hari ini juga belum makan sedikitpun."

"Oh. Kupikir kau sedang menepati janjimu untuk diet dan menunjukkan pada semua orang bahwa kau pantas menjadi seorang pengacara cantik. Seperti katamu. Cantik tapi berbahaya."

Heesun sudah cantik, namun belum berbahaya. Mungkin takkan pernah menjadi berbahaya.

Akan cukup berbahaya jika ia menjadi berbahaya, pikir Jimin. Rupanya yang polos begitu lekat dengan gambaran seorang musisi yang lembut, atau seorang penyair yang memiliki jiwa bebas. Tak disangka, mimpinya menjadi seorang pengacara samasekali tidak terencana. Ia mendapatkan ilham setelah ia mencari tahu bagaimana kinerja hukum berprogres untuk menyelesaikan kasus perceraian, dan ia jatuh hati pada semua kekakuan hukum karena dari situ ia melihat banyak sekali kehidupan yang akan berubah.

Perjalanan mereka hanya tinggal seratus meter dari jalan besar, kemudian sedikit berbelok ke sebuah jalan kecil dan di situ ada sebuah rumah mewah bertingkat dua.

"Aku benar-benar tidak tahu apa yang harus kulakukan nanti saat kita masuk ke dalam rumah. Rasanya, rumah sudah seperti tempat yang asing sekarang."

Mereka berhenti sejenak. Mereka telah berada di depan pintu sehingga dapat tinggal mengetuk pintu saja, namun terasa sangat sulit hanya untuk menggerakkan lengan dan satu ruas jari.

"Diam saja. Lakukan saja apa kata ayah dan kita akan baik-baik saja."

Heesun mendorong pintu, dan terungkaplah interior yang menjadi sedikit asing karena rasa ketidak nyamanan. Canggung sekali, begitu mereka masuk dan telapak kaki menapak pada lantai marmer itu, mereka merasa dingin. Padahal, mereka selalu merasa hangat. Ini mungkin sebab perkara yang itu.

"Sepertinya ayah berada di kantor. Tumben jam empat sore belum pulang," tanya Jimin.

Peduli setan, pikir Heesun. Yang ingin ia lakukan sekarang adalah masuk ke kamar, tidur atau membaca buku tentang hukum yang diam-diam ia lakukan selama beberapa hari ini.

***

Malam sudah pukul sebelas saja. Yoongi tidak punya tempat untuk berlindung dari terik matahari dan dinginnya hujan. Jadilah ia menginap di rumah kontrakan Gaeun yang letaknya tidak jauh dari Kyuhak Highschool. Karena alasan itu, diam-diam Yoongi selalu memperhatikan Yoonseo bertumbuh dan berkembang setiap harinya. Dan sebentar lagi, adik kesayangannya itu akan lulus dari jenjang sekolah menengah dan akan berkuliah. Itu artinya, bisa jadi Yoongi tidak akan pernah melihat Yoonseo di sekitar sana lagi. Atau mungkin akan, namun kecil kemungkinannya.

Rembulan malam ini tampak sepenuhnya sadar bahwa ia sedang diperhatikan oleh lelaki kelahiran Maret tersebut. Ia selalu berpikir banyak hal menjelang waktu tidurnya: Yoonseo dan ibunya, pekerjaan dan masa depannya dengan Gaeun. Yoongi tidak punya pekerjaan dan selalu mengenakan baju lamanya. Gaeun kasihan terhadapnya sehingga ia merawat Yoongi dengan membuatkannya kimbap dan menawarinya tidur sekamar, karena sudah tidak ada lagi tempat bagi lelaki itu untuk tidur. Yoongi benar-benar dilemma dengan keadaannya sekarang.

Apakah ia benar-benar harus menyerah pada hubungan ini dan kembali pada keluarganya? Bagaimana dengan Gaeun?

Lelaki itu duduk santai di balkon yang menghadap ke sebuah jalan yan sederet dengan kompleks Kyuhak Highschool. Ia memperhatikan bagaimana sepinya jalan itu hingga ia dapat mendengar injakan kerikil dari jauh sembari merogoh sebungkus rokok dari sakunya. Ia mengeluarkan sebatang, kemudian menyalakannya dengan pemantik yang berada sepaket di dalam bungkus yang hampir kosong tersebut. Dihirupnya kencang-kencang, kemudian dihembuskan kencang-kencang pula. Yang ada di pandangannya adalah bulan yang seolah tertutup kabut, padahal asap rokoklah yang seolah menjadi kabut.

"Masih terjaga?" Gaeun muncul entah dari mana, membuat Yoongi terkesiap kemudian terkekeh.

"Kau sendiri?"

"Ya ... aku tidak bisa tidur, sama sepertimu."

Yoongi memiringkan tubuhnya seiring dengan kepalanya yang menoleh ke belakang untuk melihat pujaan hatinya dan sedikit tersenyum. "Bukannya aku tidak bisa tidur." Kemudian, lelaki itu berdiri, berniat menghampiri Gaeun di ambang pintu pembatas antara kamar tidur dan balkon.

"Memikirkanku?" tanya Gaeun sembari mendekat dan mendekat hingga sisa sedikit jarak antara wajah mereka.

"Selalu."

Entah bagaimana, dalam satu masa semuanya terjadi begitu cepat dari tawa yang tulus ke sebuah kecupan hangat. Gaeun yang tingginya lebih pendek dari Yoongi sepuluh sentimeter itu berjinjit dan menciumnya. Tangan Yoongi menyelinap dengan hening ke bawah helaian kaos hitam yang dikenakan Gaeun, masih sembari berciuman. Gaeun mengalungkan kedua tangannya ke leher Yoongi sehingga ciuman mereka lebih intens dan panas dari yang sebelumnya. Gaeun dapat merasakan rokok favorit Yoongi yang meledak di rongga mulutnya karena ciuman itu, dan Yoongi adalah satu-satunya lelaki yang mampu membuat Gaeun gila selama ia hidup.

Ciuman itu berjalan selama beberapa menit, dan mereka Yoongi menyudahinya dengan gerakan halus yaitu menutup kedua matanya dan mengelus pipi Gaeun sebelum menggendongnya ala bridal style masuk ke kamar.

"Jang Gaeun...." Yoongi memanggil gadisnya setelah ia menidurkan tubuh kecil itu di atas ranjang. Diikuti dengan lelaki itu yang menindihinya dan memberi kehangatan ekstra.

"Hmm?"

"Andaikata kau berada di posisiku, mana yang akan kaupilih? Kekasihmu atau keluargamu?"

Gaeun lama menatap dalam kedalaman cahaya mata Yoongi yang menyihir. Ia berpikir bahwa ini adalah pertanyaan yang tidak mudah untuk dijawab. Sekalipun keluarganya sudah tiada semua, ia tetap akan sulit untuk menjawab karena ia sangat membenci ayah dan ibunya. Sedangkan Yoongi begitu mencintai ibunya dan Yoonseo, namun ia juga tidak dapat meninggalkan Gaeun sendiri. Apa jawaban yang tepat untuk pertanyaan Yoongi?

"Bagaimana dengan pilihanmu sendiri?" Gaeun bertanya kembali pada Yoongi.

Sekarang, Yoongi justru mengendus leher Gaeun yang wangi bak mawar. Yoongi melakukan sesuatu pada leher itu sehingga Gaeun merasakan sensasi bak di awan. Tubuhnya merinding dan ia menginginkan lagi.

"Jangan tanya aku."

Gaeun berusaha berbicara dengan normal di antara lenguhannya. "Karena kau terlalu bodoh untuk mengambil keputusan?"

"Kau tahu aku, Sayang. Lagipula, kita tercipta untuk mati bersama. Aku yakin."

Sepanjang malam, Yoongi memutuskan untuk menjunjung tinggi rasa cintanya dan melakukan banyak hal pada Gaeun, seperti tidak ada hari esok. Ya, karena Yoongi yakin bahwa mereka ditakdirkan lahir untuk mati bersama. Sepertinya Yoongi tampak mencintai keluarganya, namun apapun akan berubah jika itu menyangkut Gaeun.