webnovel

3

CHAPTER 3 – CHAOS

Nuansa rumah reyot dengan segala perabotan dan ruangan yang seolah bercampur menjadi satu adalah masalah yang Yoonseo benci. Ia membenci kehidupannya menjadi anak dari keluarga kurang mampu. Coba lihat Heesun. Cantik, pintar, lahir dari keluarga menengah ke atas, punya kakak yang sangat menyayanginya. Semua orang jika dapat memilih, mereka tentu akan memilih untuk berdiri di sepatu Heesun.

Yoonseo duduk di meja makan dan di atas meja makan itu bukan makanan yang tersedia, melainkan banyak tumpukan kertas, gelas berisi kopi, buku tabungan, dan sebuah mangkuk yang tinggal berisi sedikit kuah kaldu. Ia tahu apa yang terjadi, namun ia hanya diam sampai ibunya berbicara. Sementara sang ibu mondar-mandir membereskan rumah yang berantakan seperti kapal pecah. Beliau kelihatan kusut dan sedih.

"Oppa datang, ya?" Yoonseo membuka suara. Namun tidak ada jawaban dari sang ibu.

Yoonseo kemudian mendesah pelan dan meraih buku tabungan yang ada di depannya.

Miris sekali bahwa kenyataannya, mereka terbiasa hidup dengan hanya 500.000 won untuk satu bulan dan itu belum termasuk biaya pendidikan Yoonseo. Pasti akan banyak sekali kebutuhan karena Nyonya Min harus membeli barang dagangan untuk dijual kembali. Belum lagi kerugian yang dialaminya karena putera sulungnya selalu membuat masalah dan mengganggu kelancaran kehidupan keluarga tersebut, dan kegalakan Nyonya Min terhadap tetangga yang suka bergunjing tentang anak sulungnya membuat toko kelontongnya sepi.

"Jangan sentuh apapun, Yoonseo. Ini, kau makan saja kemudian mandi. Oke?" Sang ibu dengan sigap menyiduk nasi dari penanak, menuangkan kuah dan daging ayam rebus, seperti apa yang ada di mangkuk di depannya berpuluh menit bahkan berjam-jam yang lalu. Ia memberikannya dengan tidak peduli apakah meja makan itu telah bersih dari kertas-kertas dan berkas penting.

"Oppa pasti kemari. Berapa yang ia pinjam kali ini? Lima puluh ribu won? Seratus ribu won? Katakan padaku, eomma."

"Bukan urusanmu. Kau seharusnya tidak menganggap Yoongi sebagai oppa-mu lagi. Dia benar-benar memutuskan untuk lari dengan perempuan itu, padahal sudah jelas eomma melarang Yoongi untuk memacarinya." Nyonya Min sampai enggan untuk menyebut Yoongi oppa-nya Yoonseo, karena jauh di dalam hatinya, putera sulungnya telah mati dengan tidak menghormati ibunya di sepanjang hayat.

Orang-orang di jaman kuno selalu percaya bahwa perempuan adalah setan bantal, dalam artian mampu mempengaruhi pikiran laki-laki jika laki-laki itu memang mencintainya. Yoonseo berulang kali merasa tidak nyaman harus menjadi jenis yang selalu dikategorikan demikian. Ia perempuan, dan ibunya perempuan. Ia merasa bahwa jenis perempuan yang Heesun pangku sekarang bukanlah seperti apa yang orang-orang pikirkan. Heesun pantas menjadi ratu. Dan sekali lagi, Yoonseo iri sehingga hampir menangis hanya dengan memikirkannya walau sejenak saja. Dan Jang Gaeun adalah cewek bertato dan cantik yang mampu menyetani pikiran kakaknya.

"Yang susah ibu, kenapa malah kau yang menangis?" Nyonya Min berhenti berkegiatan kemudian duduk menenangkan Yoonseo. Nyonya Min menyentuh punggung tangan anaknya dan menggeser mangkuk yang masih penuh dengan nasi sup ayam. Hingga saat itu, ada seorang lelaki yang berteriak hendak membeli rokok dan Nyonya Min segera melupakan masalah hari ini, walau hanya untuk beberapa saat.

Yoonseo sendirian. Kakaknya telah menjadi bajingan, dan ibunya tengah kesulitan dalam mengelola ekonomi keluarga ini. Ia lelah hidup seperti ini, dan memutuskan untuk keluar dan mengecek siapa laki-laki yang membeli rokok di depan.

Adalah seorang lelaki paruh baya yang menggunakan kacamata. Tampangnya mengatakan bahwa lelaki itu cukup kaya dan sepertinya ia berusaha untuk melupakan apa yang terjadi hari ini dengan rokok. Suaranya saat mengucapkan terima kasih terdengar berat, dan Nyonya Min terlihat seolah tersihir dengan perangainya. Tanpa pikir panjang, Yoonseo keluar dari toko dan memberikan hormat.

"Ahjussi," ujar Yoonseo sembari membungkuk. Lelaki itu tertawa dan bertanya apakah Yoonseo ini anak dari Nyonya Min.

"Benar. Dia adalah anakku. Yoonseo, kemari. Kau di belakang saja dan belajarlah." Yoonseo tidak menggubris Nyonya Min.

"Ahjussi, eomma sangat kesepian dan kami sangat kesusahan. Andaikata ahjussi bersedia hidup dengan eomma, aku akan sangat bersyukur!" Yoonseo langsung ditarik dengan kasar kemudian dipukuli dengan cara yang lumayan bar-bar. Dan itu membuat si paman itu terkejut bukan main.

"Jangan bilang apapun, gadis tidak tahu diuntung!" Nyonya Min kembali menghadap pada pembeli rokok itu dan ia minta maaf. "Maafkan putriku, Tuan. Dia mungkin sedikit lelah." Yoonseo pergi keluar bermaksud kabur dari rumah, dan Nyonya Min membiarkannya. Toh ia akan pulang tidak lama lagi, batinnya.

"Ah, siapa namamu?" tanya lelaki itu.

"Saya Oh Dohee. Anda sendiri?"

"Saya Park Yonghwa. Dan jika Dohee-ssi tidak keberatan, besok aku akan mengajak putrimu dan kau untuk makan di restoran di pusat kota. Apakah itu tidak masalah?"

***

Jarum-jarum kecil yang memasukkan tinta ke dalam pembuluh darah menjadi pemandangan paling memuaskan, saat Yoongi berada di rumah sewaan kekasihnya. Kekasihnya, Gaeun, adalah seorang seniman rajah wanita yang banyak disukai oleh pria, sebagian yang menaksirnya adalah pelanggan prianya yang setia.

Yoongi menahan sakit karena ia menambah satu rajahan bergambar naga yang menutupi setengah permukaan punggung kanannya. Kepalanya menghadap ke bawah dan pandangannya sejajar dengan sepatu olahraga yang bertahun-tahun belum diganti karena sol-nya rusak. Toh ada Gaeun yang merawatnya, daripada seorang ibu yang hanya bisa marah-marah.

"Sakit?" tanya Gaeun.

"Sedikit. Tapi aku memikirkan tidak enaknya hidup dengan ibuku yang tidak bisa merasakan bagaimana berpisah dengan orang yang kaucinta, sehingga aku merasa biasa saja."

Berkali-kali Yoongi meringis sembari menjambak surai cokelat mudanya sedikit keras. Ia suka sensasi ketika jarum-jarum tersebut melukai kulit susunya. Ia merasa sedikit jiwa Gaeun berpindah padanya.

"Ceritakan padaku. Bagaimana kau meminta uang pada ibumu hari ini?"

"Yah ... seperti anak biasa yang polos dan sopan. Aku tidak pernah tidak bersikap sopan pada eomma, dan aku selalu meredam pendapatku tentang hubungan kita. Masih ingat, kan? Eomma-ku tidak setuju karena kau merajah dan dirajah."

"Mungkinkah jika aku tidak merajah dan dirajah, ibumu akan setuju?"

"Tidak tahu. Ia tidak suka padamu bukan hanya karena itu, kurasa."

Dari tadi bisingnya alat merajah yang berbunyi seperti lebah terbang meninggalkan bekas di telinga Yoongi, kini telinga lelaki itu damai. "Selesai, ya. Cukup disayangkan karena kau hanya memilih hitam sebagai warna nagamu. Padahal, jika berwarna akan terlihat lebih gagah, dan terlihat Yoongi banget."

"Memangnya warna apa yang aku banget?"

"Semua yang cocok denganmu," ujar Gaeun sembari tertawa dan membereskan alat merajahnya. "Dan untungnya, kau cocok dengan semua warna."

Yoongi berbalik menghadap Gaeun dan menangkup kedua pipi wanitanya itu. "Terima kasih. Aku sangat bahagia berada di sisimu."

"Aku mencintaimu, Min Yoongi."

"Aku juga, Jang Gaeun."

***

Hanya untuk malam ini, Heesun dan Jimin tidak ingin berada di rumah sehingga mereka pergi bermalam di tempat salah seorang dari teman Jimin. Mereka tiba di sebuah pertigaan yang sepi dan melihat sebuah hunian mewah dengan lampu jalan yang menerangi permukaan rumah itu. Jimin sempat ragu untuk mengetuk pintu itu, ia takut merepotkan temannya. Tapi akan sangat tidak mengenakan jika Jimin harus berpura-pura tidak tahu tentang kejadian hari ini dan tidur enak di kamarnya. Tidak semudah itu.

Akhirnya setelah pergumulan yang dengan cepat dipecahkan dengan bantuan Heesun, Jimin mengetuk pelan sebanyak tiga kali dan beberapa saat kemudian, ada sebuah suara yang datang dari dalam. Adalah Jeon Jungkook yang membukakan pintu untuk mereka.

"Apa yang membawamu kemari selarut ini, Jim?"

"Jeon, aku ingin meminta bantuanmu. Keluargaku sedang berantakan dan situasinya tidak memungkinkan untuk kami enak-enakan tidur di rumah. Bolehkah aku dan Heesun menginap di sini sebentar saja?"

Jungkook terlihat berpikir. "Baiklah, tapi berkemaslah sebelum besok sore karena orangtuaku akan segera tiba dari Jepang."

"Tidak masalah. Terima kasih, sobat." Heesun ingin menangis mendengar bahwa bantuan yang Jimin inginkan dikabulkan oleh sahabatnya.

Hingga esok hari tiba, mereka bersama bersiap untuk sekolah. Untung saja Jimin dan Heesun masih mengenakan seragam mereka dari kemarin sehingga semuanya seolah dipermudah dan tidak ada alasan untuk kembali ke rumah.

Di sekolah, Heesun dan Jimin masih seperti diri mereka masing-masing yang sangat supel dan mudah menyesuaikan diri. Di kelasnya, Heesun biasa dikelilingi oleh banyak teman-teman, menyisakan satu orang yang tidak pernah sudi menjadi teman Heesun.

Saat pelajaran pertama dimulai, ada sebuah pengumuman yang membuat semua siswa mulai berisik berdiskusi. "Anak-anak, satu minggu lagi akan ada lomba olahraga untuk merayakan hari jadi Kyuhak Highschool yang ke-10. Kategori lombanya ada estafet 2 meter, estafet 5 meter, tarik tambang, basket dan futsal. Sebaiknya jika kalian berminat, segeralah mendaftar pada ibu sampai besok sore."

Yoonseo yang berada di baris belakang di pojok kelas tersenyum seolah ia menemukan sebuah cara untuk menanggalkan sedikit rasa sakit yang ia miliki. Ia memang punya rencana.