webnovel

Mawar Emma

Pagi sekali Emma terbangun dan meminta untuk bermain di taman. Kupu-kupu mulai sedikit karena musim dingin akan datang, ia tak mau melewatkan menari bersama kupu-kupu itu.

“Noona Emma jangan berlarian.. nanti jatuh...” teriak bibi Yen yang sedang menemani Emma. Noona G sedang menyiapkan keperluan Emma lainnya.

“Bibi aku mau makan pagi di sini...di samping pohon mawar!”

“Bagaimana bisa kan mejanya di sana, bukan disini..setelah bermain kita makan saja di meja sana ya. Nanti bibi siapkan.”

“Aku mau di siniii... di sana terlalu jauh.. akuu mau sambil menghirup bau mawar ini.. sebentar lagi mereka layu...!”

Emma menyukai mawar merah.

Tae keluar dari dalam rumah dan menuju teras tempat sarapan pagi.

“Kemana anak itu?”

“Nona Emma di sana, lagi ngambek karena mau makan di samping bunga mawarnya.”

“Apalagi keinginannya? Bukankah sarapan di luar seperti ini sudah cukup kenapa harus di tengah bunga seperti itu?”

“Maaf Tuan saya kurang tau akan saya bujuk untuk segera sarapan di sini..”

“Tak perlu biar aku saja yang membujuknya!” Tae berdiri dan menghampiri Emma yang sedang melipat tangannya dan cemberut.

“Ayo nona Emma kita sarapan.”

“Gak maaau.. aku mau sarapan di sini!”

“Hey anak nakal! Apa yang kau lakukan sekarang? Mau bikin ulah lagi? Belum cukup hukuman dariku?”

“A..aku cuma mau sarapan dengan bunga mawar ini...mereka wangi sekali.”

“Ya tunggu di meja, nanti tukang kebun akan mengabulkan keinginanmu. Sekarang kita makan di meja makan dan kau lakukan tugasmu mulai pagi ini dengan baik. Aku akan terlambat jika kau lelet. Ayo cepat jalan!”

“Iya tapi berjanjilah aku akan sarapan bersama mereka.”

“YAA!”

Seketika wajah Emma kembali ceria dan senyumannya terkembang manis sekali. Tae banyak mencuri pandang pada gadis yang ada di hadapannya itu.

“Makan yang banyak! Aku tak mau kau hanya seperti tulang dan kulit saja. Nanti dikira aku tak memberimu makan.”

“Iyaa.. aku makan roti ini diberi selai kacang, lalu selai strawberry.. selapis keju dan potongan pisang, lalu di atasnya diberi susu coklat!”

“Apa rasanya roti seperti itu? Sangat bodoh! Jangan seperti orang tak pernah makan ya! Menggelikan!” ujar Tae

“Aku memang tak pernah makan ini. Ini aku lihat pada film drama yang aku intip di sebuah toko. Kayanya enak...hihih.”

“Glek!” Tae menelan ludah, ia tak menyangka Emma semiskin itu untuk selembar roti saja ia jarang memakannya. Apalagi dengan bermacam-macam selai.

“Lalu selama ini eommamu memasak apa untukmu?”

“Bubur! Hampir seperti kuah sup karena beras yang dipakai sangat sedikit tapi airnya banyak. Hahhaha.

“Ya sudah sesukamulah makan dengan apa rotimu!”

“Selamat makan.. Hap! Hap!”

“Pelan saja makannya! Tak ada yang akan mengambilnya! Nanti tersedak!”

”Hap!..Hap!..uhuuk.. hukkk.. uhuuk..”

“Apa aku bilang!! Gadis nakal! Lihat tersedak kan! Ayo minum!”

“Uhuuk..huukk..heeeeiiitt...eeehh..huukks..’

“Hey, kenapa? G!? Bantu.. kasih minum...” muka Emma mulai pucat.

“Ahh..kuuh..gak..bisssaa.. nap...aaahh,” muka Emma mulai membiru

“Siapkan mobil....!” Tae membopong Emma segera ke dalam mobil

“Kita ke rumah sakit terdekat saja Tuan!” ujar Park

“Kenapa kau masih memegang roti itu.. buang saja!” Tae merebut roti yang dipegang erat oleh Emma. Dan Emma menggeleng. Ia tak mau roti miliknya diambil. Ia baru saja menikmatinya.

“...” Emma menggeleng lemah. Ia sulit bernapas.

“Begini...setelah kau sembuh... akan aku siapkan roti lebih banyak dan lebih enak.. Ok? Saat ini jangan lagi makan roti ini dulu ya? Berikan padaku?” Emma dengan berat hati melepaskan rotinya.

Sesampai di UGD Emma ketakutan dan meronta, untuk Tae mempunyai banyak tenaga untuk menahan amukan Emma.

“Tuan, sepertinya ini bukan tersedak tapi Nona Emma alergi dari apa yang dimakannya. Kira-kira apa yang terakhir kali dimakan nona Emma?” tanya dokter UGD itu

“Hanya roti berisi coklat, kacang, strawberry, keju dan pisang.”

“Saya mencurigai nona Emma alergi dari salah satu makanan itu, bisa kita tes segera.”

“Oh potongan roti itu saya bawa, nanti saya berikan masih ada di mobil.”

Park menyerahkan potongan roti itu untuk di periksa.

Emma sudah memakai masker oksigen dan diberikan suntikan anti alergi.

“Tua Tae, nona Emma alergi pada kacang ini. Yang menyebabkan pembengkakan pada tenggorokannya dan menyulitkan untuk bernapas. Jalan napasnya menyempit, jika tak segera ditolong akan semakin menutup jalan napasnya.”

“Oh my God! Apa separah bisa separah itu?” baru seklai ini Tae menemui alergi yang berdampak sangat buruk.

“Saya sarankan untuk menjauhi faktor pencetus alerginya dan selalu siap sedia suntikan alergi yang sewaktu-waktu bisa digunakan. Bentuknya seperti pulpen. Tinggal diputar dan letakan di atas perut lalu di pencet ujungnya seperti pulpen, selesai.”

“Okey siapkan sebanyak mungkin! Aku harus menyiapkannya di setiap ruangnya dan di setiap mobil!”

“Baik nanti saya akan siapkan. Kalau Nona Emma sudah bisa bernapas tanpa oksigen bisa segera pulang, tak perlu dirawat.”

“Terima kasih dok!”

“Pulaaang... aku mau pulang...” pinta Emma lemah

“Ya kita akan pulang setelah kau bisa bernapas dengan baik. Sekarang pejamkan matamu dan tidur sejenak. Badanmu lemas sekali karena kekurangan oksigen.” Tae berkata lembut. Sesuatu yang jarang ia lakukan selama ini.

*****

“Mulai sekarang jangan lagi memasak menggunakan kacang! Karena Emma alergi! Jaga jangan sampai Emma memakan kacang jenis apa pun atau olahannya. Siapkan obat alergi Emma di setiap kotak obat di dalam kamar atau di dalam setiap mobil. Dan untuk mu G! Siapkan juga obat ini di dalam tas pribadimu! Bawa terus jangan pernah ketinggalan!”

“Baik Tuan Tae.”

“Chef atur dengan dokter gizi apa yang harus dan tak harus dimakan Emma agar tubuhnya sedikit berisi. Dan bertambah sehat!”

“G! Jadwalkan untuk olah raga ringan yang bisa Emma lakukan untuk kesehatannya.”

Tae memerintah semua pegawai yang ada di manssionnya untuk menjaga Emma dengan baik. Sebenarnya Tae sedikit panik melihat kondisi Emma kemarin pagi. Wajah Emma memucat dan kemudian membiru, untung saja cepat di beri pertolongan.

“Kemana gadis itu, aku berjanji padanya untuk mendekatkan mawarnya ketika sarapan. Panggil segera!”

“Nona Emma segera turun, tadi ada sedikit drama karena Nonna Emma tak mau memakai gaun ia memilih memakai celana pendek>”

“Biarkan apa saja yang ia inginkan asal anak itu tidak mengamuk!”

“Baik, akan segera saya suruh turun.”\

Emma turun dengan riang karena ia mengenakan celana pendek sebagai pakaian yang menurutnya paling melegakan.”

“Emma lihat mawar-mawar ini...mereka semua ada disini di sekitarmu kaan?” sombong Tae. Ia memerintahkan untuk memotong semua mawar dan disusun di vas bunga dan diletakan di ruang makan, hingga wanginya terasa sangat menyengat.

“Huwaaaaaaaa....” Emma berteriak histeris menangis dan langsung memeluk vas –vas itu dan membawanya keluar...”

“Nooo... jahaaat..jahaaat,,”

“Apalagi ini G?!” Tae kebingungan.

“Kau membunuhnyaaaa...huuuwaaaaa....” Emma menangis karena bukan seperti ini yang ia inginkan. Menurut Emma mawar itu semua mati karena telah dipotong dari akarnya . Sekarang yang Emma lakukan adalah menancapkan kembali semua bunga yang sudah dipotong oleh tukang kebun

“Oh.. aku salah lagi! Aku pikir ia ingin makan dengan dikelilingi bunga yang ia sukai!”

“Iya nona Emma tak ingin mawar itu dipotong Tua. Biar nanti saya yang akan membujuknya.”

"Ada apa sih gadis ini selalu aneh-aneh saja kemauannya?" mendengar tangisan Emma yang melengking Tae memilih untuk segera pergi ke kantor.