webnovel

Songkok Malekah Itu?

Jam lima sore, senior yang tidur siang sudah bangun dari tidurnya. Kami yang junior juga sudah lama berhenti bermain.

Setengah jam lagi kami hendak menjemput lembu dan mengaraknya pulang. Namun tiba-tiba saja, seluruh lembu kami berlari kencang dari tempat makan mereka!

Semua lembu panik ketakutan! Berlari sekuatnya tanpa melihat ke belakang lagi. Jagankan melihat ke arah kami, anak mereka sendiri pun tidak mereka peduli.

Semuanya menyelamatkan dirinya sendiri. Kami yang sedang duduk santai di gubuk kaget bukan main! Kami tidak tahu kenapa lembu kami lari ketakutan begitu, kami tidak tahu siapa yang telah menakuti atau yang mengejutkan mereka.

Tidak perlu lagi kami menjemput, mengumpulkan dan mengarak lembu pulang. Seluruh lembu sudah lari dengan kencang tanpa perlu kami pukul.

Tanjakan pun mereka tancap dengan penuh rasa takut dan juga berani. Tapi alangkah kasihannya lembu yang gendut dan tua tertinggal karena lambat dan sedikit lebih balap daripada entok saat berlari.

Kami masih penasaran apa yang terjadi? Kami pun menyusul lembu kami. Sambil berjalan salah seorang pun mulai bicara,

"Kadang pe khaimo cebiakhi se da?" Dugaan Yok pada kami.

"Dah di padel ne mecekhok. Mido maaf gekhe, nahan khoh songkok male ge!" Ninik Wok Yan marah pada Yok yang sembarang mulutnya saja bicara. Tuh kan bodohnya bercakap. Cepatlah minta maaf, nanti datang harimau.

"Maaf songkok male, ndak nae kuulangi. Maaf nu." Maaf harimau, tidak lagi kuulangi. Maaf, ya. Yok takut.

Seluruh lembu kami langsung pulang. Tidak lagi singgah dan memakan tanaman orang lain, begitupun tanaman orang yang tak pernah tersenyum, yang sawahnya di piggir jalan itu.

Di tengah jalan lembu-lembu berpisah dengan kelompoknya masing-masing. Lembu yang larinya kencang seperti Cimun-ku, dia juga menunggu kelompoknya.

Sambil menunggu di kejauhan sana dia hanya bingung dan bergetar, tidak ada selera memakan tanaman hijau di sekitarnya. Kolompok lembuku menunggu Khonjang sebagai komandan pasukan dan Induk sebagai yang tertua.

Begitu Khonjang dan Induk sudah mendekat, mereka pun pulang dan berjalan dengan santun.

Hari ini aku dan kawan-kawan yang lain benar-benar senang bila lembu-lembu kami setiap harinya berperilaku baik seperti hari ini.

Entah apa dan siapa yang membuat mereka terkejut hingga sedemikian takutnya? Hanya Khonjang dan Induk, bila keduanya sudah bergabung maka mereka pun tidak lagi menunggu aku dan abangku Piyah sebagai pemilik.

Mereka terus berjalan dan berlalu meninggalkan kami di belakang dengan jarak lima belas meter.

Setibanya di rumah, ayah heran dengan lembu yang wajahnya tidak gembira sperti hari-hari sebelumnya.

"Kae tekhjadi Piyah? Gekhe kidah balik?" tanya ayah pada abangku. Apa yang terjadi Piyah? Cepat kulihat pulang?

"Tah ise cebiakhise ge edi. Kekhine lembu letun mepuyu!" Entah siapa yang tadi nakuti itu. Semua lembu lari kencang!

"Edih kae di ndiye?" Loh apa itu kira-kira?

"Malet kutoh, Wok." Tidak tahu ayah.

Setengah jam kemudian, orang-orang Alur Langsat yang punya kebun di gunung dan yang pergi ke gunung tadi pagi, semuanya pulang lebih cepat daripada hari sebelumnya. Kata mereka harimau sudah mendekat ke desa.

Berita adanya harimau muncul pun menyebar di Alur Langsat, lalu ke desa Rambah Sayang, Salim Pinim, Lawe Tungkal dan Alur Nangka.

Sejak hari itu, tidak ada lagi yang berani naik gunung kecuali setelah sebulan kemudian, kecuali pawang harimau. Malam sebelum tidur, Piyah pun bicara padaku.

"Daud, menggembala itu melatih kesabaran. Kau mesti bersabar memelihara ternak yang sedang kau gembala. Pakailah hati kecilmu, pakai perasaan kasih sayang. Tidak boleh kejam, karena jika kau kejam pada ternak, mereka akan semakin bandel dan tidak takut padamu. Meskipun memang di depan dan saat mendengar sauramu saja mereka takut, tapi saat berada jauh darimu prilaku mereka tidak akan berubah. Percayalah kau, Daud. Jangan kau anggap sepele dengan ucapanku ini."

"Ya." jawabku sekadarnya. Aku belum bisa menerima bahwa ada juga persamaan sifatnya seperti manusia, aku masih heran dengan Piyah yang menyakini lembu bisa mengerti masksud tuannya, ditambah lagi dengan filosopi lembu malam ini, jujur aku belum bisa menerima karena aku belum mengerti.

"Hewan memang tidak punya akal pikiran, Daud, tapi mereka bisa dilatih dengan penuh kesabran dan kasih sayang." sambungnya pula.

"Ya." sahutnku lagi. Lalu aku pun tutup kuping, tidak mau lagi mendengar ucapan Piyah yang sedikit aneh menurutku. Mungkin kelak aku mengerti.