webnovel

Lelewoh Dan Lamle

Kami duduk di gubuk pemilik kebun, di mana ada kebun di situ ada gubuk dan kami cukup menjaga lembu kami di gubuk saja.

Dari gubuk ini akan terlihat, jika ada lembu yang hendak masuk ke kebun akan ketahuan. Di tempat menggembala ada air gunung mengalir, jernih, bersih, dingin sekali dan segar. Lembu yang haus akan datang ke tepi air dan meminum sepuasnya lalu kembali lagi ke teman-temannya.

Ada yang datang sendirian, datang berdua dengan anaknya, Boguh datang dengan kekasih barunya, dan ada juga lembu yang datang satu kelompok untuk meminum.

Selesai minum lembu suka bilang; mouhhh, kami mengartikan itu; enak, nikmat, terima kasih tuan atas air sejuknya! Di waktu lain terkadang kami tidak langsung mengangon di dataran yang rendah dan dekat dengan air, melainkan di puncak gunung gundul yang habis kebakaran dan baru ditumbuhi ilalang hijau dan indah seluas mata memandang.

Lembu suka sekali di padang rumput luas dengan tunas baru. Dari puncak ini, daerahku, penduduk Kuta Cane, tepatnya kampung Alur Langsat akan terlihat jelas dan dibelah oleh sungai Alas. Maka jelaslah kenapa orang dulu juga menamai daerah Kuta Cane dengan Lembah Alas.

Kalau kami mengangon di puncak yang tinggi, kami akan memanjat pohon mis-mis yang tumbuh tinggi di atas puncak dan kami mengambil dan memakan buahnya yang sedang sarat dan sudah masak. Tidak tahu pula apa nama pohon itu di buku-buku sekolah.

Kami menyebutnya buah mis-mis, karena artinya adalah manis-manis. Pohonnya besar dan tinggi sekali tetapi buahnya sekecil jari kelingking, kalau masih muda rasanya asam, kalau sudah masak manis dan sedikit asam.

Warna buahnya sebelum masak warna hijau-kuning kulitnya tapi isinya warna merah dan berdaun lebat serta berdahan yang banyak. Kira-kira umur pohonnya sudah puluhan tahun.

Dari atas pohon inilah kami bisa memantau lembu kami. Lembu, kalau mereka lapar sekali maka suka makan sendiri-sendiri, kalau sudah kenyang barulah ia bergabung dan mendekat ke kami dan akan kami turunkan dari puncak. Kakau mereka sudah mendekati dan mengumpul ke kami, itu artinya ada dua: jika belum petang, berarti mereka haus, jika sudah petang mereka minta pulang.

Pertanda mereka haus ialah bila sudah banyak yang mendekat ke pohon yang sedang kami panjat dan mereka teriak seperti biasanya: moouhh! Maksudnya tak lain tak bukan ialah haus! Tapi ada juga lembu akan datang setelah tiga jam kemudian. Cara mereka berkomunikasi dengan kami hanya satu suara: Moouuh! Kami menafsirkannya ke berbagai makna, kadang betul kadang salah, lebih sering betulnya.

Lembu yang tahan di puncak selama empat jam lebih adalah lembu yang merasa haus dan minum sebelum naik puncak. Lembu yang tadi tidak minum dulu sebelum naik puncak, maka nanti mereka bakal tidak berani turun ke sungai gunung, haruslah kami temani, makanya mereka mendekat ke kami. Moouh! Kata mereka, artinya tolonglah temani sebentar saja ke bawah sana, Tuan!

Junior semuanya memanjat pohon yang tinggi ini. Senior hanya sekali-kali saja. Senior lebih suka berteduh di bawahnya.

Kami para junior sudah punya dahan langganannya sendiri. Dan di dahan yang paling tinggi adalah Ori. Aku paling bawah. Yok di tengah-tengah, berdekatan dengan An dan San. Ori lah yang memberi tahu jika ada lembu yang duluan turun dari puncak. Lembu yang duluan turun itu akan kena hukuman nantinya dari penjaganya sendiri.

Seperti hukuman dengan diomeli atau dipukul lebih dari dua kali. Namun ada juga lembu yang baik dan berani, tak perlu ditemani. Dia turun duluan dari puncak saat ia merasa haus kemudian setelah minum ia naik lagi, padahal naikannya sangatlah jauh, wah lembu seperti ini jarang adanya, ada tapi tak lebih dua puluh ekor dari total kira-kira ada seratus lembu jumlahnya.

Waktu mengomeli lembu yang tepat ialah saat di perjalanan menju pulang nantinya. Di jalan raya. Berilah nasihat terbaik untuk lembu yang nakal. Tapi tidak dengan Cimun, dia selalu lari duluan seperti biasanya, tidak pernah mendengarkan nasihat setelah ia berbuat jahat, makanya tidak pernah berubah!

Gubuk adalah tempat beristirahat kami. Tempat berteduh yang tepat untuk menghilangkan penat. Kalau pun tidak ada gubuk, seperti saat mengangon di padang pasir yang jarang sekali kami dapatkan gubuk berdiri, kami akan mencari pohon kayu yang rindang.

Jika tidak ada pohon kami akan membuat gubuk sendiri yang bahannya dari pohon-pohon sebesar jari induk kaki dan beratapkan kain sarung. Yang suka bawa kain sarung adalah Ninik dan Aman Khek. Dekh biasanya memabwa kemeja hansip lengan panjang yang berwarna hijau.

Kalau sudah ngumpul, ada-ada saja rencana. Kalau di padang pasir biasanya suka mencari Lelewoh, semacam buahan yang bisa tumbuh di padang rumput yang berpasir, buahnya bulat seperti buah seri dan manis, kulitnya tipis dan gembung sebesar jar-jari tangan, tinggi batanya hanya sampai lutut paling tinggi.

Lelewoh dan buah seri adalah makanan geratis yang manis di padang rumput yang berpasir. Di padang rumput kami sering bakar jagung dan ubi kayu, dan pisang. Di padang rumput ada kebun tebu dan mentimun. Hari ini sudah kesekian kalinya kami menggembala di gunung sebab padang rumput di tepi sungai sedang banjir. Yok dan Ori sedang memanjat pohon mangga.

Aku, San dan An menunggu di bawah dengan mengumpulkan buah-buah mangga yang jatuh berserakkan. Yang sedang manjat menggoyang-goyangkan dan menggetar-getarkan dahan mangga, sehingga buah-buah mangga itu berjatuhan bahkan mengenai kami. Yok dan Ori menggunakan cara legekh yang artinya dengan menggoyang dahan-dahan mangga.

Dengan begitu buah mangga yang sudah masak dan tangkainya sudah lemah akan terjatuh dengan sedikit dipaksa, jatuh belum pada waktunya. Karena manusia yang memanjat dan yang menunggu di bawah sudah tidak sabar ingin menikmatinya.

Satu jam kemudian mangga sudah banyak terkumpul dan kami bagi lima. Siapa tukang panjat maka dialah yang duluan memilih. Adapun kami yang tukang pulung boleh siapa saja duluan karena banyak pilihan. Namun jika memperebutkan yang sedikit, haruslah dengan cara swit, ibu jari, telunjuk dan dengan kelingking. Jika ibu jari bertemu dengan kelingking, maka yang menang kelingking. Alasan: kelingking itu adalah semut dan ibu jari adalah gajah.

Gajah dan semut kalau berantam maka yang menang adalah semut. Karena semut akan menyerang mata gajah dan gajah tidak bisa melihat, lari kesakitan, menabrak batang mangga, lalu mati dan dikerumuni semut. Begitu lebih kurangnya logika yang dipahami.

Setelah semuanya mendapatkan bagiannya, kami pun kembali ke gubuk dan masing-masing kami membagi dengan abangnya. Adapun Ninik Wok Yan dan Aman Khek, juga kami bagi menurut seikhlas hati.

Namun di lain waktu kami juga makan bersama-sama. Aku, San, Yok dan An main perahu parit dekat gubuk. Bahan perahu kami adalah kami rancang dari dahan rumbia yang sudah kering. Kami rancang baik perahu itu dan kami ambil dinamo dan baterai dari mainan kami. Awal punya ide adalah Obol, abangnya Ori.

Awalnya kami minta diajari, sudah diajarkan pelan-pelan tetapi kami tidak bisa langsung mengerti dan membuatnya. Karena kami belum bisa mengerti, kata Obol dia mau membuatkannya untuk kami dengan syarat harus membelikannya dua baterai ABC warna kuning sebesar pergelangan tangan anak usia dua tahun untuk masing-masing orang. Atau kami gantian menjaga dan melarang lembunya jika nanti memisahkan diri dari kelompok yang banyak dan hendak makan tanaman orang. Atau opsi lain, yaitu dengan mencari buah nangka yang sudah masak dan serahkan padanya. Sementara Ori, adiknya, sudah punya mainan yang dibuatkan Obol dari rumah.

Obol orang yang berbakat, dia hebat sekali membuat mainan yang bahannya dari dahan rumbia. Dia bisa buatkan motor dan dengan bannya dari sandal Swallow yang sudah putus, dia bisa buatkan becak serta mobil-mobilan degan bahan yang sama.

Hebatnya ia, ia ibarat pelukis yang disuruh orang melukis apa saja ia bisa dan Obol mampu membuat persis apa yang kita inginkan. Bila waktu Lamle tiba, maka banyak anak Alur Langsat yang datang ke rumahnya untuk menempah mainan.

Bapak-bapak menempah untuk mainan anaknya. Dengan bayaran lima ribu untuk satu mainan mobil. Becak tiga ribu dan motor dua ribu. Motornya model motor gede. Hebatnya Obol ialah dia bisa membuat mirip seperti motor, dia beri cat. Sehingga dari hasil itu dia punya banyak uang jajan lebaran, mungkin juga bisa beli baju lebaran dari hasil karyanya, luar biasa dia!

Jika menempah maka biayanya lebih murah. Karena yang menempah sudah menyediakan dahan rumbia yang sudah dibelah-belah, dipotong-potong dan degan dua pasang selop swallow yang talinya sudah putus, diserahkan dan dibayarkan uang pasang dan rancangnya saja. Selop mambohk kata orang Alas Kuta Cane. Lamle empat atau tiga hari sebelum hari lebaran. Yaitu malam ke dua puluh tujuh ramadhan.

Di Kuta Cane, khususnya di Engkeran, khususnya lagi di desa Alur Langsat punya tradisi saat Lamle. Setiap rumah dipasang obor yang dinyalakan di depan rumah mulai dari saat magrib telah tiba. Dan setiap rumah, setiap kepala keluarga, ayah dan ibu akan membelikan satu lusin lilin untuk anaknya yang masih berumur sembilan tahun ke bawah.

Adapun yang suduah lajang dan gadis, yang telah beranjak remaja tidak lagi dibelikan lilin dan kembang api. Adapun kembang api tidaklah terlalu wajib bagi setiap anak, namun kalau lilin tidak dibelikan maka anak akan sakit hati, sedih dan menangis sejadi-jadinya.

Waktu menghidupkan lilin juga mulai dari waktu magrib tiba. Bila sudah gelap, maka setiap yang punya lilin, yang sudah bisa jalan dan lari, mereka akan turun ke aspal dan berjalan di pinggir aspal bersama teman-teman untuk pamer lilinnya masing-masing. Bermain, suka-suka, riang gembira dan kejar-kejaran.

Ada juga yang main kembang api dan petasan. Jika sudah Lamle setiap anak pasti sudah punya baju lebaran dan senjata mainan bagi anak lelaki, senjata mainan belum boleh digunakan saat Lamle, begitu aturannnya. Nanti dikeluarkan saat lebaran pertama, sebab bakal banyak musuh-musuh lewat depan rumah naik angkot. Tembak-menembak, yang masih belum kencang larinya tidak boleh ikut menembak, dia cukup sembunyi di dalam rumah saja.

Kalau ia memaksakan diri ikutan emaknya bakal marah sebab ia belum bisa lari kencang jika suatu saat supir angkot berhenti dan mengejarnya karena lupa menutup kaca jendela angkot. Pasti pak supir tertembek bagian pipi kanan atau pipi kirinya.

Waktu Lamle juga waktunya setiap rumah akan memasak lauk yang enak-enak, minimal ikan dan telur, maksimal ayam dan daging kambing. Namun hanya yang menengah ke atas akan motong kambing. Kenapa mesti masak yang enak? Sebab selain setahun sekali, nanti satu jam setelah magrib akan ada pegawai yang akan berkeliling dari rumah ke rumah.

Dia membawa anggotanya dua orang untuk bacakan do'a untuk tuan rumah dan dihidangkan dengan lauk terbaik si tuan rumah. Aku sendiri pernah diajak pegawai kampung untuk keliling ke urmah-rumah. Lima rumah pertama kami masih kuat sekali makan-makan, apa saja yang dihidangkan kami santap habis.

Enam rumah dan seterusnya kami hanya makan yang kue lebaran dan tapai saja. Kue lebaran dihidangkan meskipun lebaran akan mulai tiga hari lagi. Sebab sebagian rumah ada yang membuat tapai. Ibuku sendiri hampir setiap tahunnya membuat tapai. Adapun kue lebaran biasanya sudah ada seminggu sebelum lebaran.

Di Alur Langsat lebih tiga puluh rumah yang di tepi jalan raya, tentu perut kami yang tiga orang tidak muat lagi menampung hidangan yang sudah disediakan. Kadang ada juga yang memaksa kami harus makan di rumahnya, bila tidak makan walau hanya sedikit, kami tidak diridhoi meninggalkan rumahnya.

"Sakit hati ibuk kalau kalian tidak makan." kata pemilik rumah, dengan terpaksa kami pun makan, padahal lauknya enak. Tetapi tidaklah selera sebab sudah kenyang sekali.

Sekarang Ori sedang mengambil, memilah-milih uban di kepala Ninik Wok Yan. Aman Khek sedang menggulung rokok pucuk, Dekh, Piyah,Usuf dan Epet tidur siang.

"Gimana kalau kita nyari nangka masak saja?" usulan dari An. Dia orang yang pemberani, ia berani masuk ke dalam rimba. An larinnya paling kencang, jika ada apa-apa maka aku kasihan pada Yok yang jika lari aku lebih cepat darinya. Kalau ada babi hutan mengamuk karena An mengganggu tidurnya, tentu yang tertinggal dan ditabarak babi dari belakang adalah Yok.

"Aku milih untuk menjaga lembunya Obol saja." Kata Yok.

"Aku yang mana saja boleh. Aku ngikut kalian saja." kataku.

"Nah, lebih bagusnya masing-masing dari kalian beda-beda opsi. Hehehehe." Potong Obol.

"Maksudmu?" kami ingin tahu.

"Maksudku, satu orang jaga lembuku, satu orang cari nangka masak dan satu orangnya lagi cari buah jambu biji yang suduh masak."

"Taboh su kokap di!" kata kami serentak. Enak sekali kau rasa!

"Terus nyari apa jadinya kita?" tanya Yok.

"Sebenarnya aku mau ngajak kalian nyari nangka masak di dalam rimba itu," An menunjuk rimba di kejauhan sana.

"Tetapi kata Wok Yan di situ ada babi hutan sedang tidur pulas, nanti kalau kita dikejarnya, bukan apa-apa aku takut kalian berdua di seruduknya." An menjelaskan.

"Waduh, janganlah kalau begitu. Kita yang gampang-gampang saja. Kita jaga lembunya Obol aja gimana?" saran San.

"Aku setuju." kataku. Lama Wan memutuskan, ditatapnya wajah Yok.

"We te de gedi, aku ngikut plin." Sahut Yok. Yasudah kalau begitu, aku ngikut aja. Begitulah yang terjadi di saat kami butuh mainan, karena kami tidak bisa membuat seperti Obol. Kalau pun kami paksakan, seminggu pun takkan jadi-jadi sebab asyik bongkar ulang lagi dan lagi. Padahal kami sudah menonton ia sedang membuat, tetap saja tidak menempel dikepla kami dan tidak mahir di tangan kami. Mainan buatan Obol perfect! Sempurna!

Namun sekian bulan kemudian kami meniru seperti yang telah dibuatkan Obol untuk kami. Meskipun masih belum sesempurna buatan Obol. Yang hari ini kami mainkan adalah hasil karya kami sendiri.

Hanya saat menyambungkan kabel merah hitam dan hijaunya saja kami minta tolong pada Obol, karena sudah berkali-kali kami sambungkan tetap tidak berhasil menyala mesin perahu kami. Ada pun San, dia tidak mau repot-repot, dia tinggal beli saja sama Obol karena baru-baru ini Tokeh lembunya datang menjenguk dan dia dapat uang jajan, Kawan.