webnovel

Pilihan

Kepergian ibuku membuat semuanya jadi terasa berbeda, apa yang diajarkan oleh ibu tidak bisa kami dapatkan dari ayah, perhatian yang kami dapatkan juga, mungkin sikap yang ayah tunjukkan padaku selama ini telah membuat aku tidak bisa menjadi gadis yang lebih dewasa diumur yang sudah tidak lagi 17 tahun, dilarang ini dan itu, apalagi masalah pergaulan, tau sih dijaman sekarang pergaulan luar sangat bebas, mulai dari banyaknya anak yang suka balapan liar, minum-minuman keras sampai berani mengkonsumsi obat terlarang (narkoba). Membatasi waktu keluar rumah, menjauh dari pergaulan bebas dan parahnya lagi berteman sama cowok, tak pernah terpikirkan untuk melakukannya, perilaku itu kuanggap sebuah kewajaran yang dilakukan oleh seorang ayah pada putrinya yang tak ingin terjerumus keburukan. Kebanyakan anak mendapat sebutan anak mama, lain denganku sebutanku malah anak ayah.

Pada zaman penjajahan semua orang masih takut akan peraturan tapi sekarang 'peraturan dibuat untuk dilanggar' slogan untuk kaum muda di era baru.

Apa reaksi ardiansyah jika tau putrinya berteman dengan seorang laki-laki? Reisa melamun Gimana kalau ayah tau aku bareng sammy? meskipun itu bukan untuk hal buruk. Bibirku tak seberani itu untuk mengakuinya pada ayah. Apa harus kutolak keputusan pak handoyo? Mendapatkan pembimbing seperti Sammy, kesempatan untuk belajar dengannya mungkin sebuah keberuntungan, mungkin saja kejeniusan yang dimilikinya benar-benar hebat seperti yang dikabarkan. Karakternya yang sempurna itu pasti sudah jadi panutan, apalagi para anak pintar lainnya di kampus, sederet orang jenius pasti sudah mengantri untuk menjadi temannya bisa jadi aku akan menjadi salah satu dari mereka.

Dilain sisi shaki sudah melarangku untuk tak berdekatan dengan sem-sam. Bingung!

Pak handoyo memberi kabar lewat telpon aku harus memutuskan keputusanku besok dan bertemu dengan Sammy. Situasi telah menyudutkanku, reisa menggerutu pada dirinya sendiri, melamun apa yang harus dilakukannya.

Ardiansyah sedang duduk menonton televisi dengan kira. Reisa mencoba mendekat dan duduk disebelah ayahnya. Menimang-nimang perkataan apa yang akan diberikan, keberadaan adiknya membuat reisa makin canggung untuk berbicara.

"ayah…, ehm...boleh gak reisa ikut bimbingan?"

"bimbingan apa?", selidik ayahnya. Kira ikut memperhatikan apa yang ingin diungkapkan kakaknya.

"ehm..., itu...,mulutku seakan terkunci tak berani untuk melanjutkan, ardiansyah melihat putrinya tak melanjutkan.

"kok gak dijawab?", sambar kira ikut bicara. Adiknya yang suka ceplas-ceplos beda dengan reisa yang sedikit pendiam dan pemalu, apapun yang diinginkan dan dikehendakinya selalu bisa dia ungkapkan tanpa ragu-ragu, payah! Reisa merasa adiknya jauh lebih baik darinya.

"itu...cuma bimbingan untuk tambahan mata kuliah saja kok" kegugupan terpancar diwajah reisa, ayah mengetahui ekspresi tersembunyi putrinya. Memandang mata reisa yang agak bingung dan sikapnya yang gugup membuat ardiansyah menyadari ketidakjujuran putrinya.

"jangan pernah menutupi sesuatu dari ayah, sahut ardiansyah. Reisa terdiam, kepekaan hati seorang ayah, seharusnya reisa tau dari awal bahwa dirinya tak akan pandai dalam menutupi sesuatu apalagi pada sang ayah. Kebohongan adalah salah satu kelemahan yang paling tak bisa ditutupinya.

"kak reisa bilang terus terang aja sama ayah", sahut kira ikut bicara lagi. Sedikit membantu penuturan adiknya reisa mencoba untuk memberanikan diri.

"maaf yah…, reisa hanya ikut bimbingan agar bisa jadi seorang penulis, aku tau ayah ingin aku jadi seorang guru tapi...., reisa tak meneruskan ucapannya lagi.

"oh…jadi untuk itu, sela ayahnya.

"kau...boleh ikut", kalimat yang ingin didengar reisa telah keluar. Ayah tau kau dari dulu ingin jadi seorang penulis kan?

"beneran yah?! Jadi dibolehin nih?", ulang reisa tak percaya, " jika reisa ikut berarti akan pulang agak telat", tambahku.

Adriansyah ayah reisa mengangguk, pembicaraannya belum sepenuhnya selesai, kubungkam mulutku pada ayah, mendapatkan persetujuan yang pertama bukan berarti ayah akan setuju dengan penuturanku yang kedua, hal yang paling penting justru tak bisa kukatakan pada ayah, mendapat izinnya saja itu sudah lebih dari sebuah keajaiban, ayah selama ini mati-matian melarangku untuk berkarya dibidang tulisan, entah apa alasannya aku tak pernah bertanya tentang hal itu.

Beralasan untuk belajar kurasa bukan sebuah kebohongan walaupun kuakui aku masih menyembunyikan satu hal lain dari ayah, tidak berkata bahwa pembimbingku adalah teman laki-laki bukan guru atau dosen. Kesempatan tak akan datang dua kali, bisa belajar dengan mahasiswa paling jenius dikampus yang terkenal jarang berinteraksi dengan orang lain, seperti ada rasa penasaran dalam hatiku, sebegitu istimewakah cowok itu seperti apa yang mereka anggap selama ini. Aku pasti beberapa kali akan berada disekitar Sammy.

Larangan apalagi yang akan diberikan ayah bila kukatakan, berteman dengan cowok! makhluk yang dikenal super pandai bicara dan janji manis yang tak berujung nilainya. Semoga itu juga realita yang salah.

"kak sem…?!"

Pagi-pagi sekitar pukul 06.07 semmy sudah bermain bola basket dilapangan kampus sendirian, keahliannya dalam bidang olahraga lebih menonjol daripada si Sammy sedangkan menyangkut masalah pelajaran kemahirannya lebih unggul. Tinggi badannya sekitar 180 cm sedikit lebih tinggi dari Sammy, ikat kepala yang melingkar dikepala, mengenakan kaos olahraga tak berlengan dengan celana pendeknya, tubuh atletisnya melekat karena seringnya berolahraga atau para cewek jaman sekarang menyebutnya sixpack atau bahasa konyolnya si cewek-cewek (roti sobek) kelewatan! apa gak ada kalimat yang lebih bagusan lagi.

Semmy terpilih jadi ketua tim inti, daya tariknya bukan karena dia anak orang paling kaya tapi memang kemampuannya patut dihargai dalam permainan basket. Kejuaraan yang diraihnya selalu mendapat predikat nomer satu disetiap pertandingan, sebutannya si pangeran lapangan dalam olahraga basket (memiliki senyum menawan) kebayangkan berapa banyak fans cewek yang bisa dimilikinya dengan pesonanya itu? Sekali kesorot kamera mungkin bisa jadi seleb atau model, Kepribadiannya yang menonjol bahkan bisa terjaring sebagai ikonik kampus. Imbasnya kampus juga jadi lebih dikenal karena memiliki permainan basket paling unggul dari kampus yang lain.

Sammy masuk kedalam lapangan, berjalan mengenakan sepatu pantofel cokelat mengenakan hem warna krem dan celana sepantasnya, bersih, rapi dan menawan untuk ukuran kutu buku, ketampanannya terpancar dari aura dinginnya, sorot mata yang tajam seakan mengisyaratkan sesuatu saat memandangannya, julukannya sijenius tanpa batas (ahli segala bidang) menjadi juara disetiap olimpiade yang diikutinya, tercatat memiliki IQ diatas rata-rata, kurang lebih sedikit bisa jadi profesor muda paling tampan dikalangannya. Bisa kebayang berapa orang yang ingin memiliki dirinya, kepribadian yang sempurna, tampan dan cerdas, emang siapa yang bisa mengendalikan orang dengan sikap cueknya (masa bodoh) pada orang lain (lebih suka berdiri sendiri). Mereka bukan orang yang mudah dijangkau, apalagi untuk ukuran orang-orang biasa yang keberadaannya tak pernah dikenal.

" ngapain loe kesini?, melihat sang adik sedang berdiri ditengah lapangan, semmy masih juga sibuk dengan bola ditangannya. "aku mencarimu", jawab adiknya.

"aku gak ngelihatmu dirumah kupikir kau pasti disini"

"kadang kejeniusan loe itu menyebalkan sam, olok kakaknya sembari tertawa.

Kepala Sammy menengok kekanan kiri memperhatikan sekitar. Area kampus masih sunyi meski tak banyak orang yang berada disana. Kakaknya dengan santai bermain permainan basket sendirian. Hari-hari yang dilewatinya dipenuhi dengan bola dan lapangan basket tak layak semmy selalu menjadi pemain nomor satu dikalangannya. Predikat pemain terbaik bisa diraihnya dengan mudah. Realitanya semmy hanya menganggap semua itu tak sebanding dari kecintaannya pada permainan basket.