webnovel

Re Life In Anime World

Saya seorang otaku yang hanya suka berdiam diri di kamar sembari menonton anime terkadang melihat manga erotis. Aku mungkin seorang manusia yang gagal namun aku tetep berpendirian teguh pada budaya otaku ku ini, aku tak ingin keluar untuk sekolah ataupun berinterkasi, aku tidak ingin sama sekali. Orang tua ku bahkan sampai tak peduli lagi padaku, namun dibalik ketidak pedulian mereka, mereka masih lah orang tua yang sayang padaku, tak lupa setiap hari mereka menyisakan makanan untuk ku makan. Suatu hari aku menonton anime yang bercerita tentang kehidupan sosial, disitulah aku menonton dan menonton hingga aku merasakan hatiku bergejolak. "Mengapa diriku menjadi seorang pecundang seperti ini? Aku harus mengubah hidupku ini!" Aku berlari keluar kamar untuk mengatakan kepada orang tua ku bahwa diriku akan berubah, namun naas aku tersandung plastik makanan ringan dan menghantam lantai kamar dengan kepala terlebih dahulu. Pandangan ku kabur, saat ku sentuh dahi ku darah terlihat di tangan ku, saat itu pula Tuhan mengambil nyawa ku. #jika ada kata yang kurang tepat, segara komen agar cepat di perbaiki dan kalian bisa lebih enjoy dalam membaca cerita ku

U_ardi · Anime & Comics
Not enough ratings
273 Chs

110.) Piano dan Dilema

Setelah makan siang.

Ku bayarkan makanannya dengan transfer, lalu pergi keluar.

Bukannya langsung pulang tapi aku malah pergi ke toko instrumen musik, aku ingin beli piano dan violin jika ada.

Perjalanannya lumayan panjang, sebab di sekitar daerah ku memang tidak ada, hanya ada di daerah dekat SMA Shiratorizawa.

Broom!!!

Santai bukan ngebut, cuma suara mobilnya saja yang keras.

Di jalan aku melihat banyak kerumunan orang, sepertinya sedang terjadi sesuatu.

Aku parkirkan dulu mobil ku, lalu ku tengok apa yang sedang di kerumuni itu.

Baru mendekat beberapa meter, aku baru sadar ternyata itu adalah pertunjukan musisi jalanan.

Tiba di barisan paling depan aku melihat seorang anak berbaju hijau sedang bermain piano.

"Dvorak ~ new world"

Itulah judul musik yang ku dengar.

Baru satu menit ku lihat, anak kecil laki laki itu sudah meneteskan air mata.

"Bukannya lagunya cetar membahana, ini bisa menangis?" pikir ku

"Sepertinya dia menangis bukan karena musiknya juga sih, mungkin sebab yang lain" pikir ku kembali

Note : Anime piano no mori

Setelah 5 menit musiknya selesai, salah seorang dari mereka segera meminta kami memberikan uang seikhlasnya.

Ku berikan uang, 100 yen padanya.

"Terima kasih" ucapnya

"Sama sama" balas ku

.

Permainan musik piano berlanjut, namun sekarang hanya anak kecil seorang itu yang memainkan, tanpa di iringi pemain musik yang lain.

"Little brown jug"

Aku yang mendengar baru tau bahwa little brown jug bisa di bunyikan seperti itu.

"Sungguh hebat dan kreatif" pikir ku

Tak terasa aku sudah menontonnya hingga 20 menit, musiknya sungguh enak di dengar dan memberikan melodi baru bagi otak ku.

Aku pun pergi melanjutkan perjalanan, sebab ini masih jauh sebenarnya dari toko musiknya.

.

5 menit perjalanan aku menemukan anak yang bermain tadi sedang berjalan sendirian di trotoar jalan, dia kelihatan gelisah saat ku intip sebentar di mukanya.

Ku tepi kan mobil ku sebentar.

"Hey bocah, kemarilah" teriak ku padanya

"Aku?" ucapnya sambil menujuk diri sendiri

"Iya kamu" balas ku

Dia mendatangi ku.

"Apa kamu tersesat? Bukanya grub musiknya ada di sana?" tanya ku

"Aku tidak tersesat, tapi aku hanya ingin pulang, dan grub musik tadi aku hanya kebetulan ingin main piano, tapi aku malah di tinggal paman ku entah kemana"

"Rumahmu ada di mana memangnya?" tanya ku

"Di gang doli,..." (satu daerah dengan SMA Date Ko)

"Wah bukannya itu sangat jauh? Kamu mau jalan kaki sampai sana?" tanya ku

"Seberapa jauh memangnya?" tanya balik padaku

"20 km lebih mungkin jika dari sini"

Dia kaget dan tambah gelisah.

"Kamu tidak ada uang?" tanya ku lagi

"Tidak punya"

"Kalau begitu naiklah, aku kebetulan akan menuju ke arah sana, mengunjungi teman ku di dekat SMA Date Ko"

"Anda yakin mau mengantar saya?" tanyanya

"Tidak apa, aku terkesan dengan permainan mu tadi, naik saja" ucap ku

"Umm terima kasih"

.

Di dalam mobil

"Kamu tidak masalah jika mampir dulu di toko instrumen musik?" tanya ku

"Tentu tidak masalah"

.

20 menit perjalanan akhirnya sampi juga di toko musik.

"Ayo turun, sekalian kamu lihat lihat jika ingin"  ucap ku

"Oke"

Di dalam toko.

Dia tampak takjub sebab ia baru pertama kali seperti masuk ke toko musik.

Aku pergi ke kasir dulu untuk bertanya apa piano ada, untuk violin ku lihat sudah di pajang di depan, jadi untuk violin pasti ada.

"Piano tidak ada di sini, namun keyboard elektrik ada" ucap pelayannya

"Apa kamu tau dimana aku bisa membelinya?" tanya ku

"Jika dari informasi yang pernah ku dengar sih, pesan piano classic lebih baik dari website atau datang ke toko aslinya, atau toko cabangnya, di daerah sini tidak ada, paling di Sendai adanya"

"Oh, terima kasih infonya"

"Sama sama" balasnya

Aku melihat lihat violin yang di pajang.

Pelayanan tadi mendatangi ku.

"Tertarik dengan violinnya?" tanyanya padaku

"Iya, bisakah dicoba dulu?"

"Bisa saja, namun jika ada yang rusak harus di beli atau di ganti loh ya"

"Iya kamu tenang saja" ucap ku

Ku tunjuk violin hitam, karena aku membeli violin untuk keperluan musik ku dan Saki, jadi ku pilih yang elektrik dan bisa input di komputer.

Setelah ku coba, suaranya lumayan bagus namun masih kurang jika untuk hasil karya terbaik, akhirnya aku pilih yang paling mahal berharap suaranya lebih jernih dan lebih nyaring.

Pelayan tadi mengambilkannya.

"Dengar, ini violin terbaik yang ku miliki, jika kamu masih tidak cocok maka aku akan tutup toko ku ini" ucapnya yang menjamin bahwa violin itu adalah yang terhebat

Saat ku coba suaranya memang sangat jernih dan nyaring, untuk nada tinggi pun bisa tersentuh.

"Bagimana, hebat bukan?" tanyanya padaku sambil bersombong diri

"Ini hebat, aku beli yang ini, harganya berapa?" tanya ku

"Karena ini terbaik dari yang terbaik ku beri harga 500 rb yen"

"Kamu bercanda?" tanya ku

"Tidak, apa kemahalan memangnya?" tanyanya balik

"Tentu saja ini kemahalan, bukanya harusnya 300 rb yen?" tanya ku mencoba menawar

"Hey aku tau kamu pernah beli di sini dan kamu terkenal tapi mana bisa menawar dengan harga semurah itu!"

"Lalu bagaimana dengan 350 rb?"

"Ku lepaskan 450 rb"

"Ayolah, aku akan memberikan tanda tangan ku dan foto ku padamu agar bisa di pajang di toko mu ini, jadi 360 rb yen oke?"

"Penawaran mu lumayan menarik, tapi itu masih terlalu murah, 430 rb yen"

"Ayolah, aku akan jadi langanan mu, jadi berikan di harga 370 rb yen"

"Tidak tidak, 425 rb yen, itu harga terendah"

"Baik 400 rb yen saja ya"

"Huu kamu ini, tapi ya sudahlah, yang penting aku masih untung juga, berikan fotomu dan tanda tangan mu loh ya"

"Tentu" balas ku dengan muka senang

Kei yang melihatnya sungguh bingung bagaimana bisa negosiasi bisa berakhir seperti itu.

Aku beli juga violin anak kecil, aku membelinya untuk Rin chan, siapa tau dia tertarik, ku beli yang harganya hanya 10rb yen saja, sebab ini hanya untuknya bermain bukan untuk kontes ataupun sejenisnya.

Aku dan Kei masuk ke mobil lagi.

Krutuk krutuk

Perut Kei kelaparan.

"Ambil makanan di belakang itu, ambil onigirinya jika kamu mau" ucap ku

"Tidak usah, aku bisa menahan ini"

"Jika lapar sementara kamu punya makanan jangan tahan laparnya" ucap ku

"Beneran tidak apa ini?" tanya nya sambil ngiler

"Makan saja semuanya juga boleh jika kamu sangat lapar"

"Uwaaa terima kasih" ia langsung memakannya

"Buang bungkusnya di kantong plastik ini" serah ku sambil menyetir

"Terima kasih"

"Untuk minumnya ambil di pintu mobil itu ya"

"Oke"

.

20 menit perjalanan akhirnya kami sampai di depan gang doli, Kei turun.

"Terima kasih kak Haruka, di masa depan akan ku balas perbuatan baik mu"

"Tidak perlu tunggu kamu membalas kebaikan ku, balas saja dengan berbuat baik pada yang lain, kamu paham maksudku bukan?"

Dia berpikir sejenak.

"Ah aku paham maksudnya balas budi ku tidak perlu padamu sebab kamu tidak terlalu memerlukannya, jadi aku lebih baik menolong yang lain sebagai balas budi ku padamu?"

"Eh, kamu bisa paham sebanyak itu ya, tapi memang begitulah maksud ku, sampai jumpa ya" ucap ku

"Bye" balasnya

.

Aku pergi

Dia berjalan ke gedung dimana ia tinggal bersama wanita penghibur, yang salah satunya adalah ibunya.

Saat ia tak sengaja memegang saku celananya, ia merasakan sesuatu yang tak asing, ia segera merogoh kantongnya.

Ia mengambil barang di dalamnya.

Ada uang sebanyak 2000 yen dan catatan kecil.

"Lain kali jika bepergian jauh jangan lupa bawa uang"

Tertanda

Haruka Shinomiya.

.

"Wah kakak Haruka memang yang terbaik" teriak Kei

Ia seger berlari menuju rumahnya dengan muka tersenyum lebar.

.

Aku kembali pulang dengan agak ngebut sebab sekarang sudah jam 3 sore.

Saat perjalanan sudah sampai di darah SMA Shiratorizawa, aku mendapat telepon dari Saki.

"Kamu ini kemana, katanya hanya makan siang di restoran, tapi kata Popura kamu sudah pergi jam setengah dua tadi" ucap Saki

"Aku sedang perjalanan pulang ini"

"Sayang ku termanis serta terganteng di dunia, kamu kira berapa lama perjalanan restoran ke rumah, ini sudah satu setengah jam dari kamu keluar resto"

"Aku mampir dulu ke rumah teman, jadi agak lama"

"Dimana rumah teman mu?"

"Di dekat SMA Date ko"

"Kyou?"

"Bukan, tapi namanya Kei"

"Tidak kenal, tapi sebaiknya kamu segera pulang, kami kesulitan di sini karena kran air patah, di patahkan Hachan, kami terpaksa mematikan air dulu sebab semburannya sangat banyak"

"Baik, paling hanya 20 menit lagi sampai"

"Jangan lupa beli krannya juga, jika kamu tidak punya cadangannya"

"Tenang ada kok di garasi cadangannya"

.

Jam 3.30 aku baru tiba di rumah.

Aku masuk rumah, membawa kedua tas berisi violin.

"Itu apa Haruka kun?" tanya Saki

"Violin"

"Beli dua?" tanya Saki lagi

"Iya, satunya untuk Rin chan, siapa tau dia mau"

Ibu dan Rin chan sedang duduk di ruang tamu, violin ku, ku taruh di studio ku, lalu violin untuk Rin chan ku simpan di kamar dulu, akan ku berikan padanya nanti malam saja.

Saat ini aku fokus ke perbaikan kran air.

.

Saat akan membuang kran lama yang patah.

"Bisa tidak kamu Haruka kun" ucap Saki karena melihat ku kesusahan

"Jika tidak bisa kita suruh tukang pipa saja" sambung Saki lagi

"Sebentar Saki chan, aku bisa cuma agak susah saja" (Malu dong ya laki laki tidak bisa membenarkan kran)

.

15 menit kemudian, akhirnya kran untuk mencuci di dapur bisa di ganti.

"Ternyata susah juga" pikir ku

"Oke tidak bocor" ucap Saki saat mencoba krannya

"Tentu saja, kan tukangnya diriku" ucap ku membanggakan diri

"Iya iya, Haruka kun yang selalu bisa diandalkan" balas Saki

.

Jam 5-6 sore kami menikmati pemandangan matahari terbenam di lantai dua, bersama dengan ibu dan Saki juga.

"Rin chan apa kamu tertarik pada musik?" tanya ku

"Suka, apalagi saat melihat kakak main gitar dan yang di pukul itu Rin chan lupa namanya" balasnya

"Namanya kajon, kita bisa memanggil versi lain bass, tapi yang kakak maksud apa kamu suka terhadap violin"

"Violin? itu yang cara mainnya di gesek?"

"Iya yang itu, apa kamu tertarik dengannya, jika iya kakak ada violin untuk mu, jika tidak maka akan kakak jual kembali"

"Mana kak aku mau" ucap Rin chan dengan muka sangat bahagia

Aku mengambilnya di kamar ku, bersama dengan tasnya.

.

"Ini, tolong di jaga baik baik ya" ucap ku

"Umm"

"Rin chan jangan lupa bilang apa?" ucap ibu

"Terima kasih kak Haruka" ucapnya

"Wah ya terima kasih saja belum cukup dong, cium kakak" ucap ku sambil menunjuk pipiku

Rin chan mencium pipi ku, Saki jadi cemberut.

"Sayang kakak Haruka" ucap Rin chan sambil memeluk ku

"Hahaha kamu apa cemburu oleh Rin chan, Saki?" tanya ibu

"Tidak, huh" ucap Saki

Ibu menggelengkan kepalanya sebab tingkah putri besarnya itu.

.

Rin chan mencoba memainkan setelah aku mengajarinya beberapa kunci.

Ngiikkk

"Eh kenapa suara tidak sama dengan kakak? padahal aku sudah mengikuti yang kakak praktekan" ucap Rin chan bingung

"Rin chan, posisi boleh sama, namun cara memegang mu salah, ingatlah memainkan violin itu jangan terlalu menekan bow ke senarnya, cukup gesekan saja sudah cukup" ucap ku

"Tapi nanti senar lainnya tidak ikut tergesek bukannya kak?"

"Dalam permainan violin seperti gitar juga, tidak semua senar di gerakan sekaligus tapi beberapa senar sudah cukup, nah untuk menggapai senar yang lain tinggal kita posisikan bownya menyesuaikan mana senar yang akan di gesek" ucap ku

Rin chan kebingungan.

"Rin chan tidak perlu bingung, belajar suatu hal baru itu tidak selalu sekali coba bisa, masih ada kesempatan lain waktu, jadi terus belajar hingga bisa" ucap ibu

"Baik ibu" balas Rin chan lalu memasukkan violonnya ke tasnya

"Eh sudah selesai?" tanya kami bertiga (aku Saki dan Ibu)

"Iya, Rin chan akan belajar nanti saja, ibu kata jika terlalu susah lebih baik belajar sedikit sedikit"

"Oh" ucap kami bertiga

.

Jam 7 malam, kami makan malam bersama, dengan menu biasa, ada ayam, sayur, dan telur, ada lagi ikan bumbu saus tomat.

"Haruka kun tidak mau ikannya?" tanya ibu

Aku menggeleng.

"Haruka tidak suka sesuatu yang asam ibu, saus tomat salah satu contoh olahan yang Haruka kun tidak suka" kata Saki

"Eh, lalu kenapa kamu tidak bilang Saki chan, jika kamu bilang duluan pasti ibu akan membuat sausnya lebih pedas saja" ucap ibu

"Tidak masalah ibu, lagipula ada ayam dan telur juga, aku tidak masalah walaupun tanpa ikan, biar Rin chan yang habiskan ikannya, biar ia segera tubuh dewasa" ucap ku

"Um umm" ucap Rin chan karena ia sangat suka lauk ini

.

20 menit berlalu, makan malam selesai.

"Haruka kun pr musim panas mu apa sudah kamu kerjakan" tanya Saki saat aku ingin bersiap menyalakan televisi

Aku menengok pada Saki.

"Ada apa?" tanya Saki

"Kamu tidak mengerjakan punya ku?" tanya ku

"Ku kerjakan tapi hanya separuh" balas Saki

"Uhh syukurlah" ucap ku

"Syukurlah bagaimana coba, setengah itu bisa sampai 24 lembar folio loh, bolak balik, penuh lagi, jadi 48 halaman" ucap Saki

"Kamu tidak bercanda Saki chan?" tanya ku

"Aku bersungguh sungguh, rata rata guru memberikan pr nya minggu lalu ketika kamu sedang lomba" balas Saki

Ibu dan Rin chan masih di dapur jadi mereka tidak mendengar percakapan kami.

"Tidak ada kompensasi bagi yang ikut lomba?" tanya ku

"Kamu aneh Haruka kun, pr nya kan untuk liburan musim panas, jadi tidak ada kompensasi bagi yang ikut lomba" ucap Saki

"Tapi yang ikut olimpiade dapat kompensasi, mereka boleh mengumpulkan 2 minggu setelah liburan musim panas, sebab pertama masuk mereka akan seleksi olimpiade, sementara waktu latihan mereka ada di kelas musim panas, jadi ya guru mengira itu tidak akan sempat, serta malah mengganggu fokus murid" sambung Saki lagi

"Apa aku punya waktu luang di liburan musim panas?" tanya ku pada Saki

"Kurasa ada, tanggal 25 - 31" balasnya

"Astaga itu terlalu sedikit" pikir ku

Note : tanggal 1 - 10 lomba nasional, tanggal 11 - 13 persiapan resep pernikahan, 14 - 16 resepsi pernikahan, 17 - 20 bulan madu entah kemana, 21 - 24 libur keluarga besar ke Hokkaido.

"Saki bantu aku lagi mengerjakan tugasnya" ucap ku pada Saki

"Kamu mulai saja belum, sudah mau minta bantuan lagi" balasnya

"Iya ini mau ku mulai"

"Ya mulai saja dulu, nanti akan ku bantu"

"Oke sayang deh" ucap ku

.

Aku dan Saki mengerjakan tugas ku sampai jam 8.

"Ini melelahkan" ucap ku

"Baru juga kamu tulis 7 halaman sudah lelah, lihat Rin chan yang sudah belajar membaca sambil berlembar lembar itu" ucap Saki

"Saki menulis dengan membaca itu kegiatan yang sangat berbeda, menulis lebih banyak mengeluarkan tenaga, air mata, keringat, dan perasaan"

"Kamu bicara apa, lihat tuh di ketawain ibu" ucap Saki

Aku jadi malu sendiri, aku terkadang lupa bahwa mertua ku dan Rin chan tinggal bersama dengan ku.

.

Jam 8.30 aku masih bertahan.

Jam 9.00 aku sudah menyerah, tangan ku lebih suka untuk memukul bola daripada menulis pr.

Akhirnya istriku yang baik melanjutkan pr ku, sementara aku hanya menemani dirinya saja.

Jam 10 malam akhirnya pr musim panas ku selesai.

"Whooo ini melelahkan" ucap ku

"Kamu kejam Haruka kun, membuat aku menulis selama 1 jam sendirian" kata Saki

"Saki jangan hitung hitungan dengan suami, itu tidak baik, semua permintaan mu hampir ku turuti semua bukan, jadi sekarang aku yang meminta gantinya"

"Iya iya aku paham" balas Saki

Note : ibu dan Rin chan sudah tidur duluan di kamarnya di lantai dua.

.

Kami masuk ke kamar untuk tidur.

"Oi Saki apa haid mu sudah selesai?" tanya ku

"Sudah tapi masih ada flek darahnya, jadi tidak aman untuk main" balasnya

"Halah, main di lubang satunya saja" ucap ku coba coba

Saki memlotot padaku.

"Hehe aku hanya bercanda" ucap ku sambil menutup muka ku dengan selimut

"Kamu punya kelainan menyimpang dalam sex?" tanya Saki

Note : sex anal merupakan penyimpangan dalam sex, sebab sangat menyalahi aturan.

"Tidak, aku tidak" ucap ku sambil menggerakan telapak tangan ku

"Jangan sampai ya kamu sex anal, bisa bisa kamu malah tertarik pada sejenis mu Haruka kun!" ucap Saki dengan nada tinggi

Aku langsung membungkam mulutnya Saki.

"Bisa tenang dulu" ucap ku padanya

Saki mengangguk

Ku lepaskan tangan ku dari mulutnya.

"Aku masih normal oke, jadi jangan berpikiran aneh aneh padaku" ucap ku meyakinkan Saki

"Awas saja kamu malah jadi gay ataupun biseksual"

"Tidak akan lah, aku bisa bisa langsung di eksekusi ibuku, tidak, bahkan ayah ku mungkin yang terlebih dulu membunuh ku, tapi sebelumnya bisakah kamu membuat ku keluar?" tanya ku

"Hmm, baiklah, tapi hanya dengan tangan saja ya, mulut ku lelah jika harus membuat kamu keluar"

"Hehe baik"

Saki melakukan jobnya dengan sangat baik, 10 menit sudah jadi.

.

Senin 13 Juli, pukul 5.30 pagi

Saki bangun duluan, ia memasak sarapan, saat keluar kamar Saki bertemu ibu yang sedang turun dari lantai dua, ibu dan anak punya chemistry bangun pagi mungkin, sehingga mereka bisa bertemu walaupun tidak ada janjian sebelumnya.

"Ibu mau buat apa hari ini" tanya Saki saat sampai di dapur

"Bagaimana jika buat nasi goreng saja, ibu sedang malas untuk buat sesuatu, lagipula lauk kemarin malam masih" saran ibu

"Boleh saja, aku akan menyiapkan bumbunya" ucap Saki

"Baik, ibu akan siapakan peralatan dan bahannya, nanti setelah selesai, kamu langsung panasi saja ya lauk kemarin, biar ibu urus memasak nasi gorengnya" kata ibu sambil mengenakan celemek

"Oke"

Sementara itu aku yang masih di kamar.

Karena aku orangnya sensitif, saat Saki bangun aku juga ikut bangun, namun aku pura pura tetap tidur saat Saki melihatku.

Lumayan lah, bisa dapet ciuman di pipi.

Note : Saki mencium Haruka sebelum ia keluar kamar.

Aku turun dari ranjang lalu menuju ke kamar mandi.

.

Sambil berendam ku mainkan ponsel ku, lihat lihat berita terpanas minggu minggu ini.

"Yuiga Shinomiya sudah memulai proyek pesawat kargo!"

Itu biasa saja menurut ku.

"Bit coin naik tapi war koin turun"

Itu juga biasa

"Penyebab turunnya harga saham Amazon"

Segera saja ku klik artikel itu.

Penurunan harga saham Amazon sudah terjadi selama satu minggu ini, senin hingga minggu kemarin harga saham turun terus menerus, dari 1365 dolar sekarang hanya 354 dolar.

Penurunan ini di sebabkan oleh lengsernya ceo utama yang dulunya menjabat sebagai manager utama digantikan oleh orang lain, para dewan sebelumnya tidak setuju namun ceo utama mereka tetap mundur.

"Para dewan perusahaan mungkin tidak setuju akan keputusan ceo utama, sehingga pemegang saham tipe A, akhirnya melepaskan saham mereka, sehingga menyebabkan perekonomian perusahaan turun" ucap pakar ekonomi

"Saham di jual tidak masalah, namun jika berharga satu lembarnya lebih dari 1000 dolar, sementara pemegang saham tipe a rata rata punya banyak juta saham di tangan mereka, tentu saja hal ini bisa meremukan ekonomi perusahaan jika mereka melepaskan secara bersamaan"

Hal ini di perburuk dengan banyak orang yang melepaskan saham mereka, terhitung mulai hari senin 00.01, saham yang bebas berkeliaran di bursa saham internasional sebanyak 361 juta lembar saham, nilai yang sangat fantastis bukan.

Note : saya buat total saham yang ada di amazon sebanyak 600 juta saham.

"Oh my god, naik lagi! Sekarang sebanyak lebih dari 50% yang beredar!" pikir ku

Pendapat Haruka soal masalah ini adalah perusahaan akan segera mengalami kebangkrutan, sebab lebih dari 50% perusahaan hanya bernilai lembaran saham bukannya lembaran uang.

Aku mengecek email ku.

"Haruka Shinomiya, kami selaku pihak Amazon menerima tawaran anda, kami akan menerima persyaratan anda 50% diskon setiap anda memasang produk di web kami, namun kami juga akan memberikan persyaratan yaitu membeli saham kami sebanyak 25% atau senilai 150 juta saham"

"Kalian gila apa, dulu di tolak, sekarang di terima tapi mengajukan persyaratan yang gak ngotak" ucap ku

"Huh ini membagongkan" pikir ku

Note : total saham Amazon tidak ku buat sama, sebab ya saya tidak tau pastinya.

Ku lihat tabungan ku di m banking.

"Hanya sisa 27 triliun yen, sementara total yang mereka jual (361 juta saham) adalah 13,8 triliun yen lebih, bisa saja ku beli semua namun ini masi berisiko sebab perusahaan sangat tidak stabil ekonominya" ucap ku

"Huh tukar saja shiba inu ku" pikir ku

Note : saham yang di jual sudah jadi tipe b, aturan pemegang saham setau author adalah, hanya pemegang saham tipe a yang berhak pada otoritas atau semua yang ada di perusahaan, jadi saham tipe b, sama saja punya bagian dalam perusahaan, punya hak dalam perusahaan, tapi tidak ada hak dalam hal keputusan akhir.

Jadi jika Haruka beli itu juga akhirnya ia pun sama saja tidak punya otoritas walaupun sahamnya melebihi 50%.

Aku mengirim email pada mereka.

Ku beli semua saham yang di jual, tapi jadikan separuhnya saham tipe A, apa bisa?

Mereka membalas.

Tidak bisa, kami hanya bisa menawarkan 8% saja saham tipe a jika tuan Haruka Shinomiya membeli semua saham.

"Sialan apa yang memegang email ini pimpinan baru mereka!" pikir ku

Aku bernegosiasi lagi, hingga akhirnya tercapai juga angka 12,67% saham tipe a yang akan aku dapatkan.

Note : pemimpinnya yang baru punya 19,70% saham tipe a.

Mereka langsung memberikan aku kapan waktu penandatanganan perjanjian pembelian saham tipe a.

Tanggal 14 Juli, jam 1 siang waktu Amerika Serikat.

"Telaso anjing, mau berangkat jam berapa bangke!" teriak ku karena mereka memutuskan waktu secara sepihak, mentang mentang aku ini bukan tokoh milyarder ataupun pengusaha berkelas

Aku langsung menelepon ayah ku.

"Ayah pinjam jet pribadi mu, aku ingin ke Amerika" ucap ku secara langsung

"Huh, sebentar sebentar ayah baru bangun ini, kamu ke Amerika mau apa?" tanya ayah ku

"Tanda tangan saham tipe a, Amazon inc" balas ku

"Kamu beli saham yang baru terjun bebas itu? Ayah kira kamu malah melepaskan saham mu dulu"

"Tidak ayah, aku tetap memperjuangkannya"

"Ayah tidak setuju jika kamu membeli saham mereka, mereka itu 80% akan bangkrut, nanti saham yang kamu beli tidak akan bernilai lagi Haruka kun" ucap ayah

"Aku pun memikirkan hal yang sama ayah, namun aku yakin mereka bisa kembali lagi, aku percaya itu" ucap ku

"Tidak pokoknya, jika kamu memang berniat membelinya, ayah akan beri tau ibumu biar kamu di bentak bentak olehnya karena kebodohan mu itu!"

Telepon di matikan

"What?" pikir ku