webnovel

3. Informasi Dasar

Saat ini aku sedang berada di perpustakaan istana, membalik halaman demi halaman setiap buku yang kemungkinan berisi informasi mengenai dunia ini lebih dalam.

Hmm? Apa aku mengerti tentang bahasa dunia ini? Ya, bisa dikatakan begitu.

Aku tidak tahu caranya tetapi sama seperti bahasa lisan, entah bagaimana aku dapat memahami semua bahasa asing ini meski semuanya memiliki susunan huruf dan alfabet yang benar-benar berbeda dari huruf alfabet di bumi.

Mungkin ini sejenis berkah dari Ritual Pemanggil Pahlawan yang digunakan para penyihir istana untuk memanggil kami para pahlawan, jadi aku tak terlalu mengambil pusing atas keanehan ini.

Maksudku, sekarang aku sedang berada di dunia fantasi berunsur pedang dan sihir. Apa yang aneh dengan fungsi seperti penerjemah bahasa otomatis? Aku yakin meskipun tidak melalui Ritual Pemanggil Pahlawan di luar sana terdapat seseorang yang memiliki skill serupa.

Oh, omong-omong mengenai skill, ternyata aku mempunyai kemampuan khusus setelah memeriksa isi [Skill List] pada statusku.

Awalnya aku gembira begitu mengetahui aku mempunyai skill tertentu berkat berkah Ritual Pemanggil Pahlawan namun setelah membaca informasi skill tersebut lebih rinci, harapanku seakan terjun bebas dari ketinggian 10 Kilometer.

"[Mana Sight]!" ucapku mengaktifkan skill.

Di saat yang sama pandanganku dipenuhi oleh berbagai macam butiran selayaknya debu, tetapi memiliki warna yang berbeda dan dapat terlihat lebih jelas.

Benar, itulah skillku, [Mana Sight].

Kurasa aku tidak perlu menjelaskan kemampuan skill ini terlalu panjang mengingat namanya saja sudah lebih dari cukup untuk menjelaskan semuanya, jadi akan lebih baik jika aku memperlihatkannya secara langsung.

---

Mana Sight

Sebuah kemampuan khusus yang memungkinkan penggunanya melihat Mana secara langsung.

---

Penjelasan yang simpel bukan? Aku saja sempat terkejut saat membaca rincian skill ini untuk pertama kalinya namun saat aku mencoba mengaktifkan [Mana Sight], aku segera mengerti kegunaan skill ini.

Seperti yang tertera, [Mana Sight] adalah skill yang mampu melihat Mana—energi sihir secara langsung. Hasilnya seperti yang bisa dilihat pandanganku dipenuhi oleh berbagai partikel berwarna-warni melayang di sekitar.

Aku memang belum pernah melihat partikel seperti ini seumur hidupku, tetapi aku dapat mengetahui bahwa partikel-partikel ini adalah Mana. Inilah kemampuan [Mana Sight]-ku.

Tapi, apa bagusnya skill ini? Maksudku, [Mana Sight] tidak berguna dalam pertarungan sedangkan pahlawan haruslah bertarung melawan Raja Iblis demi menyelamatkan dunia. Aku tak menemukan kegunaan skill ini selain melihat Mana.

Satu-satunya hal yang dapat dilakukan oleh [Mana Sight] hanyalah melihat Mana dan aku tidak mengerti bagaimana caraku memanfaatkan skill ini.

Karena itulah aku datang kemari, ke perpustakaan istana untuk mencari informasi yang dapat membantuku menggunakan [Mana Sight] dengan optimal.

Menurut buku yang sejauh ini kubaca, aku menemukan beberapa hal mengenai sihir dan Mana yang mungkin membantuku.

Pertama, sihir merupakan suatu fenomena gaib yang tidak bisa dijelaskan bagaimana dan mengapa dapat terjadi. Memang terdengar tak masuk akal mengingat dunia ini merupakan dunia pedang dan sihir, tetapi terdapat beberapa informasi yang memampukan makhluk hidup menggunakan sihir.

Hal paling mempengaruhi dalam sihir adalah energi sihir atau Mana, beberapa menyebutnya energi alam atau ki, tapi kata paling populer untuk energi sihir adalah Mana. Walaupun dikatakan energi sihir, Mana sebenarnya merupakan energi hasil olahan stamina yang akan keluar dari tubuh dalam bentuk sihir.

Lalu, partikel apa yang kulihat melalui [Mana Sight]? Itu adalah partikel Mana, pecahan energi sihir yang berasal dari alam itu sendiri. Penulis buku yang kubaca menyebutnya sebagai Mana Eksternal atau Mana Semesta, sedangkan Mana yang diolah makhluk hidup melalui stamina disebut Mana Internal.

Mungkin kedua jenis ini terdengar sama, namun menurut buku partikel Mana dan Mana itu berbeda.

Mana Eksternal atau Mana Semesta merupakan kumpulan partikel Mana yang sebenarnya adalah Mana yang belum sepenuhnya bersatu menjadi yang disebut Mana. Mungkin ini seperti proton dan neutron yang sebelum diikat oleh elektron dan menjadi atom.

Awalnya aku tidak sepenuhnya mengerti, tetapi saat aku menggunakan [Mana Sight] kepada diriku sendiri aku bisa melihat bentuk Mana yang jauh berbeda dibanding partikel Mana di sekitarku. Jika Mana Semesta adalah bentuk pecahan yang belum bersatu sepenuhnya menjadi Mana, maka Mana dalam tubuhku terlihat seperti aliran air—atau mungkin lebih tepatnya seperti aliran darah?

Sejujurnya, ini cukup menyeramkan seperti kau melihat pembuluh darahmu sendiri. Aku harus cepat membiasakan diri terhadap kemampuan [Mana Sight] agar dapat kugunakan dengan baik.

Kedua, tentang tata letak geografi dunia ini. Aku sendiri telah membaca beberapa buku yang berbeda mengenai geografi dunia ini dan semuanya cukup akurat sehingga informasi di dalamnya dapat dipercaya.

Dunia ini terdiri dari tiga benua, yaitu Benua Algalith, Benua Zeon, dan terakhir Benua Nergulus.

Saat ini aku berada di sebuah kerajaan bernama Gregoria yang terletak di benua Algalith, benua yang letaknya paling utara. Di sebelah selatan Algalith terdapat Benua Zeon, sementara Benua Nergulus berada jauh di bagian barat Algalith—atau setidaknya itu yang kulihat dari ilustrasi peta dunia di beberapa buku.

Kerajaan Gregoria sendiri merupakan kerajaan yang berkuasa di sebelah timur Benua Algalith, kerajaan bergaya eropa abad pertengahan yang nampaknya cukup makmur dan telah berdiri selama setidaknya seribu tahun, salah satu kerajaan tertua dan terbesar di benua Algalith.

Selain Gregoria, Benua Algalith juga dikuasai oleh beberapa kerajaan lain seperti Kerajaan Telmira di sebelah barat, Dreadborg di bagian utara, dan terakhir Axelwald yang berkuasa di bagian selatan Algalith.

Sebenarnya masih terdapat beberapa kerajaan kecil lain yang tersebar di seluruh Algalith, namun keempat kerajaan besar ini sangatlah mendominasi kekuasaan wilayahnya masing-masing yang menyebabkan kerajaan-kerajaan kecil tertekan dan tunduk kepada mereka.

Bukankah itu lebih mirip provinsi dibanding kerajaan? Maksudku, di bumi wilayah-wilayah seperti ini lebih pantas disebut provinsi atau mungkin kesultanan daripada negara asing.

Aku tidak tahu banyak mengenai negara lain di luar Algalith karena kurangnya informasi tetapi menurut suatu informasi yang kubaca barusan, jadi aku tak bisa menjelaskan lebih banyak tentang geografi di luar Algalith.

Ah, jika itu Nergulus maka aku tahu beberapa.

Menurut yang tertulis di buku, Benua Nergulus adalah tempat hunian para Iblis. Mereka merupakan makhluk jahat yang berniat menguasai dan menelan dunia ke dalam kehancuran—atau setidaknya itulah informasi yang kubaca dari buku-buku ini.

Aku tidak tahu apakah informasi ini benar atau hanya doktrin diskriminasi manusia terhadap makhluk yang disebut Iblis namun di bumi juga menyebutkan Iblis adalah makhluk jahat, jadi kurasa tidak ada salahnya mengetahui hal ini.

Masih ada beberapa hal yang kudapatkan dari buku di sini selain semua itu, tetapi kelihatannya waktuku sudah tiba. Maksudku, waktu makan malamku sudah tiba. Perutku mulai berbunyi beberapa saat lalu.

"Baiklah, kurasa hari ini kucukupkan saja dulu," ujarku sembari menutup buku berjudul 'Panduan Menggunakan Sihir untuk Monyet'.

Apa? Siapa yang tidak tertarik terhadap sihir jika berasal dari dunia yang tak memiliki sihir sama sekali? Aku jelas amat tertarik, terutama setelah mengetahui kemampuan khususku adalah melihat aliran Mana yang merupakan dasar dari segala sihir.

Harus kuakui judul buku itu memang sedikit mengganggu namun aku sendiri tak tahu apapun mengenai sihir, jadi dipanggil monyet oleh penulis buku karena ketidaktahuanku terhadap sihir bukanlah masalah besar.

Lagipula, kalimat ejekan seperti 'monyet' atau nama hewan lainnya tidak terlalu kupikirkan mengingat aku sering mendapat yang lebih parah. Terprovokasi oleh ejekan seperti itu sungguh memalukan untuk seorang remaja berusia 16 tahun seperti diriku.

Setelah merasa cukup membaca aku mengembalikan buku-buku tersebut ke tempat asalnya sebelum pergi menuju ruang makan yang diarahkan oleh pelayan istana.

Biar kuberitahu suatu fakta, istana tempatku berada saat ini bukanlah sesuatu yang menakjubkan seperti di film atau novel. Tempat ini justru lebih mirip tempat syuting film horor kalau boleh jujur.

Yah, jika itu siang hari istana terlihat megah dan mewah, namun saat malam hari tiba suasana horor disertai aura mencengkam cukup untuk membuatku sedikit khawatir mengingat alat penerangan di zaman seperti ini hanya lilin dan obor—atau jika beruntung kau bisa melihat lampu sihir yang sebenarnya jangkauan cahayanya tidak terlalu jauh berbeda dari obor biasa.

"Ruang makan di sebelah sini, tuan Chandra." Pelayan yang mengantarku membungkuk sesaat setelah sampai di pintu ruang makan, lalu pergi menyusuri lorong istana sampai menghilang dalam cahaya remang-remang obor.

Hebat sekali pelayan itu mampu melangkah tanpa gentar di dalam kegelapan. Aku harus segera membiasakan diri terhadap teknologi dunia ini agar dapat beradaptasi.

Setelah berpikir demikian aku menyentuh pintu ruangan hendak membukanya, tetapi belum sempat kudorong pintu sudah terbuka dengan sendirinya.

Oh, apakah ini pintu sihir atau sejenisnya? Ah, ternyata pelaku yang membuka pintu adalah Charles dan rombongannya. Mereka berdiri dengan tampang sedikit terkejut di sisi dalam ruangan saat melihatku, namun hanya beberapa saat saja sebelum melangkah pergi tanpa berucap sepatah katapun.

Aku tersenyum kecil melihat keempatnya melangkah pergi, "Mereka bersikap seperti biasa, itu hal wajar. Tidak perlu berpikir terlalu jauh."

Harus kuakui aku sempat berharap mereka bersikap lebih baik terhadapku mengingat kemampuan gelar [Master of Misfortune]-ku, tapi sepertinya aku berharap terlalu tinggi. Mungkin sikap mereka terhadapku memang tidak ada kaitannya dengan kesialanku.

Apapun itu tidak perlu kupedulikan terlalu jauh.

Mereka tidak ingin mempunyai ikatan atau kaitan denganku karena Dewi Kesialan selalu mengintaiku setiap saat, jadi aku pun tak ingin begitu peduli.

Aku sudah sendirian sejak awal karena kesialanku ini sehingga aku tak mau berharap meski rasio keberuntungan dan kesialanku kini berbanding terbalik berkat [Master of Misfortune].

Mengabaikan mereka aku pun berjalan memasuki ruang makan untuk mengisi perut. Anehnya, aku merasakan tatapan sinis dari para prajurit di sekitar selama diriku berjalan.

"Hei, kau sudah dengar mengenai pahlawan terlemah di antara kelima pahlawan yang dipanggil?"

"Aku sudah mendengar rumornya tapi pahlawan tetap pahlawan, bukan? Pahlawan tetaplah pahlawan, dia pasti lebih kuat dari kita."

"Kau salah kaprah, kawan. Statusnya benar-benar lemah, selemah orang biasa menurut ksatria yang menjaga ruang tahta. Dia bahkan tidak memiliki kelas ataupun gelar pahlawan."

"Kau serius? Aku tidak pernah mendengar ada orang biasa terpanggil bersama pahlawan."

"Justru karena itulah Ritual Pemanggil Pahlawan kali ini merupakan kasus langka dalam seribu tahun terakhir. Beberapa ksatria bahkan bertaruh kapan pahlawan terlemah ini akan diusir dari istana oleh Yang Mulia."

"Dipanggil dari kehidupan di dunianya secara paksa tanpa jalan pulang, lalu dibuang begitu saja karena tak mendapatkan kekuatan khusus melalui Ritual Pemanggil Pahlawan. Itu menyedihkan."

Ah, begitu rupanya. Itu menjelaskan mengapa para prajurit yang tengah mengambil jatah makan malamnya menatapku dengan sinis. Sepertinya kabar mengenai betapa lemahnya diriku sebagai salah satu pahlawan yang terpanggil telah bocor keluar.

Yah, aku tak begitu memikirkan tentang perkataan atau tatapan sinis mereka karena tidak ada yang salah dari itu semua. Aku memang lemah dan itu fakta. Menyangkal hal tersebut hanya akan membuat keributan yang tak diperlukan.

Toh, jika bisa aku juga tak ingin bertarung sebagai pahlawan. Selain tak begitu berguna di medan pertempuran aku juga masih sayang nyawa, ditambah aku sama sekali tidak mempunyai pengalaman bertarung.

Aku memang berpengalaman dalam mencegah atau menghindari suatu hal buruk yang datang kepadaku melalui Kesialan yang Menembus Dunia-ku, tapi pengalaman bertarungku nol besar.

Jika aku bertarung di sisi Charles aku pasti akan mati seketika, dibunuh oleh lawan atau terkena dampak balik serangan rombongan Charles. Statusku yang lemah tidak memungkinkanku bertarung bersama mereka.

Jadi, jika Yang Mulia Alestio mengusirku maka aku akan berterima kasih.

Lebih baik aku berpetualang mengelilingi dunia ini daripada harus bertarung di sisi orang yang tak menyukaiku seperti mereka. Tidak akan ada kerja sama di antara kami jika demikian.

Huh? Kau bertanya apa aku tak ingin kembali ke bumi setelah diusir? Tidak, terima kasih. Aku akan tinggal di sini.

Kenapa? Tentu saja karena gelar [Master of Misfortune], memangnya apa lagi?

Aku memiliki gelar [Master of Misfortune] yang mempunyai kekuatan untuk membalikkan rasio keberuntungan dan kemalanganku, sementara di bumi aku akan kehilangan gelar ini yang berarti kesialan akan menghantuiku lagi hari demi hari.

Kau tahu, tidak ada hari tanpa luka akibat kesialanku, jadi aku cukup yakin rasio keberuntungan dan kesialanku sekitar 20 banding 80 jika tidak lebih. Itu berarti saat ini rasio keberuntunganku adalah sekitar 80% menurut kekuatan [Master of Misfortune].

Lagipula, aku tak mempunyai siapapun di bumi yang ingin kutemui. Kerabat yang menjagaku juga terpaksa melakukannya karena tak ingin kesialan menghampiri mereka sehingga aku tinggal sendirian di sebuah kos-kosan kecil.

Aku tak ingin membuang kehidupan tanpa kesialan yang kuidam-idamkan selama ini hanya demi dunia yang tidak ada bagus-bagusnya untukku.

"Hei, kalau kau tidak mengambil makanan maka menyingkirlah! Kau menahan antrian!"

Ups, sepertinya aku terlalu tenggelam dalam lamunanku. Lebih baik aku segera pergi dari sini setelah mengambil makanan.

Seusai mengambil beberapa menu makanan aku pergi dan mencari meja kosong untukku mengisi perut. Aku tak ingin satu meja dengan prajurit atau ksatria yang menatapku sinis karena hanya akan menurunkan nafsu makanku.

Aku menemukan satu meja kosong dan segera meletakkan nampan makanan, lalu menyantap makananku satu demi satu sambil mengabaikan tatapan sinis yang terarah kepadaku.

Aku memang sudah terbiasa terhadap perlakukan seperti ini, tapi bukankah sekarang aku mempunyai [Master of Misfortune]? Di mana keberuntunganku yang seharusnya bekerja sekarang?

Oh, mungkinkah aku dapat makan dengan tenang tanpa diganggu secara fisik saja sudah termasuk keberuntungan untukku? Terdengar cukup adil.

"Hmm? Kenapa makanan di abad pertengahan bisa terasa nikmat?" ujarku spontan begitu menyadari rasa masakan di nampanku tidak jauh berbeda dari makanan di bumi.

Kupikir karena dunia ini berlatar di abad pertengahan masakan juga akan terasa hambar dan tak terasa enak, ternyata diriku salah besar. Kurasa aku terlalu mengandalkan pengetahuanku mengenai abad pertengahan di bumi.

Lagipula, sekarang aku berada di dunia fantasi di mana pedang dan sihir adalah hal lumrah. Aku harus belajar lebih banyak mengenai informasi dasar tentang dunia ini jika ingin tinggal di sini.

Baiklah, sudah diputuskan. Tujuanku saat ini menyerap semua informasi umum yang ada sebelum ditendang dari istana. Aku harus kembali ke perpustakaan dan mengumpulkan informasi setelah menghabiskan semua ini.