webnovel

2. Penguasa Kemalangan

Setelah pemeriksaan status kami, para pahlawan dibimbing menuju ruangan masing-masing untuk beristirahat. Begitu banyak informasi dan kejadian aneh yang masih belum dapat kami cerna sempurna sehingga kami butuh istirahat.

Masing-masing dari kami diberi sebuah ruangan pribadi yang cukup berdekatan satu sama lain. Awalnya semua berjalan baik-baik saja tanpa ada keluhan sampai pelayan istana yang mengantar kami pergi, Bernard menarik kerah pakaianku dan melemparku menghantam salah satu dinding.

"Ugh.... Itu menyakitkan...." Aku merintih kecil merasa sakit yang tak sedikit di punggung, "Hei, bisakah kau melemparku sedikit lebih pelan? Status kita berbeda jauh, jadi untukku ini lebih menyakitkan dari yang terlihat."

"Kau masih berani berkata seperti itu setelah melibatkan kami semua ke dalam lingkaran setanmu?" Bernard tidak melepaskan kerahku, sebaliknya dia justru menariknya lebih kuat hingga kakiku sedikit melayang dari lantai.

Aku yang mulai merasa sesak nafas meraih lengan Bernard berusaha mengangkat badanku agar dapat bernafas lebih leluasa, "Bukan salahku kalian secara tidak sengaja berjalan di sekitarku ketika hendak duduk di bangku kalian."

"Kau bajingan!" Bernard tidak bisa menahan diri lagi, dia melayangkan sebuah pukulan tepat di pipiku, membuatku terhempas dan berguling di lantai beberapa kali sambil mengerang kesakitan.

Awh, ini lebih menyakitkan dari yang kuduga. Status Str senilai 60 saja sudah sesakit ini, bagaimana jika Charles yang dua kali lipat lebih kuat memukulku? Mungkin aku bisa mengalami gegar otak atau bahkan hilang ingatan, bukan tidak mungkin aku kehilangan nyawa.

Saat aku hendak bangkit, Bernard mendekat dan meraih kerahku sekali lagi membantuku berdiri disertai tangan mengepal yang telah siap melancarkan tinju kepadaku, namun sebelum dia sempat melakukannya Charles datang dan menepuk pundak Bernard.

"Bernard, itu sudah lebih dari cukup," ujar Charles berusaha menghentikan Bernard yang saat ini dikuasai emosinya.

"Hah? Kau sungguh berkata demikian setelah apa yang dia perbuat kepada kita?" Bernard masih mengepalkan tangan tak berniat mengurungkan keinginan untuk menghajarku, "Karena kesialannya kita semua terpanggil ke dunia antah berantah ini tanpa jalan pulang! Ditambah, kita juga sebagai pahlawan mempunyai beban untuk bertarung mempertaruhkan nyawa di garis depan! Jangan kau minta aku untuk tidak menghajarnya!"

"Jika menghajar Chandra akan mengubah situasi kita sekarang, maka aku akan dengan senang hati menghajarnya hingga babak belur!" seru Charles menarik pundak Bernard cukup keras hingga lelaki berbadan beruang tersebut melepaskan kerah pakaianku.

Bernard yang dikuasai emosi kini menjadi sedikit lebih tenang setelah mendengar perkataan Charles yang sebenarnya masuk akal, hanya saja akal Bernard yang kelihatannya kurang panjang hingga tak bisa berpikir ke sana.

Ups, sepertinya insting Bernard sangat tajam sampai dia bisa merasakan ejekan dalam hatiku dan memandangku dengan tatapan penuh kebencian seakan dapat membunuhku kapan saja. Lebih baik aku diam dulu untuk sementara.

Charles menghela nafas sejenak sebelum melanjutkan perkataannya, "Bernard, aku setuju jika semua kejadian ini disebabkan oleh Chandra, tapi menghajarnya tidak akan mengubah apapun."

Hei, salahkan Dewi Kesialan atas kejadian ini, jangan diriku. Bukan maksudku ingin diikuti oleh kesialan setiap saat. Ini lebih buruk dari diikuti oleh penguntit profesional.

"Lebih baik kita berdiskusi dan saling bertukar pemahaman bersama agar kita dapat bertahan hidup di dunia ini," jelas Charles menyelesaikan ceramahnya pada Bernard.

Bernard mengangguk pelan menyetujui perkataan Charles yang dia rasa masuk akal, "Baiklah, kalau begitu aku akan menunggu di ruanganmu."

Charles mengiyakan balasan Bernard sebelum pandangannya beralih menujuku yang kini bangkit dari lantai sembari membersihkan debu yang menempel di pakaianku.

"Terima kasih, Charles. Jika kau tak menghentikannya maka mungkin aku sudah terbaring sekarat dihajar oleh Bernard." Aku mengutarakan rasa terima kasihku kepada Charles, namun apa yang kudapat sebagai gantinya bukanlah sesuatu yang kuharapkan.

Charles meraih kerah pakaianku persis seperti Bernard sebelumnya dan memberikan tatapan dingin nan tajam kepadaku, "Dengar, Chandra, aku melakukan ini bukan demi kebaikanmu. Aku hanya tak ingin perhatian Bernard dikuasai emosi dan kebencian yang kemudian memecah konsentrasinya sebagai pahlawan."

Setelah berkata demikian Charles melepas sekaligus menghempaskanku kembali membuatku terduduk di lantai sekali lagi dan sebelum melangkah pergi menyusul Bernard, dia memberikan pandangan penuh kemarahan dan kebencian, "Jika bukan karena kau rekan sekelasku, mungkin aku sudah menghajarmu lebih parah dari yang Bernard lakukan."

Charles pergi begitu menyelesaikan kalimatnya, meninggalkanku yang masih terduduk di lantai sambil tersenyum kecil. Charles tak sempat melihat senyuman kecil di bibirku selagi melangkah membelakangiku.

Hmm? Kau bertanya mengapa aku tersenyum? Ini bukan karena Charles mempunyai niat tersembunyi demi membantuku namun justru sebaliknya, dia sama sekali tak memiliki niat seperti itu.

Aku tersenyum karena lega atas situasi ini yang tidak menjadi lebih parah. Jika Charles tak menghentikan Bernard, mungkin aku sudah terbaring bersimbah darah disertai lebam di sekujur tubuh di atas lantai sekarang. Kau tahu betapa jauhnya perbedaan statusku dengan Bernard.

Yah, aku sudah terbiasa dengan hal semacam ini karena takdir sialku, jadi tidak kubawa terlalu serius. Cedera seperti lebam dan darah sudah menjadi makanan sehari-hari bagiku, kau tahu.

Menurutmu kenapa status Vit, daya tahanku merupakan yang tertinggi di antara statusku lainnya?

Abaikan itu, aku perlu beristirahat di ruanganku agar rasa sakit ini lebih cepat memudar dan mencerna berbagai informasi yang telah kuperoleh seharian ini.

Charles dan ketiga pahlawan lain itu tidak akan membiarkan diriku ikut dalam sesi diskusi bersama mereka, jadi akan lebih baik jika terdapat perpustakaan yang dapat kupakai untuk mencari informasi sesudah rasa sakit ini mereda.

Tapi sebelum itu, mari beristirahat sejenak.

***

Aku merebahkan badanku di kasur yang telah disediakan untukku, melemaskan seluruh otot dan membiarkan kapuk empuk melahapku perlahan. Itu membuat rasa sakitku menghilang lebih cepat.

"Ah, ini nikmat...."

Sejujurnya, melihat kondisi lingkungan sekitar yang berlatar istana di sebuah kerajaan ala abad pertengahan aku sempat mengira bahwa semua benda berkualitas jauh lebih rendah dari bumi yang telah mencapai zaman modern, tapi ternyata aku salah.

Ambil saja kasur empuk ini sebagai contoh.

Aku tidak tahu pasti bagaimana keadaan masyarakat abad pertengahan, namun dilihat dari teknologi yang ada seharusnya tidak ada kasur seempuk ini di abad pertengahan. Kasur ini bahkan lebih empuk dan nyaman dibanding kasur tempatku tidur sehari-hari.

Selain kasur terdapat pula furnitur kamar yang tak kalah berkualitas seperti meja dan kursi di pojokan ruangan. Kupikir meja dan kursi di abad pertengahan hanya berupa furnitur yang dibuat seadanya dengan menyusun, memaku, dan menglem bagian-bagian tertentu, tapi sekali lagi aku salah.

Kursinya terbuat dari kayu yang nampaknya teramat bagus, kapas empuk sebagai alas duduk agar pengguna terasa nyaman, lalu terdapat pula ukiran pahat yang begitu cantik sampai aku tak percaya sedang berada di sebuah dunia berlatar abad pertengahan.

Aku memang bukan ahli furnitur atau sejenisnya, tapi jika di bumi kursi seperti ini mungkin akan terjual paling sedikitnya tiga juta rupiah untuk sebuah kursi saja. Itu kursi tunggal bukan sejenis sofa.

Tidak cukup dengan kursi, bahkan mejanya pun terlihat sangat mewah tidak peduli dari sisi manapun kau memandangnya. Ukiran pahat yang menghiasi kaki serta permukaan mejalah yang membuatnya terlihat begitu mewah.

Tapi, kurasa ini hanya berlaku di istana atau kediaman bangsawan saja. Aku tidak yakin penduduk biasa mampu membeli produk semewah ini, bermimpi saja mungkin tidak akan bisa.

Hmm? Bagaimana aku mengetahui hal ini? Yah, aku cukup familier terhadap literasi sejenis ini. Jika ada raja pasti terdapat pula yang namanya bangsawan, lalu golongan bangsawan pastinya adalah orang-orang kaya seperti pejabat negara.

Lalu, rakyat biasa? Seperti yang terdengar, warga jelata seperti diriku atau mungkin juga dirimu. Hanya penduduk biasa yang tak mempunyai keistimewaan tertentu.

Oh, omong-omong mengenai penduduk biasa, kelas yang kumiliki jauh berbeda dari kelas milik Charles dan kelompoknya. Mereka benar-benar memiliki kelas 'pahlawan' dan bahkan mempunyai gelar senada pula. Sedangkan aku?

Kelasku adalah [Citizen] yang bisa dikatakan juga 'penduduk' atau 'penghuni'. Cukup satu fakta itu saja sudah menjauhkanku dari segala macam yang berbau pahlawan.

Nah, yang kupermasalahkan sekarang adalah gelarku. Apa hubungan [Citizen] dengan [Master of Misfortune]?

Aku tahu gelar itu memiliki hubungan kuat dengan nasib sialku yang mampu menembus dunia, tapi aku tak melihat hubungan kedua kata ini. Apa [Master of Misfortune] kudapatkan hanya karena pengaruh dari nasib burukku?

Jika benar begitu maka itu terlalu menyedihkan bahkan untukku. Benar-benar kesialan yang menembus dunia.

Tunggu sebentar, jika status ini memiliki sifat seperti game di bumi, bukankah berarti aku bisa melihat rincian keterangan mengenai gelarku? Seingatku Raja Alestio juga mengatakan hal serupa.

Jika kita menginginkannya maka kita bisa melihat lebih dalam mengenai kekuatan dan kemampuan kita sendiri melalui status. Itu mirip seperti sugesti.

Baik, mari kucoba dengan melihat statusku di dalam kepala.

"[Status Display]," batinku membuka status. Dalam beberapa detik layar berisi status muncul di dalam kepalaku dan hanya diriku seorang yang bisa melihat maupun membacanya.

Hmm, tidak ada perubahan apapun dari statusku. Jadi, aku harus membayangkan, menginginkan, atau memberikan sugesti terhadap diri sendiri bahwa aku ingin melihat statusku lebih rinci.

Status... gelar... kekuatan... kemampuan... lebih rinci.... Oh, gambarannya sudah muncul di kepalaku. Tidak ada perubahan berarti kecuali terdapat sebuah pilihan lain berupa tulisan 'Skill List'.

Jika ini mirip seperti game bukankah itu berarti seharusnya aku juga mempunyai skill tertentu sebagai kemampuan dasar? Ehm, aku amat sangat tertarik terhadap sesuatu yang disebut [Skill List], tapi prioritasku adalah gelar yang sesuai denganku ini, [Master of Misfortune].

Dengan keinginan itu aku memfokuskan pikiranku terhadap [Master of Misfortune] dan detail rinciannya terbuka, memperlihatkan sederet tulisan yang berisikan beberapa hal seperti berikut ;

---

Master of Misfortune

Sebuah gelar tertentu yang hanya bisa didapatkan oleh seseorang yang telah menghadapi begitu banyak kemalangan seumur hidupnya.

Sebagai ganti seseorang telah menghadapi begitu banyak ketidakberuntungan selama hidupnya, pengguna bisa diibaratkan telah menguasai ketidakberuntungan. Rasio keberuntungan dan kesialan pengguna akan berbanding terbalik setelah mendapatkan gelar ini.

---

...

....

.....

Omong kosong macam apa ini? Tidak, apa ini sungguhan? Tidak tidak tidak, ini pasti mimpi.... Ini pasti mimpi! Ini mimpi yang amat sangat indah! Jika tidak maka mustahil aku mendapatkan kenyataan seindah ini!

Ah, aku tahu. Ini pasti sejenis 'kebahagiaan di awal, penderitaan di akhir' benar, kan? Ya, pasti begitu. Jangan terlalu percaya diri dan terbawa suasana, Chandra. Tenangkan dirimu....

Tarik nafas... hembuskan nafas... tarik nafas... hembuskan nafas....

Tidak, mana mungkin aku bisa tenang jika begini caranya! Ini benar-benar mengunggah rasa penasaran dan kebahagiaanku hingga menembus langit! Lihatlah tubuhku sampai bergemetar saking semangatnya diriku!

Tenang, Chandra tenang. Jangan sampai kau terlalu bersemangat dan darahmu naik hingga ke ubun-ubun, kau bisa kehilangan kesadaran jika terlalu berlebihan.

Setelah beberapa saat menarik dan menghembuskan serangkaian tarikan nafas, aku menjadi lebih tenang—meski gemetar yang menggetarkan seluruh tubuhku belum hilang.

Hei, aku orang yang selalu dikuntit oleh Dewi Kesialan sejak kecil dan jika ini benar maka seluruh hidupku akan sungguh-sungguh berubah. Maklumi saja jika aku merasa overhype terhadap hal ini.

Nah, satu hal yang menjadi permasalahannya adalah bagaimana caraku memastikan gelar ini sungguh membalikkan rasio keberuntungan dan ketidakberuntunganku?

Aku sudah mendapatkan gelar ini semenjak terpanggil kemari dan aku cukup yakin belum ada hal bagus yang terjadi... padaku....

Ah! Benar, perlakukan Raja Alestio kepadaku! Kalau diingat kembali dia menanyakan namaku dan bersikap ramah kepadaku selayaknya manusia! Jauh berbeda dari perlakukan orang-orang yang mengenalku selama ini!

Apa? Kalian tidak pernah mendapat tatapan jijik dan terganggu seperti sedang melihat kecoak dari orang lain? Hei, Jangan melihatku dengan pandangan penuh rasa iba seperti itu!

Oh, omong-omong tentang keberuntungan, aku mendapatkan ruangan semewah ini juga kelihatannya bisa dikatakan beruntung.

Kau tahu, pernah saat aku masih SMP dan mengikuti darmawisata, aku tak mendapatkan kamar layak untuk tidur sebagai tamu di sebuah hotel karena penuh. Alhasil aku harus menetap di ruang kebersihan untuk beberapa malam.

Sedangkan teman-teman seangkatanku? Mereka tidur dengan nyenyak di atas kasur empuk nan nyaman sementara aku menghabiskan malam-malamku bergelut melawan nyamuk di ruangan kebersihan itu.

Mengingat kembali kenangan itu, mendapatkan kamar mewah sebagai ruang beristirahat seperti ini termasuk kategori 'Amat Sangat Beruntung' dalam ramalan keberuntunganku.

Berarti meninjau semua yang telah kualami di bumi dan di tempat ini... kurasa kemampuan gelar ini sungguh nyata, ajaib, dan misterius. Aku tak mengerti bagaimana hal sejenis ini dapat bekerja, tapi dipanggil kemari kurasa tidak terlalu buruk.

Tidak terlalu buruk? Chandra, ini yang dinamakan 'berkah di balik kemalangan'! Di dunia ini semua kemalanganku akan tergantikan oleh keberuntungan! Apa ada yang lebih baik dari itu? Tentu saja tidak!

Oh sial, setelah mengetahui kemampuan [Master of Misfortune] adalah nyata aku menjadi begitu bersemangat. Jantungku berdebar-debar tak karuan seolah anak SD yang hendak berdarmawisata untuk pertama kalinya.

Aku perlu menenangkan diri sekali lagi. Ini lebih parah dari yang kuduga.

Setelah beberapa saat mengatur nafas aku menjadi sedikit lebih tenang. Semangatku atas terbaliknya rasio keberuntungan dan ketidakberuntunganku memang tidak luntur, namun untuk saat ini aku harus memprioritaskan sesuatu yang tidak kalah pentingnya.

"[Skill List], ya...."

Benar, sepasang kata tersebut sedang mengambang tepat di depan mataku—mungkin lebih tepatnya gambaran ilusi yang diperlihatkan oleh otakku seperti memakai lensa kontak yang dibekali oleh teknologi canggih ala film sains fiksi.

Sejujurnya aku sedikit penasaran terhadap kemampuanku di dunia ini. Kau tahu, meskipun bisa dibilang aku amat sangat beruntung telah mendapatkan gelar [Master of Misfortune], tetap saja skill adalah kemampuan bawaan yang hanya bisa kami para pahlawan terima sesudah terpanggil ke dunia ini.

Jika mengikuti logika tersebut maka besar kemungkinan aku akan mendapatkan suatu skill yang kurang atau bahkan tidak berguna sama sekali.

Mungkin kalian berpikir aku terlalu pesimis setelah mendapatkan gelar luar biasa yang bahkan mampu mengubah takdir seperti [Master of Misfortune], tetapi kepesimisanku sebagai orang yang selalu dilanda kesialan adalah hal wajar.

Aku sudah tidak ingin berharap memperoleh sesuatu yang cukup bagus karena ketidakberuntunganku mencegah semua itu, jikapun tidak maka pastilah ketidakberuntunganku akan mengacau di lain waktu maupun tempat.

Itulah mengapa aku tak berharap diriku mendapatkan skill bagus hanya karena memiliki [Master of Misfortune]. Pola pikir seseorang tidak akan bisa diubah dalam waktu singkat.

"Baik, sepertinya aku sudah siap," batinku mempersiapkan diri.

Memang benar aku tidak ingin berharap mendapatkan suatu skill hebat, tetapi dengan adanya [Master of Misfortune] yang memutarbalikkan rasio keberuntungan dan kemalanganku, secara tidak sadar harapanku meningkat hingga titik tertentu.

Dengan harapan [Master of Misfortune] yang kini menyertaiku, aku membuka bagian [Skill List] dan menemukan sepasang kata yang nampaknya adalah skill atau kemampuan khususku.

"Hmm? Apa ini?"