webnovel

Pertama kali melihat

Dariel mengambil dokumen yang harus dia serahkan kepada Dikta. Kini dia menunggu di depan lift untuk menuju ruangannya. Ketika lift terbuka dia sedikit terkejut melihat Kenan dan seorang perempuan ada disana. Kenan jelas orang nomer 1 dikantornya.

"Siang pak.."

"Siang…" Jawab Kenan atas sapaan Dariel.

"Daddy…..ayo anter aku." Ara menarik-narik lengan ayahnya. Lagi-lagi Ara merengek.

"Daddy ada meeting sayang sama mommy aja ya.."

"Kata mommy bilang daddy dulu."

"Daddy udah suruh mommy kesini jemput kakak Lagian kakak main kesini aja."

"Emang kenapa?ga boleh?"

"Boleh tapi datang-datang langsung nyegat Daddy gini. Sama siapa lagi kesini?"

"Sama supir Daddylah. Dad..beliin ya dad, beliin handpone barunya.."

"Kakak dari kemarin banyak permintaan deh."

"Ini kan handphone dad, semua kalangan boleh punya ga harus nunggu 17 tahun."

"Iya-iya jadi tapi sama mommy aja ya kak.."

"Makasih daddy…" Ara tanpa malu mencium pipi ayahnya sementara Dariel yang berada disana hanya terdiam.

"Kepinginnya diwujudin aja cium-cium.." Gerutu Kenan tapi bibirnya tampak tersenyum. Kini pintu lift terbuka lagi tanda mereka sudah sampai. Dariel menekan tombol untuk menahan pintu dan mempersilahkan atasannya itu keluar terlebih dahulu sebelum akhirnya dia juga keluar dan mencari ruangan Dikta.

"Iya masuk.."

"Maaf pak, ini laporan dari pak Stefan.."

"Oh iya simpen disitu aja makasih."

"Iya pak." Dariel segera meletakkan dokumennya lalu pergi lagi dari lantai yang dikhususkan untuk para direksi itu. Dilihatnya lagi sekias kearah perempuan berseragama putih abu-abu yang terus menggandeng lengan Kenan. Mendengar percakapannya tadi dapat Dariel tebak itu anaknya. Rasanya dia iri. Hanya dengan bujukan saja dia mendapatkan apa yang diinginkan. Kenan orang tua yang sangat baik dan penyayang. Dariel masuk lagi ke dalam lift. Dia teringat akan masa kecilnya.

"Pak sepatu saya udah bolong, boleh saya minta yang baru?"

"Minta baru?enak aja.." Jawab ikhsan dengan keras. Dia yang semula sedang menggambar kini melihat kearah Dariel yang tertunduk.

"Masih bisa dipakekan sepatu kamu?!"

"Masih pak."

"Ya udah jangan banyak tingkah." Ikhsan memukul kepala Dariel dengan pensilnya. Kini Dariel berjalan pergi menuju dapur. Dia kembali membereskan sisa-sisa piring yang masih kotor disana. Dituangkannya cairan pencuci piring kedalam wadah plastik yang kemudian dia campur dengan air. Setelah cukup, Dariel mulai mencuci piring dengan sabunnya lalu menyalakan air untuk membilas busa-busa yang bermunculan. Sepanjang hidupnya dia tak pernah protes diperlakukan seperti apapun dia hanya ingin mengobrol dengan ibunya tapi….sepanjang hidupnya pula Dariel tak pernah punya kesempatan.

"Heh, sapu kamar gw tuh.." Jian datang bertepatan dengan selesainya cucian piring. Dariel hanya mengangguk lalu mencari sapu yang dia simpan diujung. Dia berjalan lagi menuju kamar Jian. Menyapu bersih lantai yang dipenuhi oleh sisa-sisa makanan sementara lelaki yang seharusnya menjadi adiknya itu hanya berbaring santai sambil memainkan gamesnya. Selesai menjalankan tugas dia pergi ke pintu belakang. Dilihatnya lagi sepatu berlubangnya itu. Ah….alasnya juga sudah tipis membuat Dariel kepanasan jika berjalan. Belum lagi jika uang jajannya tak cukup untuk naik bis dia harus berjalan dari sekolah ke rumah.

"Lagi ngapain Riel?" Tanya bi nani.

"Eh bi udah pulang? Aku lagi benerin sepatu aja."

"Kenapa sepatunya?" Bi nani segera meletakkan belanjaanya dan melihat kearah Dariel.

"Engga. Ga papa. Sini aku bantuin beresin." Dariel segera menyimpan sepatunya dan membereskan belanjaan bahan-bahan masakan kedalam kulkas atau ketempat lainnya.

"Piring udah beres gini, kamu cuciin?"

"Iya tadi aku cuci."

"PR udah dikerjain?"

"Udah bi…"

"Kamu udah makan?"

"Hm…"

"Belum ya? bibi masakin nasi goreng mau?"

"Boleh, aku mau bi." Dariel senang. Meskipun hanya dengan bumbu bawang merah dan kecap nasi goreng buatan bi nani begitu lezat. Itu favorit Dariel.

**

"Tante sama om sehat?" Tanya Farah saat Dariel duduk di kursi tribunnya.

"Sehat rah, kapan-kapan main lagi dong."

"Iya nanti sama anak-anak."

"Kamu ga main lagi?"

"Engga ah cape.." Farah merentangkan kakinya sementara Dariel meneguk minumannya lagi.

"Besok pada mau masak dirumah onya lu ikut ya…"

"Liat nanti ya, kalo toko ga terlalu rame gw berani pergi. Kasian ibu sama bapak masih ngurusin Rena."

"Oh iya sekarang udah ada anak kecil. Ya udah ga papa."

"Jam berapa sih ini?kaya udah lama banget main."

"Jam 10 Riel."

"Jam 10?waduh….lumayan juga." Dariel kaget. Kini dia mengecek handphonenya namun takut-takut bapak menelpon namun ternyata tidak ada.

"Yuk…yuk….lanjut makan…" Gio bersemangat menghampiri mereka.

"Makan dimana?"

"Ya ngopi-ngopi aja Rah, di warung mie kek atau apa…"

"Bentar…gw telpon bapak dulu." Dariel segera menjauh dari menekan kontak orang tua angkatnya itu.

- Halo Riel

- Pak, Dariel pulang malem ya. Ini baru selesai olahraga mau makan dulu.

- Untung kamu kabarin ibu khawatir,

- Iya maaf pak tadi keasyikan main.

- Sama geng kamu?

- Iya pak.

- Ya udah hati-hati. Pak Sardi ga akan kunci pagar kok.

- Iya pak, Bapak sama ibu tidur duluan aja.

Dariel mengakhiri sambungannya.

"Udah yuk…"

"Yang jelas dulu nih mau kemana?"

"Ya ampun mi, deket kok ga jauh-jauh. Gw anter pulang." Gio meyakinkan.

"Gw ikut mobil Dariel aja deh sama Farah ya.." Sonya langsung menggandeng tangan Farah. Kini mereka berenam pergi ke tempat yang menurut Gio dekat. Rupanya Gio mengajak mereka kesebuah kedai mini pinggir jalan yang menyediakan mie, roti kukus atau panggang, serta susu murni.

"Tadi gw liat bu Sica ke kantor, cantik bener…"Puji Gio.

"Iya gw setuju, udah gitu jalan bareng sama anaknya, keliatannya kaya kakak ade."

"Cewek, cowok?" Dariel seakan memastikan bahwa yang perempuan yang berada di lift tadi adalah perempuan yang sama yang dilihat temannya.

"Cewek." Jawab chandra.

"Siapa sih nama anaknya?"

"Arabella."

"Kok lu tahu sih, nya?"

"Tahulah Riel gw kan HRD semua informasi karyawan gw hafal nah…kalo Direksi sih emang gw pernah liat data-datanya dari bu Lita."

"Lusa ulang tahun bapak gw bingung mau ngasih apa."

"Ngasih yang dibutuhin Riel.." Mia memberi saran.

"Bingung, segala yang dibutuhin bapak pasti punya."

"Ya kalo engga apapun deh, yang penting lu ikhlas dan niat."

"Kasih ide dong."

"Manjain bapak seharian Riel…" Chandra memberi ide.

"Gw kan senin kerja."

"Kasih aja alat pijat, bapak pasti pegel gendong Rena."

"Boleh juga.."

"Kalo engga sandal kesehatan aja…"

"Nanti bapak kesakitan."

"Berarti banyak penyakit."

"Enak aja lu.." Dariel melempar tisu kearah Gio. Malam itu mereka sama-sama berpikir mencari ide untuk hadiah ulang tahun bapak.

****To be continue

Untuk sekarang author akan menceritakan kisah cinta Dariel sebelum bersama Ara.

Pokoknya nantikan cerita Dariel yang belum pernah author ceritakan di novel sebelumnya termasuk bagaiman akhirnya dia menyelesaikan hubungannya dengan ayah kandungnya.

Don't forget leave comment and vote ya :)

Keyatmacreators' thoughts