webnovel

Please Fall For Me

warning mature content 21+ Lili, gadis muda sebatang kara yang harus menikahi teman masa kecilnya dikarenakan orang tuanya meninggal. Alan yang semula berhubungan baik dengan Lili entah kapan mulai berubah sangat dingin terhadap Lili, bahkan setelah mereka menikah. apa yang sebenarnya menimpa mereka? mengapa Alan menikahi Lili jika tidak mencintainya? pelan-pelan tabir rahasia mulai terungkap "Mungkin pernikahan kita adalah sebuah kesalahan. bukankah begitu? meskipun aku sangat mencintaimu. mungkin selamanya kau hanya menganggapku sebagai adikmu. mungkin selamanya kau tidak akan pernah mencintaiku. lagipula, bagaimana mungkin pria setampan dirimu, sedewasa dirimu dan semapan dirimu akan tertarik padaku."- Lili "Cinta adalah kelemahan, dan aku tidak mau larut dalam suatu kelemahan yang tak berujung"- Alan follow instagram : Saavana_wn favebook : Saavana

Saavana · Urban
Not enough ratings
124 Chs

Resah

Siang ini Alan memasuki kantor dengan wajah lebih dingin dari biasanya. Semua karyawan yang berpapasan dengannya menunduk takut sepanjang perjalanan. Sapaan dari merekapun hanya dianggapnya lalu lalang. Alan memang sudah lama mendapat julukan bos yang arogan. namun hari ini, seluruh penjuru kantor tahu Alan sedang dalam mood yang buruk, mereka harus lebih berhati-hati menghadapi bos mereka daripada biasanya.

Sorot mata Alan menajam mendapati seorang wanita cantik berpakaian seksi telah berada di dalam ruangan kantornya dengan pose menggoda. dahinya mengernyit tak suka dengan kehadiran wanita itu.

"apa yang kau lakukan disini?" Alan berucap ketus masih di ambang pintu ruang kerjanya.

"apa yang kulakukan? Bukankah aku sudah biasa berada disini? Kita bahkan pernah melewati malam panas ketika aku masih menjadi sekretarismu dulu?" wanita itu berjalan dengan langkah sensual mendekati Alan yang masih berdiam diri disana.

Alan melengos dan menjauhi wanita itu memilih mendekati meja kerjanya.

"heii aku merindukanmu.." suara wanita itu begitu mendayu hampir seperti desahan. Alan mendelik tajam

"jangan bercanda, kita tak pernah melewati malam seperti itu. kau bahkan tak masuk dalam kriteria one night stand ku" Alan menatap wanita itu rendah dan kembali sibuk dengan dokumennya.

Wanita itu menyeringai, dengan lancangnya ia langsung duduk di meja kerja tepat dihadapan Alan. Ia melingkarkan tangannya di leher Alan. Alan masih terdiam.

"jangan dingin begitu, dulu kau tidak begini padaku. Apa karena bocah ingusan itu kau menolakku, sayang?" ia menekankan kata terakhirnya. ia mulai berani melonggarkan dasi yang bertengger di leher Alan.

dengan perlahan namun pasti wanita bertubuh sexy itu mendekatkan wajahnya pada Alan. Ia berniat mengecup bibir Alan. Namun dengan cepat Alan mendorong wanita itu menjauh.

"pergilah kau jalang, aku sama sekali tidak berselera denganmu. Aku tidak suka yang bekas" Alan melayangkan sorot mata tajamnya. Wanita itu terkesiap dengan mata terbelalak. Alan berjalan mendekat ke ambang pintu.

"pergi sendiri atau satpam yang akan menyeretmu?" Alan membuka pintu mempersilahkan wanita itu keluar.

"ti.. tidak perlu!" dengan wajah merah padam menahan marah ia bersiap melangkahkan kakinya hendak meninggalkan tempat itu.

"Cassie!" panggil Alan menghentikan langkah wanita tersebut. ia menoleh

"jangan perlihatkan wajahmu dihadapanku lagi dan jangan pernah merendahkan istriku. Dia tidak sebanding denganmu. Camkan itu atau kau akan menyesal. Kau tahu siapa aku" Alan menyeringai kejam membuat Cassie meremang. Siapa yang tidak takut di ancam sedemikian rupa dengan seorang Alan yang terkenal kejam dalam menumbangkan musuh-musuhnya?

Cassie mendengus dan berjalan cepat meninggalkan tempat itu. semua mata karyawan memperhatikan adegan itu dengan seksama. Namun mereka buru-buru kembali ketempat kerja mereka dan pura-pura tidak mendengar setelah bertemu pandang dengan bos mereka. Beberapa diantaranya berdehem ria untuk menetralkan suasana dibalas dengusan kesal Alan.

Alan berjalan kembali ke meja kerjanya dan termenung di sana. pikirannya kacau dengan perasaan yang terus menyiksa. sepertinya malam ini ia butuh hiburan. ya, ia sangat butuh sesuatu untuk mengalihkan perasaan dan pikirannya yang tidak sejalan.

***

"apa yang terjadi denganmu?" Alan mengernyitkan dahi heran menanggapi pertanyaan dari Chris. Chris adalah salah satu sahabat terdekatnya yang tahan dengan sifat angkuhnya itu.

Alan hendak berjalan menjauhi Chris dari hingar-bingar club malam yang kian larut kian menghentak tersebut, namun Chris menghalangi langkahnya.

"kau pikir aku tidak tahu? aku dengar dari salah satu karyawanmu belakangan kau memecat beberapa karyawanmu karena kesalahan kecil mereka? astaga kau kejam sekali" Chris menodong Alan yang terkesan semena-mena terhadap karyawannya.

"bukan urusanmu. minggir" jawab Alan singkat yang memilih melangkahkan kakinya kesudut ruangan yang temaram. raut wajahnya datar seperti biasa. namun entah mengapa ia selalu terlihat tampan dan mempesona dari sudut manapun. Alan memilih tempat yang sedikit lebih tenang dari hentakan musik yang memekakkan telinga tersebut.

"hei.. aku belum selesai bicara" Chris menyamakan langkahnya dengan Alan dan ikut duduk disampingnya membuat Alan mendengus kesal.

"apa ini tentang... ehm istri kecilmu?" tanya Chris berhati-hati. sontak Alan terkesiap.

"dari mana kau tahu" jawab Alan cepat. ia mendelik tajam dan menghujam ke arah Chris yang malah nyengir kuda.

"segala sesuatu tentang mood mu pasti berkaitan dengannya!" Chris menghela napas gusar. sesekali ia menenggak minuman beralkohol di tangannya.

"kenapa kau tidak jujur saja dengannya? kau tahu? egomu akan lebih mempersulitmu!"

"Tutup mulutmu, kau menggangguku"

"hei dengarlah saran dari sahabat mu ini. sekarang kau pulang, minta maaf atas apapun kesalahanmu itu lalu ajak dia berbelanja kemanapun dia suka dan bercinta dengannya sepanjang malam. dia pasti akan luluh dengan pesonamu!" Chris cekikikan dengan perkataannya sendiri. semua wanita pasti akan luluh dengan sang ladykiller seperti Alan.

"Brengsek, dia bukan perempuan seperti itu!" Alan tidak suka dengan perkataan Chris barusan. meskipun ia akan jauh lebih mudah jika cara itu berhasil.

"hahahaha aku bercanda, aku hanya penasaran sampai kapan kau akan terus berdiam diri dan tidak memberitahu apa-apa padanya. dan ehm.. sampai kapan pula kau akan mengistirahatkan juniormu itu hahaha." Chris tergelak mengamati Alan yang terkenal sebagai raja ranjang tiba-tiba berhenti menyewa jalang sejak menikah dengan seorang bocah polos yang tidak berpengalaman. sangat kontras dengan sosok Alan dulu.

Alan hanya diam dengan wajah mengetat. ia melayangkan tatapan membunuh membuat Chris menghentikan gelak tawanya. Chris meremang dan meringis merasa telah memancing emosi Alan.

"mau kemana?" tanya Chris setelah Alan beranjak dari duduknya.

"kau sudah mau pulang? kau bahkan baru saja sampai!"

Alan tak menjawab dan keluar dari pintu club malam milik Chris tersebut.

***

CKLEK handle pintu berputar dan menampakkan wajah tampan Alan disana. ia memasuki kamarnya dengan langkah yang sangat pelan. Alan mendekat ke arah ranjang dan mendapati Lili yang sudah terlelap dalam tidurnya. ia tak tahu apa yang sedang dialami Lili dalam mimpinya, sepertinya bukan hal baik jika melihat dahinya yang berkerut dan kilatan peluh yang terpantul cahaya temaram. Alan duduk di tepi ranjang tepat di sebelah Lili yang terlelap.

Alan memandanginya lekat. matanya seolah memancarkan berjuta perasaan yang tak terungkap. lambat laun jemarinya terangkat dan mengusap wajah Lili lembut. ia merasakan jejak air mata disana. Lili pasti tertidur setelah menangis, bagaimana mungkin gadis yang begitu belia ini menanggung beban yang ia limpahkan.

Alan mendesah gusar, Lili pasti tidak mengoleskan obat untuk memarnya malam tadi dan langsung tertidur. Alan membuka laci mengambil obat itu di meja nakas dan membuka tutup botolnya. dengan sangat lembut ia mengoleskannya di tempat-tempat yang masih tampak lebam di tubuh Lili, tak jarang Alan harus sedikit menyingkap baju Lili yang membuat Alan menahan napas jengah. ia harus menahan diri untuk tidak menerjang Lili. ia menatap luka itu dengan perasaan bersalah yang besar.

masih segar dalam ingatannya ketika Lili menjerit kesakitan dan meneriakkan namanya. sesuatu yang bukan membuatnya berhenti tapi malah menaikkan hasratnya untuk semakin memperlakukannya dengan brutal. Alan baru berhenti setelah Lili pingsan, tak tahu kapan ia sadar jika bukan karena itu. entah mengapa Lili mampu membangunkan sisi lain dari dirinya yang selalu disembunyikan.

Alan mendekatkan wajahnya mengecup lembut dahi yang mengerut itu, kemudian ia menjauhkan wajahnya kembali menatap wajah polos yang menyembunyikan mata bulatnya dalam balutan kelopak mata yang indah.

ada rindu yang tak mau menyerah,..

sekalipun dengan temu..

ada beku yang tak leleh,..

sekalipun dengan pelukmu..

'aku merindukanmu'

jangan lupa tinggalkan jejak ya :))

Saavanacreators' thoughts