webnovel

Please Fall For Me

warning mature content 21+ Lili, gadis muda sebatang kara yang harus menikahi teman masa kecilnya dikarenakan orang tuanya meninggal. Alan yang semula berhubungan baik dengan Lili entah kapan mulai berubah sangat dingin terhadap Lili, bahkan setelah mereka menikah. apa yang sebenarnya menimpa mereka? mengapa Alan menikahi Lili jika tidak mencintainya? pelan-pelan tabir rahasia mulai terungkap "Mungkin pernikahan kita adalah sebuah kesalahan. bukankah begitu? meskipun aku sangat mencintaimu. mungkin selamanya kau hanya menganggapku sebagai adikmu. mungkin selamanya kau tidak akan pernah mencintaiku. lagipula, bagaimana mungkin pria setampan dirimu, sedewasa dirimu dan semapan dirimu akan tertarik padaku."- Lili "Cinta adalah kelemahan, dan aku tidak mau larut dalam suatu kelemahan yang tak berujung"- Alan follow instagram : Saavana_wn favebook : Saavana

Saavana · Urban
Not enough ratings
124 Chs

Tak Seindah Masa Lalu

ada rindu yang tak mau menyerah,..

sekalipun dengan temu..

ada beku yang tak leleh,..

sekalipun dengan pelukmu..

'aku merindukanmu'

Alan seolah terhipnotis dan kembali mendekatkan wajahnya mencium mata kanan Lili. namun ternyata ia tak puas sampai disana. Alan terus menurunkan kecupannya keujung bibir Lili yang sedikit terbuka dan menggoda. rasanya manis dan menjadi candu untuknya. Hingga akhirnya ia melumat bibir ranum itu dengan penuh perasaan. Alan mengusap leher, perut, dan turun ke paha dalam Lili yang tersingkap.

Alan menggeram tertahan mencium aroma tubuh Lili yang memabukkan. Alan baru akan meremas dada Lili ketika akhirnya ia merasakan pergerakan Lili yang mungkin merasa terganggu tidurnya. pergerakan itu membuat Alan sadar dan membelalakkan matanya, sontak ia menjauhkan tubuhnya yang sempat menindih Lili dibawahnya.

matanya membulat sempurna setelah tanpa sadar ia mencumbu Lili dalam tidurnya. pakaian Lili sudah tersingkap disana-sini dengan pose yang menggoda tanpa perlawanan membuat Alan menggeram menahan hasratnya yang sudah naik di ubun-ubun. dengan cepat Alan kembali membenarkan pakaian Lili seperti sedia kala dan menaikkan selimut menutupi tubuh Lili.

"Apakah hanya dengan cara ini aku bisa menyentuhmu? ini sama sekali bukan diriku" Alan menggumam lirih ia memandang Lili sendu dan mengecup dahi Lili lembut.

"maaf" satu kata terlontar dari bibirnya.

setelah memastikan Lili baik-baik saja dengan cepat Alan melesat ke kamar mandi dan mengguyur tubuhnya dengan air dingin dimalam itu.

***

LILI POV

Hari ini aku kembali pada rutinitasku yaitu kuliah setelah empat hari absen karena peristiwa memilukan itu. selama empat hari itu pula aku terus menghindar dari kak Alan. Aku selalu mengingat perlakuannya jika berhadapan dengannya. Aku tak sanggup dan jujur saja aku masih sangat takut padanya.

Aku menarik kardiganku untuk lebih menutup tubuhku melawan rasa dingin yang melingkupiku. Aku tengah duduk termenung di perpustakaan kampus ini dengan tumpukan buku yang teronggok tak berdaya dihadapanku. Jangan tanya kenapa aku berada disini. Aku tak tahu lagi tempat untuk bersembunyi dari kak Abi yang terus mendesak ingin bertemu denganku. Aku cemas dengan apa yang ingin ia katakan padaku. Dengan dalih mengerjakan tugas kuliah, disini lah aku berada sekarang, pulang kerumahpun aku hanya akan kesepian seorang diri berada di rumah besar itu, tenggelam dalam kesunyian yang menyesakkan dan membuatku limbung dalam kenangan masa lalu. Dan jujur saja sejak dulu aku adalah gadis penakut yang akan berpikir dua kali untuk menempatkan diriku pada kesendirian di tempat yang sunyi.

"haaaaahhh" aku menghembuskan napas berat.

Aku tak tahu kenapa kak Alan tidak memiliki pelayan di rumah sebesar itu, house keeper hanya datang kerumah setiap seminggu dua kali. Alhasil, akulah yang harus mengurus segala keperluan kak Alan.

"hufffft" aku membolak-balik buku tanpa minat. Tak kupedulikan orang-orang mulai melirikku dengan tatapan aneh.

aku melirik ke jam tanganku, tak terasa waktu begitu cepat berlalu dan sekarang sudah jam lima petang. Dua jam sudah aku menghabiskan waktu di tempat ini. Dela sudah pulang dari tadi, katanya ada urusan mendadak yang harus diselesaikannya.

Dengan malas aku mengembalikan buku-buku yang ku ambil tadi kembali ke raknya, sampai pada buku terakhir sorot mataku menangkap sesuatu yang menarik perhatianku. Aku meraih sebuah buku sederhana dengan sampul yang menggambarkan siluet seorang lelaki menggayuh sepeda dengan membonceng seorang gadis di belakang. Aku mengusap sampul buku itu dengan mata sendu.

bukankah dulu kita begini? Sebelum kita sejauh 'Matahari' kita pernah sedekat 'Nadi'

____

Flashback

"apa yang kau lakukan?" aku mencoba meraih seorang anak lelaki di depanku yang tiba-tiba merampas bahan makalah observasiku dengan teman-teman kelompokku. Dia adalah kakak senior kelas tiga smp, dua tingkat di atasku yang baru masuk sebagai murid kelas satu. Aku tak tahu kenapa dia senang sekali menggangguku.

"kenapa? Ini penting ya?" dia tersenyum melihat usahaku yang mulai melompat-lompat mengambil kertas itu yang dijauhkan di atas kepalanya, uuh tinggi sekali. aku benar-benar tak bisa meraihnya meski tubuhku sudah rapat dengannya berharap dapat menggapainya. Aku mulai frustasi dengan mata berkaca-kaca

"itu penting sekali, jadi tolong kembalikan kak!" aku memintanya dengan frustasi. Dia tertawa terlihat sangat terhibur dengan kesusahanku sementara aku sangat cemas kertas itu akan sobek.

"kalau mau, sini ambil" dia menyeringai. Membuatku mendesah marah

"bagaimana aku mengambilnya! Aku tidak sampai, sini kembalikan padaku"

"kalau tidak sampai sini.. aku akan membantumu mengambilnya" ia tersenyum menggoda kearahku sambil merentangkan sebelah tangannya hendak menggendongku. Ah dia mempermainkanku lagi. Wajahku memerah marah dengan sikapnya, apa-apan itu!

"berikan kertas itu"

kami berdua menoleh ke sumber suara bernada rendah itu, kami terpaku ketika kak Alan datang dan memintanya pada kakak kelasku.

"kak Alan!" aku berteriak girang merasa mendapat sekutu di pihakku.

"siapa kau?" kakak itu bertanya dengan tatapan tajam penuh selidik.

"tak penting aku siapa" kak Alan berjalan mendekat ke arahnya dan meraih kertas itu

"h..heey.. apa-apaan" kakak itu memegang kertas itu erat dan kak Alan juga tak mau kalah membiarkannya begitu saja. Aku cemas dengan mereka yang mulai menarik-narik lembaran berharga itu.

SRAAAKKK

Aku terbelalak mendengar suara sobekan itu, oh astaga mereka berhasil membuat kertas itu terbelah dua! Mereka terpaku beberapa saat dan menoleh ke arahku melihat reaksiku.

"hiks.." satu isakan lolos dari mulutku.

"HUUAAAAAAHAAAA" aku menangis sekencang-kencangnya.

"Li.. Lili, aku tak bermaksud.." kakak senior itu berusaha mendekatiku. aku masih menangis menyadari lembaran-lembaran kertas itu sudah tercecer di tanah.

Aku menjerit ketika kak Alan tiba-tiba melayangkan pukulannya ke wajah senior itu. senior itu tersungkur dengan hidung berdarah. Ia terkejut aku lebih terkejut. Kak Alan memberikan tatapan membunuh padanya. Buru-buru aku berdiri di depan kak Alan yang hendak melayangkan pukulan keduanya masih dengan sesenggukan. Aku melihat orang-orang mulai berkumpul dan akan panjang masalahnya jika ada yang melapor pada guru. Walaupun sudah jam pulang, tapi lingkungan sekolah masih terlihat ramai.

"u.. udah kak hiks.." aku mencoba menjauhkan kak Alan yang masih enggan mengalihkan tatapan tajamnya pada kakak seniorku. Kak Alan menyadari sekeliling yang mulai ramai dan aku mendengar helaan napas panjang kak Alan yang akhirnya mencoba menenangkan diri.

"kalau kau menyukainya, setidaknya jangan berikan masalah padanya" aku terbengong dengan perkataan kak Alan barusan yang ditujukan pada seniorku. Aku tak mengerti, yang benar saja! Aku masih terdiam ketika kak Alan mulai memunguti lembaran yang tercecer di tanah itu. lalu dengan mantap kak Alan meraih tanganku mengajakku pergi dari tempat itu

"oh ya satu lagi, jangan pernah mengganggu Lili lagi. Dasar bocah" kak Alan menekankan kata-katanya dengan sorot mata tajam. Aku melihat wajah kakak seniorku memerah malu dengan perkataan kak Alan. Dan dengan terseret-seret kak Alan menarikku mengikutinya.