webnovel

Playboy Is Back

Alisya hanya butuh waktu kurang lebih lima belas menit untuk menyelesaikan ritual mandinya, ia melangkah keluar dengan sudah memakai pakaian lengkap. Karena Alisya tau Raka masih ada di dalam kamar, bisa bahaya jika dia hanya menggunakan handuk saja.

Seperti dugaan Alisya, Raka masih berada didalam kamarnya. Duduk bersender di atas ranjang dengan memainkan ponselnya, entah apa yang dia lakukan. Alisya tidak ingin mengetahuinya, ia melewati Raka begitu saja menuju ke meja rias.

"Udah selesai?" Pertanyaan konyol macam apa itu? Alisya mendengus kesal, seharusnya Raka sudah tau jawabannya.

"Hm." Alisya hanya berdehem kecil menanggapinya, tangannya masih sibuk mengeringkan rambutnya.

"Sini dulu deh!" panggil Raka mengayunkan tangannya, berniat menyuruh Alisya mendekat.

Mau tidak mau Alisya menuruti permintaan sang suami, karena dirinya tidak ingin menjadi istri durhaka yang tidak pernah mendengarkan perkataan suaminya. Dengan langkah gontai, Alisya mendekat ke arah Raka. Berdiri tepat didepannya. "Ada apa?" tanyanya menaikkan alisnya sebelah.

Bukannya menjawab pertanyaan Alisya, justru Raka menarik tangan istrinya agar duduk disampingnya. Tidak sampai disitu, Raka juga memeluk Alisya dari samping, mendusel di ceruk lehernya. Sementara Alisya hanya bisa pasrah, sebenarnya ia lebih suka Raka yang manja padanya daripada kasar seperti biasa.

Alisya bergidik geli merasakan hembusan napas Raka yang menerpa lehernya. "Geli Raka! Kenapa sih?" tanyanya sewot.

"Makan dulu gih," jawabnya singkat tanpa merubah posisinya sedikitpun.

"Nanti aja deh."

Alisya merasa tidak nafsu makan untuk saat ini, terlebih pikirannya masih tertuju pada kejadian semalam. Dimana Raka mabuk sampai tidak sadarkan diri dengan dua wanita, Alisya hanya takut berbuat melampaui batas. Apalagi jika sedang mabuk, apapun bisa terjadi bukan?.

"Hey! Kenapa?" Kali ini Raka yang bertanya.

Alisya hanya menggelengkan kepalanya menanggapi pertanyaan Raka, percuma bertanya atau menasihati Raka. Ujung ujungnya Alisya yang akan kena marah.

"Makan siang di luar aja yuk," ajak Alisya menoleh menatap suaminya yang bersandar di pundaknya.

Raka sempat berfikir sejenak, tapi menurutnya itu tidak buruk. Hitung hitung menghabiskan waktu bersama istrinya, karena akhir akhir ini waktunya dihabiskan dengan para mainannya. "Not bad, apa sih yang nggak buat kamu," ucap Raka tersenyum simpul mengecup singkat pipi sang istri.

Alisya menaikkan alisnya sebelah, itulah kata kata yang sering keluar dari mulut Raka. "Yakin, mau nurutin apa aja mau aku?"

"Yakin dong." Raka menjawab dengan mantap, seolah ia benar benar yakin. Tapi faktanya ia sering sekali mengabaikan keinginan Alisya.

"Kalah begitu, aku mau kamu berhenti main-main sama wanita lain," ucap Alisya penuh penekanan.

Alis Raka bertautan, wajahnya masih santai seperti semula. "Ok, nggak masalah-"

Mata Alisya berinar saat jawaban itu keluar dari mulut Raka, ia akan sangat bahagia jika Raka serius dengan perkataannya. Pasalnya biasanya jika Alisya meminta seperti itu, Raka akan marah-marah dan bahkan membentak Alisya. Ada apa dengan Raka?.

"Kamu ser--"

"Tapi nanti, kalau aku sudah puas." Sudah Alisya duga, tidak mungkin Raka setuju begitu saja.

Raut muka Alisya yang tadinya berbinar dengan senyuman lebar, kini berubah 90°. Hanya karena perkataan Raka yang sangat menyebalkan, entahlah rasanya terasa sesak. Alisya selalu berfikir, apa kekurangannya sampai Raka mencari wanita lain.

Alisya menundukkan kepalanya, matanya sudah panas dengan cairan bening yang menggelinang di pelupuk matanya. "Kapan sih, kapan kamu merasa puas? Aku banyak kekurangan ya, sampai kamu nyari wanita lain?" Akhirnya Alisya berani mengeluarkan unek uneknya yang selama ini ia pendam, tidak peduli dengan reaksi Raka nantinya.

Sedangkan Raka membuang napas kasar, sambil memalingkan wajahnya. Ia paling tidak suka jika Alisya membahas soal itu, terlebih Raka memang menyukai kebebasan dan tidak suka di atur.

"Udah berapa kali sih aku bilang, mereka cuma mainan aku. Dan cuma kamu yang ada di hatiku Alisya!" sarkas Raka yang mulai emosi.

Perkataan itu sukses membuat Alisya mendongak, menatap Raka dengan mata yang berkaca kaca. "Setidaknya kamu hargain perasaan aku Ka!" pekik Alisya.

"Diam Alisya! Sudah berapa kali aku bilang, aku nggak suka di atur!" sentak Raka emosi, lalu beranjak dari tempat duduknya menuju kamar mandi. "Kamu cepetan ganti baju, habis ini kita keluar," sambungnya sebelum masuk kamar mandi.

Meninggalkan Alisya yang tertunduk menyendu, dadanya terasa sesak menahan segala rasa sakit dalam hatinya, perlahan cairan bening yang tadinya ia tahan. Kini meluruh membasahi pipinya, Alisya sebenarnya sudah lelah dengan silap Raka dari mereka masih pacaran sampai sekarang. Raka tidak pernah berubah, masih tetap egois dan tidak pernah memikirkan perasaannya. Hanya satu hal yang membuat Alisya masih bertahan sampai titik ini, yaitu cinta. Alisya yakin cinta bisa merubah segalanya, termasuk Raka. Apa itu mungkin?.

"Aku cinta sama kamu Raka," gumamnya tersenyum miris.

***

Raka benar benar membawa Alisya untuk makan di luar, seperti yang istrinya inginkan. Mereka masuk ke sebuah restoran yang menjadi favorit Alisya, tangan mereka saling bertautan layaknya sepasang kekasih yang harmonis. Memang hubungan mereka harmonis, tapi sayangnya harus ada salah satu yang mengorbankan hatinya dan terus mengalah demi keharmonisan.

"Silahkan duduk istriku," ucap Raka mempersilahkan Alisya duduk setelah ia menarik kursinya ke belakang.

Alisya hanya tersenyum simpul menanggapinya, ia terus berandai andai Raka bisa seperti itu hanya padanya saja. Ah..Alisya rasa itu tidak mungkin, karena Raka juga pasti memerlakukan wanita mainannya sama sepertinya.

"Makasih."

"Kamu mau makan apa?" tanya Raka sambil melihat menu makanan. Raka tanpak biasa saja setelah pertengkaran tadi, seolah lupa dengan itu semua.

"Samain aja," jawabnya singkat.

Raka mengangguk, lalu memanggil pelayan dan segera memesan makanannya. Setelah memesan Raka langsung memainkan ponselnya, mengacuhkan Alisya seperti layaknya patung pajangan disana.

"Huh percuma makan berdua, tapi dikacangin," sindir Alisya lirih, bibirnya mengerucut kesal.

Raka justru terkekeh geli menanggapinya, mengacak gemas rambut Alisya. Lalu meletakkan ponselnya seolah mengerti apa yang Alisya inginkan. "Maaf ya, tuh udah nggak main ponsel lagi. Puas?" sahutnya sambil menarik hidung Alisya.

Sementara Alisya mendelik tajam, walaupun hatinya mulai menghangat kembali karena Raka masih peka dengan apa yang dia inginkan.

"Apaan sih, sakit tau."

Tak lama kemudian pelayan datang membawa pesanan mereka, keduanya makan dengan tenang sesekali berbincang dan bercanda.

"Mau itu dong," ucap Alisya menunjuk makanan di piring Raka. Dengan senang hati Raka menyuapi sang istri.

Alisya tidak bisa berhenti tersenyum saat ini, karena memang keduanya jarang sekali menghabiskan waktu bersama. Terkadang Raka harus lembur di kantor karena banyak pekerjaan, dan Alisya juga mengurus cafe miliknya. membuat keduanya jarang mempunyai waktu bersama.

Kring.. Kring..

Deringan ponsel Raka sangat mengganggu momen keduanya, karena terus berdering Raka mau tidak mau harus mengangkatnya.

"Halo! Ada apa?"

"Ah iya aku lupa, aku kesana sekarang."

Tutt..

Setelah memutuskan sambungannya, entah kenapa Raka langsung menyambar kunci mobilnya.

"Kamu mau kemana?" tanya Alisya menaikkan alisnya sebelah.

"Ketemu Siska."

"Siska siapa?"