webnovel

Bijak atau bodoh?

Dua wanita cantik dengan berbalut dress elegan, sedang berjalan menelusuri mall. Keduanya berjalan beriringan sambil bersenda gurau, tak jarang Nata menggerutu sendiri karena Alisya sangat lama memilih barang.

"Sya! Lama banget sih lo. Milih baju doang kayak milih jodoh." Nisa duduk bersila di lantai dengan mengerucutkan bibirnya kesal, seperti anal kecil yang sedang merajuk. Tidak peduli tatapan semua orang yang berlalu lalang disana, urat malu Nata memang sudah putus sejak lama.

"Na, lo ngapain sih kayak gitu? Kayak orang gila aja. Berdiri ih!"

Nata menggelengkan kepalanya, bukannya berdiri ia justru memangku dagunya menatap sekitar. Nata lebih suka petualangan di luar ruangan daripada harus keliling mall, kebalikan dengan Alisya yang sangat suka pergi ke mall.

"Terserah lo aja deh," cibir Alisya melanjutkan aksi pilih memilihnya lagi.

Sementara Nata, masih dalam posisi yang sama netranya menyapu seluruh toko itu. Tidak ada yang menarik bagi Nata, sebelum sepasang manusia masuk kedalam toko yang sama. Seketika mata Nata melebar sempurna, dengan cepat dia beranjak dari tempat duduknya. "Bukannya itu Raka ya?" gumamnya terus menatap seorang pria dan wanita yang sedang bersama, telihat dari belakang memang itu Raka.

"Awas aja lo, Ka! Kalo bukan suami sahabat gue, udah gue cekek lo!" Nata meninju ninju tanganya sendiri, menggerutu marah. Bisa bisanya Raka berduaan dengan wanita lain di mall, sedangkan Alisya sedang galau dengan pernikahannya.

"Hey! Udah nih, ke kasir yuk!" ajak Alisya yang baru saja selesai memilih barang.

Tidak ada sahutan dari Nata, karena penasaran Alisya mengikuti arah pandangan Nata. Sungguh dia menyesal telah melihat itu, suaminya sedang bermesraan dengan wanita lain. Istri mana yang tidak sedih akan hal itu? Alisya hanya bisa menghembuskan napas pasrah. Memberi pengertian pada Raka itu sulit, apalagi meninggalkan pria itu adalah hal yang sulit bagi Alisya.

"Lah Sya! Sejak kapan lo disini?" tanya Nata yang mulai menyadari keberadaan Alisya di sampingnya.

"Sejak tadi," jawab Alisya santai dengan senyuman yang di paksakan.

"L-lo liat mereka?"

Alisya mengangguk.

"Trus lo nggak ada niatan jorokin tu cewek?" Nisa bertanya dengan menggebu, merutuki kebodohan sahabatnya.

Alisya menggelengkan kepalanya. "Percuma, Na. Yang ada bakalan ribut," balasnya tersenyum getir.

Nata menganga, tidak percaya sahabatnya itu akan sebodoh ini. Bahkan dia yang bukan siapa-siapa Raka saja, rasanya ingin mencekek leher pria itu sekarang juga. Sementara Alisya? Dengan bodohnya dia membiarkan itu semua? Sungguh Nata tidak tau jalan pikiran Alisya sekarang.

"Sya! Ayolah. Buka mata lo dulu, jangan mau dibutain sama cinta. Cowok kayak gitu perlu dikasih pelajaran, kalo lo biarin lama-lama bakalan kebiasaan."

Alisya menghela napasnya kasar, yang Nata bilang itu memang benar. Namun Alisya punya alasan sendiri kenapa dia membiarkan semua sikap Raka selama ini, walaupun terkadang memang menyakitkan.

"Lo bener, tapi kalau jahat dibalas dengan jahat itu nggak akan ujungnya. Yang ada hanyalah perpecahan, sama halnya dengan rasa sakit yang dibalas dengan rasa sakit juga. Gue nggak mau bales perbuatan Raka, biarin aja tuhan bales. Karena jika tuhan yang membalas, kemungkinan Raka akan berubah. Tapi kalau gue yang ngasih pelajaran dan bales perbuatan Raka, kemungkinan Raka bakalan pergi dari hidup gue," jelas Alisya panjang lebar, dia percaya tuhan akan merubah Raka suatu saat nanti.

"Lo tau kan, gue udah nggak punya siapa-siapa sekarang. Ayah? Bunda? Abang? Semuanya pergi ninggalin gue, dan gue takut kehilangan lagi," sambungnya dengan kepala tertunduk dalam. Ya memang benar semua keluarga anggota Alisya sudah meninggal, beberapa hari setelah pernikahannya. Ayah, bunda serta kakak Alisya mengalami kecelakaan yang parah, hal itu membuat nyawa mereka terenggut.

Hati Nata seakan tersentil dengan semua ucapan Alisya, dia tidak mengerti kenapa Alisya bisa memiliki hati selembut itu. Bahkan pemikirannya lebih bijak darinya, walaupun terkadang memang lebih terlihat bodoh. Tangan Nata tergerak mendorong kepala Alisya pelan, lalu berkata, "Lo tu bodoh! Tapi bisa bijak juga. Lo punya gue disini Alisya, gue sahabat lo!" gerutunya melipat tangannya diatas dada.

Alisya terkekeh dengan tanggapan Nata, sahabatnya itu memang tidak bisa bersikap kalem sedikit saja. Tapi bagaimanapun dia beruntung memiliki sahabat seperti Nata, yang selalu ada disaat senang maupun susah.

"Udah nggak usah drama, ayo pergi aja," ajak Alisya menarik tangan Nata secara paksa.

Setelah selesai membayar belanjaan di toko itu, keduanya segera pergi dari sana. Tujuan mereka saat ini adalah time zone, hal yang wajib dituju ketika mereka berada di mall. Tak jarang mereka beradu untuk mendapatkan kupon terbanyak, seperti anak kecil memang.

"Sya! Yang bener napa lu mainnya."

"Ini udah bener, diem lo ah."

Begitulah kedua sejoli itu, bermain beberapa permainan disana. Tak jarang saling menyalahkan karena kalah dalam pemainan. Setelah puas bermain, kedua wanita itu memutuskan untuk pergi makan. Mereka berjalan beriringan menuju ke sebuah cafe yang tak jauh dari sana.

"Nat, beli es cream yok. Gue haus nih," ajak Alisya mengayun-ngayunkan tangan Nata dengan manja.

"Yaudah beli aja sana, noh tuh ada yang jual es cream."

"Anterin kenapa sih, gak setia kawan banget sih," omel Alisya.

Nata merotasikan kedua bola matanya, apa ukuran setia kawan itu hanyalah sekedar mengantarkan sang sahabat beli es cream? Jika begitu maka Nata adalah sahabat yang paling setia kawan.

"Ngeselin banget sih lo, dimana-mana kalo haus itu minum. Bukan makan es cream!" cerocos Nata geram.

"Ya suka-suka gue dong, ayolah. Ntar kalo gue diculik gimana?"

"Yaudah ayo! Ribet lo ah." Nata menyeret Alisya pergi menuju penjual es cream. Walaupun menggerutu sepanjang jalan, tetapi tetap Nata mengantarkan Alisya membeli es cream.

Setelah sampai, Alisya segera memilih toping dan rasa es creamnya. Dia memang sangat menyukai makanan dingin itu, tak heran jika kulkas di rumahnya semuanya penuh dengan es cream. Sementara Nata hanya menunduk sambil memainkan ponselnya, tak peduli dengan Alisya yang bingung memilih toping.

"Mbak saya mau rasa..."

"Rasa vanilla satu."

Perkataan Alisya terhenti, saat dia mendengar suara yang tak asing di indra pendengarannya. Sontak saja dia menoleh medapati seorang pria jakung sedang berdiri di sampingnya.

"Raka?"

Raka tersenyum simpul. "Kamu disini juga?" tanyanya yang dibalas anggukan oleh sang istri.

"Kok kamu tau sih aku mau pesen vanilla tadi," ucap Alisya dengan senyuman lebar.

Raka terkekeh geli, menyentil pelan kening Alisya. "Jangan kepedean kamu, siapa yang mesenin kamu tadi? Itu buat Siska."

Ucapan yang lembut dengan bermaksud candaan, mampu membuat Alisya seperti tersambar petir di siang bolong. Rasanya ingin menangis, tapi Alisya tidak mau terlihat lemah.

"Sayang kok lama?"

Tak lama kemudian datang seorang wanita yang tadi Nata lihat. Nata yang awalnya tidak peduli, kini mendongak menatap Alisya. Dia terkejut setelah melihat Raka dan seorang wanita disamping Alisya, hal itu membuat Nata naik pitam terlebih Alisya yang terlihat diam membiarkan wanita itu bergelayut manja dilengan Raka.

Brakk...

"Shit! Drama apa ini!"