webnovel

Bertemu Nata

Sementara di sisi lain Alisya dan Daniel sampai di tempat tujuan, bukan untuk pulang ke rumah. Melainkan ke cafe milik Natasya-sahabat Alisya, jika Alisya merasa kesal dan marah pada seseorang pasti dia menemui Nata. Karena hanya Nata yang bisa mengerti dirinya.

Setelah turun dari mobilnya, Alisya dan Daniel berjalan beriringan masuk ke cafe. Terpampang dengan jelas nama Nata's Cafe di depan pintu masuknya, ketika Alisya dan Daniel menginjakkan kakinya masuk. Tempat itu sudah dipenuhi banyak orang, itulah kelebihan dari Nata bisa mengembangkan bisnisnya secara mandiri.

"Lo ngapain masih disini, Niel?" tanya Alisya yang berhenti tepat didepan pintu ruangan pribadi Nata.

"Ya gue mau masuk lah, mau ketemu sama Nata," jawabnya sewot, melipat tangannya di atas dada.

Alisya merotasikan kedua bola matanya, pasti tujuan Daniel ikut menemui Nata tidak jauh-jauh dari bucin. Tanpa menjawab atau menanggapi perkataan Daniel, Alisya langsung membuka pintu didepannya dengan kasar.

Brakk...

Bunyi benturan pintu dan tembok terdengar sedikit keras, menggema di seluruh penjuru ruangan itu. Suara itu sukses membuat wanita berkacamata bulat, yang semula duduk tenang di meja kerjanya terkejut karena ulah Alisya. Kedua manik matanya menatap Alisya yang menyelonong masuk begitu saja, diikuti Daniel dibelakangnya.

"Astaga Alisya! Lo bisa nggak sih ketuk pintu dulu!" Sambil mengelus dadanya, Nata mengomeli Alisya.

Alisya tetap diam, dengan perasaan yang masih kesal. Dia membanting tubuhnya untuk duduk di sofa, hembusan nafas yang dalam menandakan dirinya masih dalam suasana hati yang buruk.

Sementara Daniel juga tidak mau melewati kesempatan itu, untuk apa lagi jika bukan mencari perhatian Nata. Daniel masih dalam posisi berdiri, tersenyum penuh arti pada Nata yang sedang menggerutu karena Alisya.

"Hai Nata! Kamu apa kabar?" tanya Daniel basa basi.

Nata yang awalnya hanya sibuk menggerutu pada Alisya, kini beralih menatap Daniel. Bagaimana bisa dia melupakan Daniel yang juga ikut berada disana. "Eh Daniel, lo ngapain masih disitu? Nggak capek?--"

Daniel tersenyum simpul menanggapi perkataan Nata, tumben sekali Nata baik padanya hari ini. Dia melangkah menuju Nata dan Alisya yang sudah duduk di sofa, tetapi langkahnya terhenti karena Nata kembali membuka suaranya kembali.

"Kalo capek mending pulang aja, makasih btw udah nganterin Alisya kesini," sambung Nata menyengir tanpa dosa.

Beribu pisau seakan menusuk dalam ulu hati Daniel, dia kira Nata sudah berubah menjadi jinak padanya. Tetapi tetap saja seperti biasa, sangat susah menerima kehadiran Daniel. Entah apa yang membuat Nata sama sekali tidak pernah melihat perjuangan Daniel untuk mendapatkan hatinya, padahal Daniel tampan bahkan ketampanannya sebelas dua belas dari Raka.

Daniel mendelik tajam. "Ini gue nggak di suruh duduk dulu nih? Ditawarin minum kek apa gitu?" cerocosnya mencibikkan mulutnya kesal.

Nata terdiam, seperti berfikir sejenak. Namun beberapa detik kemudian dia menggelengkan kepalanya pelan. "Nggak, kalau mau minum ya sana di depan pesan sama pelayannya," sahut Nata ketus seperti biasa.

Disatu sisi Alisya mati matian menahan tawanya, walaupun terkadang dia kasihan pada Daniel. Tetapi bagaimanapun juga, keputusan hanya di tangan Nata dan dia juga tidak berhak ikut campur dalam urusan hati Nata.

"Nata! Jangan gitu kenapa sih, kasihan Daniel," peringat Alisya.

"Dih siapa suruh masih disini," cibir Nata.

Daniel hanya bisa menghela napasnya dalam, dia sudah terbiasa dengan sikap ketus Nata. Tapi hal itu juga yang membuat Daniel semakin gencar untuk mendapatkan cinta Nata.

"Gue--"

Ucapan Daniel harus terhenti saat ponsel yang berada di sakunya berdering, mau tidak mau Daniel mengangkatnya karena tertera nama sekertarisnya di layar ponselnya.

"Ok ok saya segera kesana," ucap Daniel pada sekertarisnya diseberang sana.

"Gue pergi duluan deh, bye Sya! Bye bebeb Nata!" Setelah berpamitan, Daniel segara melangkah keluar dari ruangan Nata.

"Idih...dikira gue bebek kali ya," gerutu Nata.

"Jangan kayak gitu, Ta. Kasihan Daniel, siapa tau memang dia jodoh lo," sahut Alisya diakhiri dengan tawa renyah.

Nata bergidik seolah tidak setuju dengan apa yang baru saja di katakan Alisya, tetapi takdir tuhan tidak ada yang tau bukan?.

"Ogah! Ok deh back to topik, lo kenapa tadi dateng kesini kayak kesel gitu?" tanya Nata.

Alisya mengembuskan napasnya kasar, mengingat bagaimana Raka meninggalkannya begitu saja hanya demi bertemu wanita lain. Sebenarnya Alisya ingin sekali menghentikan Raka, tetapi dia tidak berani melakukan itu.

"Gara gara Raka."

"Raka terus, kenapa lagi sih tu anak ha? Hobi banget kayaknya nyakitin hati lo. Pengen banget gue cincang," sahut Nata yang ikut emosi, bukan hanya karena jengah dengan cerita Alisya yang tidak pernah jauh jauh dari Raka. Namun Nata rasa Raka semakin hari semakin menjadi, dan itu yang membuatnya emosi setiap mendengar nama Raka.

Setelah itu Alisya menceritakan tentang apa yang Raka lakukan saat di cafe tadi, hanya Nata yang dia percaya untuk menjaga semua rahasia dan ceritanya selama ini.

"Tuh kan berulah lagi, udahlah Sya! Berapa kali gue bilang tinggalin aja si Raka. Atau nggak lo balas dendam kek, bikin dia cemburu. Biar tau gimana rasanya jadi lo!" ucap Nata terbawa emosi.

Alisya terdiam dengan menggigit bibir bawahnya, walaupun semua yang Nata katakan itu ada benarnya. Dia tetap akan memilih bertahan untuk hubungannya dengan Raka, bagaimanapun Raka adalah pria yang sangat dia cintai. Cinta itu memang buta, bahkan bisa menutup segala kesalahan dan kegelapan.

"Udahlah nggak usah dibahas, lo tau kan gue nggak akan pernah mau ninggalin Raka. Kecuali gue udah di ambang batas kesabaran gue," tukas Alisya mantap, tidak bisa dipungkiri jika hatinya juga sedikit ragu dengan perkataannya.

Nata menoleh menatap Alisya, tangannya tergerak untuk menarik Alisya kedalam pelukannya. Dia sangat beruntung bisa mempunyai sahabat sebaik Alisya, yang suka sekali mengalah dan sangat sabar. Tetapi Nata juga takut, jika kesabaran serta kebaikan Alisya justru dimanfaatkan orang lain.

"Sayang banget sama sahabat gue ini," ucap Nata memeluk Alisya dengan erat.

Selang beberapa saat Alisya melepaskan pelukannya, berganti menggerakkan tangannya untuk mencubit pipi Nata gemas. "Gue juga sayang banget sama lo," sahutnya dengan kekehan khas.

Nata mendengus kesal sambil mengerucutkan bibirnya, mengelus pipi yang tadi menjadi korban tangan Alisya.

"Hiss sakit tau, eh gimana kalau kita pergi ke mall aja. Hitung-hitung buat hangout bareng ya nggak? Dari pada lo mikirin Raka terus, makan hati lo lama-lama."

"Ayok!"

Mendengar jawaban Alisya, Nata segera beranjak dari tempat duduknya. Membereskan semua barang diatas meja kerjanya, menyambar tas serta ponselnya. Kemudian keduanya keluar dari cafe itu dengan senyum yang mengembang.