webnovel

Perfect (Crazy Ex-Husband)

zhaErza · Urban
Not enough ratings
6 Chs

4. Kenangan

Kemarin malam adalah hari yang begitu menyenangkan bagi Siera, bagaimana tidak, sebab ia menyantap makan malam bersama dengan sosok mama dan papa. Dan yang paling membuatnya tidak bisa untuk tak terus tersenyum karena sang papa sekarang akan tinggal di rumah ini seperti dahulu. 

Pagi hari, Siera akan pergi ke sekolah bersama Andrew dan Selena, tidak lupa mengantarkan sampai ke depan kelas dan memberikan ciuman. Setelah itu ia dengan masuk ke kelas dengan semangat dan bertemu dengan Lissa—sahabat Siera.

Duduk di kursi, Lissa yang ada di samping telah menyapa dan gadis yang mengucir dua bagian rambut itu terkejut ketika untuk pertama kali Siera diantarkan oleh kedua orang tua. 

"Wah, selamat, Siera. Orang tuamu bersama lagi, eh, kau memilik papa yang sangat tampan, tahu tidak." Lissa berceloteh, membuat Siera tertawa kecil dan mengangguk dengan antusias. 

"Aku benar-benar sangat senang, kau tahu papa bahkan memberiku hadiah ini." Ia menunjukkan kalung berbandul hati kepada Lissa, membuat gadis kecil berusia sepuluh tahun itu menatap dengan pandangan berbinar. 

"Itu sangat indah!" 

Antusiasme langsung ditunjukkan Siera, ia mengatakan bahwa sang mama juga diberikan hadiah yang sama, tetapi memiliki bandul yang berbeda. Jika milik Siera adalah hati dengan permata merah, milik Selena adalah kelopak bungan cosmos yang begitu indah dan merah muda. 

Gadis kecil itu juga merasa amat senang karena mengetahui mamanya memakai kalung pemberian papa. 

***

Baru saja sampai di tempat kerja, Selena lantas turun dari mobil Andrew dan berpamit. Itu adalah sebuah galeri lukisan yang merupakan milik temannya—Marcus. Laki-laki berambut pirang ikal itu jarang berada di sini dan lebih sering keliling dunia, itu sebabnya untuk tempat yang satu ini diserahkan secara penuh kepada Selena dan juga sang asisten—Lea. 

Bagunan yang berbentuk segitiga bak piramida itu menjadi tempat untuk Selena setiap memantau aktivitas pekerja, membuat lukisan dan juga memperkenalkan karya terbaru yang mereka ciptakan. Sesekali, beberapa artist yang tergabung di dalam kelompok kesenian Clover akan datang dan mereka terkadang membuat event atau bahkan promosi, berbagai kerajsama lain seperti membatu korban-korban bencana alam atau rakyat miskin di suatu daerah terpencil. 

Memasuki ruangan kerja, Selena segera mengganti baju dan mengenakan celemek dan juga mengikat rambut. Sebuah lukisan setengah jadi terpampang di sana, bentuk telihat abstrak, tetapi menyimpan kisah di balik setiap goresan kuas dan cat. 

Kenangan, itu adalah judul yang terngiang di benak Selena. Ia tahu bagaimana kehidupan mereka sebelum semua ini terjadi, Andrew yang dahulu adalah teman pertamanya, yang datang karena ia begitu sering diejek teman-teman sekelas ketika masih di sekolah dasar, kemudian mereka berteman dan menjadi akrab. Sampai di suatu waktu mereka berpisah, tidak bertemu lagi begitu lama. 

Saat di jenjang Senior High School, Selena kembali berjumpa dengan sosok laki-laki itu yang telah remaja. Berbeda, dingin dan menyimpan seribu cerita di mata emerald yang berubahg warna menjadi kelam. Namun, Selena tetap mendatangi Andrew dan berharap bisa membalas budi laki-laki yang pernah begitu tulus menolong dan berbagi kebahagiaan walau hanya sebentar saja. 

Cinta Selena kepada Andrew tidak berubah, dari rasa suka biasa sosok anak kecil kepada teman lelaki, menjadi begitu luar biasa ketika merasa Andrew begitu tertekan dengan keadaan di saat remaja. Ia menjadi kekasih bagi leleki yang kehilangan kasih sayang itu, mencoba membawa dan mengobati hati dari derita keluarga. 

Setelah mengalami pasang surut cobaan dalam berkekasih, akhirnya mereka memutuskan untuk menikah walau tidak disetujui oleh Lucas. Di usia dua puluh satu, mengesampingkan sikap Andrew yang terkadang over dan seperti tidak suka Selana berbagi perasaan kepada siapa pun bahkan kakaknya sendiri. Ketika menikah, laki-laki itu semakin menjadi, kehamilannya membuat siapa saja yang mencoba mendekati Selena, bahkan dengan beringas diancam atau dilukai. 

"Kau harus menerima bahwa Andrew itu telah menjadi pria yang cacat logika!" seru Lucas yang begitu murka beberapa tahun silam, ketika ia mendapati suaminya berulah lagi bahkan sampai terngiang jelas di telinganya. 

Hal yang selalu coba ia tutupi dari dunia, bahwa Andrew menderita trauma berat paska penyiksaan ayahnya sendiri, hingga menjadi seperti sekarang. Kematian Noah—Kakak Andrew yang teramat lelaki itu sayangi saat remaja, memperparah segalanya. 

"Andrew menderita gejala skrizopernia, Selena! Dia bahkan terobsesi kepadamu, begitu ingin memilikimu karena telah kehilangan segalanya, termasuk orang tua yang tidak peduli, juga kakak laki-laki yang selalu menjadi panutannya!" 

Kembali teriakan Lucas begitu terngiang, ia memahami bagaimana khawatiran sang kakak saat itu, mereka juga telah kehilangan sosok ibu, bahkan hingga dua tahun berlalu sang ayah yang berjuang dengan penyakit akhirnya tiada menyusul ibunda mereka. 

Bibir Selena digigit, air mata mengalir. Andrew telah mencoba untuk berubah, gangguannya juga masih bisa disembuhkan asal dia memiliki motivasi. Namun, dilihat dari bagaimana laki-laki itu mengambil kesempatan dari semua ini, apakah Andrew masih layaknya seperti dahulu. 

"Tidak ada yang akan percaya kepada orang gila, bukan, Selena?" 

Itu adalah kata terakhir yang diucapkan Andrew sebelum resmi bercerai dengan Selena. Laki-laki itu bukannya tidak memiliki hati, tetapi sulit mengontrol logika dan emosi. Selama mereka menikah, memang ia tidak pernah disakiti secara fisik oleh sang mantan suami, tetapi psikis Selena lah yang tersiksa. 

Ketukan pintu terdengar, khayalan Selena yang mengenang kisah masa lalu lantas menghilang. Ia pun menghapus air mata dengan tisu dan bangkit untuk membuka pintu. Ketika melihat siapa yang datang, ia lantas mengerutkan alis dalam. 

"Maaf, Senior. Aku telah mengatakan agar menunggu, tetapi dia memaksa masuk karena mengatakan telah lama menganalmu." Lea tersenyum sungkan dengan wajah yang begitu merasa bersalah. 

Menghela napas, Selena pun mengangguk seraya mengatakan tidak masalah. Menyuruh lelaki itu masuk dan duduk di sofa yang tersedia di dekat jendela dan agak berjauhan dari tempatnya bekerja. Ia lantas membuka celemek dan mencuci tangan, merapikan beberapa bagian rambut dengan menyisir dan membasuh wajah agar lebih segar. Keluar dari kamar mandi, Selena menatap sejenak laki-laki yang duduk santai sambil memainkan ponsel. 

"Jadi, Jhon. Hal penting apa yang membuatmu sampai datang ke tempat kerjaku?" 

Selena mengambil sebuah mimunan kaleng dan melemparkannya kepada lelaki itu, di jam makan siang seperti ini, apakah Jhonatan sengaja datang di sela-sela waktu istirahat kerja.

"Kau menghindariku, Selena." 

Laki-laki itu tidak memandang dirinya, malahan membuka tutup jus kaleng yang diberikan Selena dan meminum beberapa teguk. Hal ini lantas membuat ia terkejut, apakah sekarang Jhonatan sedang menghakimi? Bahkan seharusnya sang pria tahu bahwa tidak ada yang bisa ia lakukan karena keadaan sang putri. 

"Kau menyalahkanku?" 

Tahu wanita itu tersinggung, Jhonatan lantas terdiam dan mengangkat dua kotak makan siang dan meletakkan ke atas meja. 

"Aku hanya bertanya, Len. Jika kau tidak merasa demikian, kau tinggal mengatakannya kepadaku. Sekarang, ayo kita makan bersama, aku tahu kau belum sempat bersantap siang." 

Wanita itu terdiam, kemudian mengiyakan Jhonatan dan duduk di hadapan sang lelaki. Menerima bekal tersebut, ia pun berucap terima kasih. Mereka akhirnya makan siang bersama, dengan menu yang adalah kesukaan Selena. 

***

Sesampai di rumah sore hari pukul enam, Selena pun mendapati buah hati tercinta sedang berada di dapur dengan Andrew yang tengah memasak. Tentu saja hal ini membuatnya mengerutkan alis, melihat mantan suaminya itu berkutat di dapur, menajdikan Selena mengingat masa lalu. 

Mungkin karena merasa diperhatikan dari belakang, Andrew tiba-tiba berbalik dan mengumbar senyum kepadanya, hingga Selena tersentak. 

"Mama? Kenapa tidak memberitahu bahwa sudah pulang, kami lagi membuat makan malam." 

Siera menatap ayah dan anak itu dengan cengiran, Siera memakai apron kecil yang sepertinya hadiah dari Andrew, sedangkan laki-laki itu malah menggunakan apron milik Selena yang bertuliskan hot dengan gambar teh panas tertuang dari poci. 

"Ah, sebaiknya kau mandi, Selena. Ini hampir matang." 

Terdiam sejenak, kemudian ia mengangguk sebagai jawaban, kemudian beranjak dari dapur dan naik ke lantai dua yang adalah kamar mereka. Setelah menutup pintu, Selena mendudukkan diri di atas kasur dan memijat kepala sejenak untuk merileksasikan tubuh. Ia menghela napas, kemudian berpikir entah kenapa situasi ini terasa menjerat badi Selena, belum lagi dengan keberadaan Jhonatan yang mulai kelihatan tidak sabar, bahkan setelah ia menjelaskan bahwa hubungannya dengan laki-laki itu tidak bisa dilanjutkan ke jenjang lebih tinggi. 

Namun, ia tahu bahwa bukan hanya Jhonatan yang berharap lebih, bahkan sang kakak pun menginginkan hal sama seperti lelaki itu karena ingin dirinya mendapatkan pengganti dari Andrew. 

Mungkin, Selena membutuhkan seorang wanita yang bisa mengerti dirinya untuk memberikan sedikit nasihat. Mengenai yang telah diputuskan ini, benar atau salah. Tentu saja, di dalam hati kecil ia menginginkan agar Siera memahami bahwa gadis kecil itu memiliki seorang ayah yang punya banyak kekurangan bukan dari fisik, tetapi dari mental. Namun, sekali lagi ketika ia melihat senyuman dan kebahagiaan sang anak ketika bersama dengan Andrew, semua keresahan Selena menjadi lenyap, tergantikan rasa haru karena melihat sang buah hati ceria. 

Ia tidak ingin menghancurkan hati kecil nan raput itu, tetapi apakah yang seperti ini patut untuk disembunyikan?

Bukankah lebih baik dijelaskan sejak dini kepada anaknya, agar gadis kecil itu bisa lebih mengerti dan mau memahami? Tidak, setiap anak berbeda-beda, dan Siera bukanlah tipikal anak yang gampang menerima sesuatu yang tidak diinginkan. Siera cenderung keras kepala dan begitu menganggap Andrew sebagai sosok malaikat, mungkin jika yang menjelaskan hal ini adalah sang mantan suami, barulah Siera mau mengerti.

Memutuskan untuk membersihkan diri, ia pun menuju kamar mandi. 

Beberapa saat kemudian, Siera datang mengetuk pintu, nyaris pukul tujuh malam dan waktunya untuk makan. Gadis kecil itu menggandeng tangan dan menyuruh Selena untuk duduk di samping Andrew, melihat situasi ini saja, ia telah mengerti bahwa si gadis kecil begitu menginginkan hubungan mama dan papa membaik seperti dahulu. Namun, pernikahan mereka tidak semulus yang Siera duga, terlalu banyak yang terjadi, terlalu banyak luka di hati. 

"Bagaimana, Ma? Enak tidak?" 

"Sangat luar biasa, Sayang." 

"Papa memang sangat hebat, kan, Ma. Kalau sudah besar, Siera mau mahir memasak seperti papa." 

"Tentu, Sayang. Apa pun bisa kau raih." Andrew mengacak rambut anaknya, gadis kecil itu melebarkan senyum hingga gigi kelinci terlihat. 

"Em, Pa. Papa akan terus tinggal bersama kami seperti dulu, kan?" 

Garpu di tangan Selena langsung terhenti, wanita itu menatap Andrew yang sekarang tersenyum dan mengangguk untuk menanggapi. 

"Sayang, habiskan makananmu dulu baru berbicara, nanti tersedak." Selena menegur, menghindari sang anak menanyai macam-macam, juga agar Andrew tidak menjawab macam-macam. 

.

.

.

Bersambung